Bersusah payah untuk bangkit dengan kaki gemetar, sebab setiap gerakan kecil hanya memperbesar luka di betisnya. Siapa pun yang melihat pasti akan tahu kalau dia tidak baik-baik, hanya saja Huang Ling Xi enggan untuk bersikap lemah. Dia tidak mau dikasihani, terlebih di hadapan sang ayah yang sama sekali tidak menganggapnya.
Memang sebua kesia-siaan semata untuk meminta bantuan kepada sang ayah, dia tidak akan mau mengotori tangannya dengan ikut campur pada urusan sang ibu. Tapi Xu Li, Huang Ling Xi harus mencari cara untuk menyelamatkannya.
“Salam ayah, aku datang menyapa.”
Suara lembut mengalun pada keheningan malam. Ternyata Huang Jian Ying juga berkunjung dengan wajah yang sedikit lebih cerah, kedatangannya disambut baik oleh Huang Han Su, terbukti pria itu langsung berlari menuju pintu untuk menjemput sang putri.
Huang Ling Xi hanya terpaku, sang ayah berjalan cepat melewatinya bagai angin berhembus menerpa tubuhnya di kala senja, dingin dan menyakitkan.
Huang Han Su menyambut sang putri, diraihnya tangan lemah Jian Ying untuk ia genggam dengan erat. “Jian’er, untuk apa kau datang kesini? Bukankah keadaanmu masih belum sepenuhnya membaik? Kau seharusnya tetap beristirahat di kamarmu, biar ayah saja yang pergi kesana.”
“Ayah tidak perlu berlebihan, aku ingin menyapa karena aku sudah sehat kembali.” jawabnya.
“Sebentar lagi kau akan menjadi pendamping putra mahkota, ayah seharusnya berlutut dan memanggilmu putri mahkota.”
Huang Jian Ying tersenyum malu-malu sampai semburat merah tercetak di pipinya yang putih susu, “Ayah, tetap panggil aku Jian’er saja. Aku tetaplah anak ayah.”
“Jian’er, kau selalu rendah hati.”
“Terima kasih ayah.”
Melihat wajah cantik itu tersenyum, Huang Han Su selalu mengingat mendiang istri yang sangat ia cintai. Yang kini tidak bisa lagi ia peluk karena telah bersatu dengan dewa, Huang Jian Ying secantik Su Jiang Ying, wanita sederhana yang berhasil mencuri hati sang panglima sejak pandangan pertama.
Meskipun pernikahan keduanya ditentang oleh pihak keluarga, tapi Huang Han Su nekat menikahi Su Jiang Ying sebab rasa cintanya yang telah mengakar dalam hati. Tapi semua kebahagian yang telah terajut itu perlahan menghilang sejak hadirnya nona dari keluarga bangsawan Liu dari Negeri Timur. Hadirnya Liu Ning Yu berhasil membuatnya berdiri kokoh sebagai panglima tertinggi sampai saat ini, semua berkat dukungan dari Liu Ning Yu.
Tapi sebagai balasan, dia harus kehilangan Su Jiang Ying. “Putri kecil ayah, apa yang membuatmu kemari? Apa kau ingin bercerita lagi?”
Huang Jian Ying menganggukan kepala, “Iya, kalau ayah tidak keberatan aku mengganggu. Aku ingin menemani ayah sebentar saja.”
“Tentu saja tidak!” jawab Huang Han Su cepat, “Kau tidak pernah mengganggu ayah, nak.”
“Aku … beberapa hari ini aku kesulitan tidur.” aku Huang Jian Ying, “Sepertinya aku terlalu merindukan ayah hingga kesulitan tidur. Apakah ayah bersedia menceritakan tentang ibu lagi kepadaku?”
Huang Han Su membelai surai halus sang putri dengan sayang, putri kecilnya yang kini telah tumbuh dewasa. Dalam hati dia menangis karena akan melepaskannya untuk menjadi pendamping putra mahkota. “Ibumu adalah wanita cantik, kau telah tumbuh secantik dia.”
“Benarkah itu?” kedua mata Jian Ying berbinar, “Ayah, ceritakan lagi padaku!”
“Ayo masuk!”
“Baik, ayah.”
Huang Han Su membimbing sang putri untuk masuk ke dalam kamarnya, berkunjung kesana bagi Jian Ying adalah sesuatu yang menyenangkan sebab sang ayah sangat menyayanginya melebihi apapun. Hanya sang ayah yang ia miliki sebagai teman bercerita, sekalipun sang panglima selalu sibuk.
Tanpa ragu, Huang Jian Ying masuk lebih dalam sembari merangkul lengan sang ayah bahagia. Tapi sedetik kemudian kedua bola matanya membulat, “Xi’er?”
“Xi’er, apa yang kau lakukan disini?”
