Mengapa sang ibu diam saja? Apakah dia sudah kehilangan cara untuk menyingkirkan Huang Jian Ying? Bahkan saat kereta kuda kekaisaran pergi, Liu Ning Yu tetap diam.
Hari ini adalah hari dimana Huang Jian Ying akan meninggalkan kediaman dan tinggal di istana, setelahnya pesta pernikahan pasti akan digelar, secepatnya dan sangat mewah. Sampai hari itu tiba, tentu saja Huang Jian Ying akan berstatus sebagai putri mahkota.
Menjadi putri mahkota maka hanya tinggal selangkah lagi untuk menjadi permaisuri. Persis seperti yang sangat diinginkan sang ibu, dia ingin Ling Xi menjadi permaisuri. Oleh sebab itu dia dididik dengan keras guna mempersiapkan segalanya, tapi kali ini Liu Ning Yu tampak diam dan tenang, tidak seperti biasanya.
Ling Xi ingin bertanya tapi dia urungkan niat itu sebab sang ibu sudah lebih dulu memberinya perintah. “Xi’er!”
“Iya, ibu?”
“Kau pergilah berlatih dengan Guru Zhang!”
“Berlatih?” beo Huang Ling Xi.
Liu Ning Yu menatap dengan tatapan tajamnya, “Tentu saja, Guru Zhang sudah menunggumu!”
“Tapi … “ Huang Ling Xi berkelit, “Ibu, kakak baru saja pergi meninggalkan kediaman. Bahkan belum sampai keluar dari gerbang kota, bukankah kita seharusnya tetap di rumah menunggu kabar dia telah sampai di istana dengan selamat.” sanggahnya.
Sang Nyonya Liu memutar bola matanya malas. Sebab tidak ada hubungan antara dirinya dengan keselamatan Huang Jian Ying. Bagi dirinya, anak itu tidak lebih dari seorang tikus pengganggu yang terus saja hidup menumpang di keluarganya. Ibunya hanya seorang wanita kalangan biasa, mana pantas bersanding dengan Panglima Huang.
Justru dia dan klannya yang mati-matian membantu agar Huang Han Su naik sebagai panglima tertinggi, malah tidak berharga sama sekali.
Wanita paruh baya itu mendengus, melirik sekitar memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. “Itu tidak berlaku untuk kita, entah dia sampai dengan selamat atau mati di tengah jalan. Biarlah saja, akan lebih baik kalau dia mati di tengah jalan.”
“Maksud ibu?”
“Sudahlah!”
“Jadi ibu telah menyiapkan rencana?” Huang Ling Xi mengikuti langkah sang ibu sampai di kamarnya, mencoba mengulik apa yang direncanakan oleh ibunya. “Ibu, apa yang ibu rencanakan pada kakak? Ibu mengirim bandit? Pembunuh? Atau apa?”
“Diam, Ling Xi!” hardik sang ibu.
Ling Xi mengunci mulutnya atau ibunya akan marah lagi, lihat saja tatapan tajam yang selalu dilayangkan kepadanya itu, atau lebih tepatnya pada semua orang. Akan seperti apa jika wanita paruh baya itu berubah menjadi lebih lembut dan rendah hati, pasti kehidupan Huang Ling Xi lebih tenang. “Ini semua karena kau tidak bisa membunuh Huang Jian Ying dengan racun teh itu, semuanya jadi berantakan!”
“Maaf, ibu.”
“Selalu minta maaf!”
Liu Ning Yu menyibak lengan hanfunya, dia mengeluarkan sebuah tusuk konde giok berwarna putih. Saat pertama melihatnya memang tidak ada yang istimewa, tapi setelah diperhatikan lagi, itu adalah giok yang hilang hingga berujung hukuman untuk sang nona kedua dan Xu Li. “Darimana ibu mendapatkan itu?” tanya Ling Xi cepat.
“Heh, kau tidak perlu tahu!” culas sang ibu.
“Tapi, itu hilang kemarin.” balasnya, “Aku saja tidak tahu kemana perginya giok itu, kenapa sekarang bisa ada di tangan ibu, apakah itu giok yang serupa?”
“Tentu saja tidak!” tatapan mata sang ibu mengarah tajam pada Huang Ling Xi, sejurus kemudian sang nona kedua menunduk takut. “Aku menyiksa semua gelandangan di kota ini untuk mendapatkan giok ini.” akunya.
Huang Ling Xi terbelalak kaget, “Ibu, kenapa?”
“Kenapa?” ulang Liu Ning Yu.
“Iya, kenapa ibu lakukan itu? Ibu bisa membeli yang baru lagi kenapa harus menyiksa mereka hanya untuk mendapatkan giok kecil itu.”
“Karena giok ini MILIKKU!”
Liu Ning Yu melangkah lebih dekat pada anaknya, dia menarik rahang Ling Xi kasar. “Itulah yang seharusnya dilakukan, dan aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Giok ini sejak awal milikku, maka aku harus mendapatkannya kembali dengan cara apapun!”
“Kau juga harus belajar hal yang sama, Ling Xi!” tekannya, “Posisi putri mahkota seharusnya milikmu!”
“Maka rebutlah itu dari Jian Ying sekarang juga! Apapun caranya!”
“Kau tidak berguna!”
Wajah cantik dengan kulit seputih susu itu terhempas saat sang ibu menyentakkan tangannya, rasa sakit di rahangnya tidak terasa begitu menyakitkan seperti kalimat terakhir Liu Ning Yu. Sudah berapa kali ini terjadi? Jawabannya berkali-kali, Liu Ning Yu tidak segan menyiksanya hanya karena berbuat kesalahan sekecil biji sawi. Bahkan para pelayan lebih parah, mereka kerap menjadi sasaran tiap kali Liu Ning Yu mengamuk.
Tentang menjadi permaisuri, ribuan kali lagi ia bertanya pada hatinya, tetap saja jawabannya dia tidak menginginkan posisi itu. Untuk apa hidup penuh kehormatan dan adidaya jika tidak bahagia, Ling Xi masih begitu percaya bahwa dia bisa hidup dengan damai dalam keluarga kecilnya.
Mimpi terbesar Huang Ling Xi adalah menjadi ibu, menjadi ibu yang baik bagi anaknya, ibu yang baik bagi keluarga kecilnya, itu saja.
Huang Ling Xi berjalan keluar sebab sang ibu sepertinya tidak ingin diganggu, tapi sebelum pergi dia teringat satu hal.
Huang Ling Xi berbalik, “Bu, karena kau sudah mendapatkan giokmu, maka kembalikan Xu Li padaku!”
“Heh, tidak semudah itu!”
“Bu, kau sudah mendapatkan gioknya, bukan?!” kesal Ling Xi.
Liu Ning Yu tersenyum remeh, “Itu karena aku berusaha untuk mendapatkannya!”
“Kalau begitu apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan pelayanku kembali?”
Sang ibu tampak berpikir, sembari bersantai di dipan kayu berukiran indah miliknya. Tempat dimana Liu Ning Yu bersantai menghabiskan hari-hari. “Aku ingin makan daging rusa!”
Sebab permintaan itulah, Huang Ling Xi pergi ke Bukit Yangxi untuk berburu, entah dia bisa mendapatkan rusa atau tidak, tapi semoga saja dewa berbaik hati mengirimkan rusa yang gemuk untuk ibunya, agar Xu Li bisa kembali. Bermodal tekad kuat bersama kuda kesayangannya, Ling Xi membawa busur dan anak panah menembus hutan. Tapi sejauh yang ia lihat hanya bunga azalea bermekaran, indah dan menenangkan. Mungkin dia akan membawa satu tunas kecil untuk melengkapi tamannya.
Mencari dan terus mencari, tetap tidak ada tanda-tanda rusa di bukit Yangxi. Apa yang akan dia lakukan sebab tidak mungkin untuk pulang dengan tangan kosong.
Ah, burung!
Burung-burung yang berterbangan itu akan jadi sasaran jika dia tidak bisa menemukan rusa di bukit Yangxi.
“Kau tidak akan bisa lari dariku!” gumam Huang Ling Xi sembari turun dari kudanya. “Tunggu saja, aku akan memanahmu!”
Huang Ling Xi mengendap, bersembunyi dari balik semak untuk membidik satu burung liar yang terlihat lebih gemuk dari yang lainnya. Ini tidak akan mengecewakan sang ibu, pikirnya.
