Brakkk!!
Kereta kuda kekaisaran yang sedang ditumpangi Huang Jian Ying oleng, terhenti hingga akhirnya menabrak sebuah batu di pinggir jalan, beruntung tidak membuat orang yang ada di dalamnya jadi terlempar keluar, hanya saja Huang Jian Ying sampai terbentur dinding pembatas kayu.
Melihat keluar, dia kembali menutup jendela sebab orang-orang berpakaian hitam seperti sedang menghadang kereta kuda miliknya.
Siapa mereka dan apa yang mereka mau belum jelas, yang pasti mereka ada para bandit yang sering menjarah kereta yang lewat. Tak terkecuali dengan kereta kuda kekaisaran.
Kasim Hong dan Panglima Duan yang mengawal langsung mengerahkan pasukan yang ada untuk melindungi orang di dalam kereta, “Sialan! Mau apa kalian mencari masalah dengan kekaisaran?!” sentak Panglima Duan.
Salah satu bandit yang berada paling depan menghunuskan pedang, “Serahkan semua yang kalian miliki, atau kami akan melukai orang yang ada di dalam kereta!”
“Kurang ajar! Apa kalian tidak tahu siapa kami!”
Sang bandit tersenyum menyeringai di balik penutup wajah yang mereka kenakan, “Tentu saja kami tahu, maka dari itu serahkan semua harta yang kalian miliki!”
“Tidak akan!” tolak Panglima Duan mentah-mentah, “Kalian yang sedang mencari mati dengan mengantarkan nyawa kesini, kalian tidak akan mendapatkan apapun kecuali kematian!”
Panglima Duan memberikan kode kepada anak buahnya untuk menyerang para bandit tanpa terkecuali, perjalanan yang melewati hutan itu akhirnya terhambat disana lantaran akhir-akhir ini memang marak para bandit menjarah kota. Tak terkecuali dengan kereta kuda milik kekaisaran, mereka terbentuk dari pasukan berani mati sehingga mereka tidak peduli dengan nyawa.
Splashh!
Krashh!
Krashh!
Dari dalam kereta kuda, Huang Jian Ying merapalkan doa kepada para dewa untuk memberinya perlindungan. Bunyi pedang saling bersahutan dan pertarungan sama kuat, dia hanya berharap tidak akan mati disini.
“Awh---mppp!” Huang Jian Ying menutup mulutnya sendiri karena sebilah pedang menembus masuk melalui jendela. Ujungnya yang runcing mengenai wajah putih susunya, sang nona meringkuk, bersembunyi di dalam sambil menangis tanpa suara.
Wajahnya menjadi sangat pias saat mengintip dari celah kereta kuda itu, ada banyak prajurit yang gugur karena melindunginya. Semuanya bersimbah darah terkapar begitu saja, mengapa hari diiringi dengan pertumpahan darah hanya untuk membawanya ke istana.
Pertarungan masih terus berjalan, hingga prajurit kekaisaran hanya tersisa beberapa. Para bandit telah mengambil semua barang dan perhiasan milik Huang Jian Ying dari kereta kuda. Satu anak panah melesat menuju ke dalam melewati celah jendela, Huang Jian Ying yang sedang meringkuk berhasil menyelamatkan diri karena panah itu meleset.
Suara kereta kuda berderap membuat para bandit menoleh, salah satu dari mereka cepat menyusul guna memastikan. Entah mendapat kode apa, tapi para bandit itu segera melarikan diri membawa barang-barang jarahan mereka.
“Hei!! Kami disini!!!”
“Tolong kamiii!” teriak Panglima Duan yang terluka di kakinya, Kasim Hong juga terluka di lengannya.
Keduanya bernapas lega saat mengetahui siapa yang datang bagai dewa penyelamat, pantas saja para bandit segera lari sekalipun mereka tidak kalah jumlah, rupanya mereka tahu untuk tidak macam-macam dengan Raja Xuan.
Kasim Hong dan Panglima Duan berlutut saat Wang Ren membuka celah jendelanya, “Salam, Yang Mulia Raja Xuan!”
“Bangkitlah!”
“Ada apa ini? Kenapa ada bekas pertarungan?” tanya Wang Ren, di dalam ada pangeran ketiga juga, tapi dia memilih diam dan asik dengan kucing kesayangannya.
Panglima Duan mendekat, “Kami sedang menjemput Nona Pertama Huang untuk ke istana hari ini, Yang Mulia. Tidak disangka dalam perjalanan terjadi hal yang tidak diinginkan, kami dihadang oleh para bandit dan bandit itu mengambil semua harta milik nona. Beruntung nona tidak terluka di dalam kereta, tapi dia pasti sangat terkejut dengan hal ini.”