Jian Ying ingin mendekat, tapi melihat tatapan dingin sang adik membuatnya ragu. “Xi’er? Apa kau baik-baik saja? Maaf aku tidak tahu jika kau juga datang untuk menyapa ayah, aku akan pergi saja karena telah mengganggu kalian.”
“Ayah, aku berkunjung lain waktu saja.”
“Tidak!”
Sang ayah dengan tegas menolak, dia bahkan tidak melepaskan tangannya dari sang putri tersayang. “Jian’er, kau tetap disini. Ling Xi sudah selesai dan akan segera pergi.”
“Tapi ayah, Xi’er … “
“Kau lebih penting dari dia!”
“Ayah … “ Huang Jian Ying menggenggam lengan sang ayah dengan kedua tangan, “Mohon ayah jangan berkata begitu, Ling Xi adalah putrimu, dia dan aku memiliki kedudukan yang sama. Mohon ayah jangan berkata demikian.”
Jian Ying menatap Ling Xi dengan kedua mata bertelaga, seolah ikut merasakan perih atas sikap dingin sang ayah pada adiknya. Dia ingin meraih lengan Ling Xi, tapi gadis itu menghindar. “Adik, aku mohon jangan merasa ayah tidak adil. Ayah sangat menyayangimu sama seperti ayah menyayangiku.”
“Adik kumohon mengertilah.”
Huang Ling Xi menatap sang kakak dan ayahnya bergantian, sikap dingin sang ayah dan sikap perhatian Jian Ying membuatnya muak, muak dengan keluarga ini. Kedua kakinya mati rasa sebab dipaksa untuk berdiri dalam waktu lama, apalagi dalam keadaan terluka. Tapi rasa perih ini tidak sebanding dengan pedih dalam hatinya.
Menangis pun rasanya sudah mengering air mata di kedua kelopak matanya, tidak ada lagi yang bisa mewakili betapa perih perasaan tidak diterima oleh ayahnya sendiri.
Dengan langkah terseok, Huang Ling Xi berlalu pergi. Dia menolak dengan menyentakkan tangannya saat sang kakak ingin menolong. Suatu hari semua ini akan terbalas, suatu hari tidak akan ada lagi rasa sakit mendalam ini.
“Adik … “ panggil Huang Jian Ying, memohon agar sang adik mengurungkan niat.
“Adik, aku mohon jangan salah paham.”
Sampai di ambang pintu, Huang Ling Xi menghentikan kakinya yang hampir mati rasa. “Ayah, maaf sudah mengganggu waktumu untuk aku yang tidak penting ini, Xu Li akan kulindungi dengan sekuat tenaga.”
“Dan untuk kakak, melihatmu begitu disayangi, bertahan disini hanya akan membuatku muak denganmu.”
“LING XI!!!” bentak sang ayah keras.
“Ayah, adik hanya sedang tidak mengerti dengan apa yang ia katakan.” Huang Jian Ying segera menahan lengan sang ayah yang ingin mengejar Huang Ling Xi. Karena tidak tega melihat air matanya Jian Ying, Huang Han Su pun berhenti dan meredakan amarahnya.
“Anak itu memang keterlaluan, dia sama saja seperti ibunya!”
Sama seperti ibunya, kalimat terakhir yang ia mampu dengan saat berjalan keluar dari kamar sang ayah dengan langkah terseok.
Seburuk itukah dirinya dan sang ibu sampai-sampai sang ayah begitu membencinya?
Huang Ling Xi telah berjanji untuk tidak menangis, tapi dia mengingkari. Sebab air mata itu turun dengan sendirinya. Langkahnya terhenti sebab dia terjatuh, tak mampu lagi untuk melangkah menuju kamarnya, padahal hanya tersisa beberapa langkah saja. Huang Ling Xi sampai merangkak, namun perih di hatinya membuatnya berhenti untuk bersikap bodoh.
Di malam yang cerah dengan bulan purnama terang ini, bintang-bintang menjadi saksi Huang Ling Xi menggigit tangannya sendiri agar suara isak tangisnya tidak terdengar.
“Bodoh!”
“Bodoh sekali … hiks … bodoh!”
“Kau memang bodoh, Ling Xi! Hiks! Bodoh! Jangan menangis … “ maki Huang Ling Xi pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Yaser Levi
jadilah kuat.lawan ke dzolimqn ibumu..krn sikap ibumu sdh tak wajar..ayamu benci?wajar
.krn dia tau..kau tau teh itu mengandung racun tp ttp memberikan pada kakakmu..krnTAKUT PADA IBU MU
2024-11-22
1
Oi Min
ikutan nangis aq hlooo...... kasihan Ling Xi
2024-10-13
1
Armyati
kedua orang tua yg egois sehingga memecahkan perselisihan n kehancuran hati anak-anaknya 😡😢
2024-05-01
2