Satu … dua … tiga
Menarik busur dengan penuh keyakinan, anak panah melesat cepat melewati sela jari. Sudah dia pikirkan dengan matang untuk membidik dengan tepat, Guru Zhang juga mengakui kalau perkembangan sang nona kedua Huang dalam memanah sudah cukup bagus. Meskipun beberapa kali sering meleset, tapi kali ini Huang Ling Xi yakin tidak akan meleset.
“Astaga!” pekiknya.
Anak panah yang ia tarik penuh keyakinan itu justru berbelok, tertancap pada dahan pohon dan hampir saja mengenai seorang pemuda berkuda. Kuda yang ditungganginya sampai memekik lantaran begitu kuat ditarik oleh si empu, lebih lambat sedikit saja sudah pasti anak panah itu melukainya.
Ling Xi segera keluar dari tempat persembunyian, “Oh, maafkan aku, aku hampir saja mengenaimu.” akunya.
“Aku ingin memanah burung itu tadinya, tapi kau datang dan panahku hampir saja mengenaimu. Apa kau terluka?”
Cepat menjelaskan maka tidak akan terjadi kesalahpahaman, dilihat dari hanfu yang ia kenakan, juga kuda gagah miliknya tentu saja tuan itu bukan sembarang tuan. Dia tampan dan gagah, garis wajahnya tegas, hidung mancung, serta alis mata menukik yang menaungi sepasang mata elang. Dia begitu mempesona, dalam sekali lihat bisa membuat wanita jatuh cinta.
Huang Ling Xi sedikit gentar, tapi dia tetap bersikap tenang karena dia juga seorang putri dari bangsawan terkenal.
Tapi saat sepasang manik legam itu menatapnya, Ling Xi kehilangan ketenangannya. “Maafkan aku tuan, aku sungguh tidak sengaja.”
“Siapa kau?!” tanya sang tuan cepat.
“A-aku?”
“Hm.”
“A-aku … aku hanya seorang gadis biasa yang sedang berburu.”
Pangeran ketiga tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak terlihat seperti sebuah senyuman. Gadis di hadapannya itu sangat tidak pandai menipu. Huang Ling Xi, nona kedua ini masih tidak tahu dia siapa lantaran sangat jarang terlibat di setiap perayaan istana. Wang Ren asik berperang hingga enggan untuk bergabung, jika pun bergabung, dia memilih menghindari keramaian.
Ini pasti akan lebih menarik, “Cih, dasar penipu?”
“Apa?” Huang Ling Xi terbelalak, “Aku bukan penipu!”
“Lalu bagaimana kau akan menjelaskan tentang pakaianmu yang rapi dan terbuat dari serat sutra itu, juga kuda gagah yang kau punya, dan busur panah milik Klan Huang itu?”
Sial!
Huang Ling Xi sangat tidak berpikir panjang, “Ini … “
“Mengaku saja,” Wang Ren mencabut anak panah dari dahan kayu yang tadi hampir mengenainya. Dia mendekat dan dalam sekali gerakan mengunci sang nona, anak panah yang menempel di kulit lehernya membuat Ling Xi kaku. “Siapa yang menyuruhmu membunuhku?!”
“Ti-tida-tidak!” jawab Ling Xi kepayahan, “Aku sungguh tidak berniat membunuhmu, tuan, aku hanya ingin berburu rusa untuk ibuku! Itu saja, ya, itu saja!”
Anak panah itu menusuk lebih dalam, “Jawab dengan jujur!” paksa Wang Ren.
“Aku sungguh berkata jujur! Seperti yang kau tahu aku adalah Nona Huang, putri panglima tertinggi Huang Han Su, kau salah telah berurusan denganku. Singkirkan anak panah ini dariku! Singkirkan tanganmu!”
“Aku akan mengadu pada ayah, dan kau akan terkena masalah!”
Wang Ren menyeringai, dia terkekeh dan melepaskan anak panah dari sang nona. Huang Ling Xi segera mengambil jarak, “Kau!”
“Aku tidak takut nona, justru kau yang hampir membunuhku! Karena itu kau harus bertanggungjawab.” ujar Wang Ren sambil menimang anak panah.
“Bertanggungjawab?” kening Ling Xi berkerut dalam, “Apa maksudmu, tuan?”
“Hm, lakukan apa yang kuperintahkan!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
mia0211
kesempatan dalam kesempitan nih raja Xuan,ati" nti Bucin😁🤭
hayo Ling Xi ati" tersepona😁😁
2023-11-05
2