“Nona Pertama Huang?” guman Wang Ren.
“Tenang kakak, dia bukan Huang Ling Xi, dia adalah Huang Jian Ying calon pendamping putra mahkota.” jawab Wang Jun.
Wang Ren mendelik tajam, “Aku hanya meyakinkan saja.”
“Aku pun juga meyakinkanmu, kau sepertinya tertarik dengan Xi’er, jadi aku hanya meyakinkanmu juga.” jawab Wang Jun, dia melipat kedua tangannya dengan senyuman penuh arti.
“Aku tidak tertarik dengan wanita.” Wang Ren, sang raja negeri selatan menekankan.
Tatapannya beralih pada Panglima Duan yang sedikit terluka, “Lalu bagaimana keadaan kereta kuda kekaisaran?”
“Sepertinya rusak, Yang Mulia.” jawab sang panglima.
“Kalau diizinkan, kami mohon agar Nona Huang menumpang di kereta milik Yang Mulia Xuan. Pasti lebih aman untuk melanjutkan perjalanan.” ujar Kasim Hong.
Wang Ren melirik adiknya yang memberikan kode dengan menggelengkan kepala. Bukan karena tidak tega, tapi karena dia menghormati kekaisaran saja. “Baiklah, antar dia kesini! Aku dan Wang Jun akan berkuda saja.”
“Kakak …. “ rengek sang pangeran ketiga tidak terima.
“Tak apa jika kau ingin bersama dengan nona itu!”
“Tidak! Aku keluar saja!”
Kedua pangeran itu mengambil kuda milik mereka yang ditunggangi oleh pengawal pribadi masing-masing, Xiao Meng, kucing berwarna putih kesayangan Wang Jun juga mengikutinya. Tak menunggu waktu untuk menyapa, keduanya segera menarik kekang kuda agar berlari menuju istana. Perjalanan seharusnya tidak jauh lagi, tapi jika harus melewati keramaian maka mereka akan kesulitan.
Kedua pangeran ini terlalu mencolok untuk masuk ke pasar.
Sehingga harus memilih jalur lain melewati belakang istana, disana memang memutar dan lebih jauh sehingga tidak akan melewati kerumunan pasar.
Tali kekang itu ditahan, mau tak mau Wang Jun ikut menghentikan laju kudanya. “Kenapa kakak? Bukankah perjalanan masih jauh? Ayo kita bergegas agar segera sampai ke istana.”
“Kau duluan aja, aku ingin menyusuri jalanan ini.”
Wang Ren menunjuk sebuah jalan setapak yang akan membawanya ke bukit Yangxi, bukit indah dengan banyak bunga azalea sedang mekar dengan indah. “Kau lanjutkan perjalananmu saja!”
“Kakak!!” kesal Wang Jun.
“Kau selalu seenaknya, tidak pernah memikirkan pendapatku!”
Sang Raja Xuan memutar bola matanya malas, si adik akan memulai lagi drama yang selalu dia mainkan kala kesal. “Seandainya kau tidak memberikan kereta kuda kita pada si nona itu, maka aku tidak perlu berpeluh-peluh melewati jalanan ini. Dan sekarang kau pergi meninggalkanku, lalu apa ini?”
“Terserah, sampaikan saja salamku pada ibu. Aku sedikit terlambat! Hyaaa!”
Wang Ren memacu kudanya untuk menuju jalan setapak menuju bukit Yangxi. Menikmati bunga azalea sejenak sebelum kembali ke istana yang penuh dengan intrik dan drama, dulu saat masih kecil dia dan sang kakek sering berjalan-jalan di sekitar bukit melihat bunga azalea.
Negeri selatan tempatnya berkuasa adalah pelabuhan dan tempat yang gersang, para penduduknya mengandalkan hasil laut dan perdagangan melalui kapal-kapal untuk menjadi sumber penghasilan mereka. Tidak banyak bukit yang indah dan sejuk seperti bukit Yangxi.
Satu anak panah melesat hampir saja mengenai wajahnya, menancap kuat pada pohon disampingnya.
“Oh, maafkan aku, aku hampir saja mengenaimu.”
“Aku ingin memanah burung itu tadinya, tapi kau datang dan panahku hampir saja mengenaimu.” ujar suara lembut yang berasal dari arah berlawanan. “Apa kau terluka?”
“Huang Ling Xi.” ucap Wang Ren, nyaris berbisik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments