“Xu Li, kamu sudah melakukan apa yang kuminta?”
Xu Li menganggukkan kepala, “Sudah, nona.”
“Baguslah.”
Xu Li mengikuti langkah sang nona yang tetap santai di dalam situasi kediaman yang kacau, Huang Jian Ying masih sakit dan akan diselidiki lebih lanjut apa yang membuat dia sakit. Tabib terbaik di negara ini sudah dipanggil, sebentar lagi mungkin akan tahu penyebab sakitnya. Padahal besok adalah hari penjemputan Kasim Hong, entah jadi ikut atau tidak.
Pagi yang cerah ini, bukannya menyusun rencana dengan sang ibu, Huang Ling Xi mendapatkan tugas ringan yaitu membeli giok. Entah tujuan apa, tapi dia pun masih berpikir apa lagi rencana ibunya yang tidak ia ketahui.
“Nona, mengapa anda meminta saya mengirim anyelir ke kediaman Tuan Huang?” tanya Xu Li penasaran.
Huang Ling Xi menoleh dan mengendikkan bahunya acuh, “Hanya ingin saja.” jawabnya asal, “Kemarin aku memberikan Kasim Hong bunga serupa tapi berbeda warna, jadi sekarang aku merasa harus memberikan bunga juga kepada ayah. Anyelir adalah bunga yang harum, indah dan penuh makna.”
“Kalau tidak salah ingat, anda memberikan Kasim Hong kelopak bunga merah cerah, tapi mengapa milik tuan sedikit pucat, padahal masih banyak warna yang lain.”
Huang Ling Xi berhenti, dia menatap deretan pohon persik di sisi kanan, jika mengambil jalan itu maka dia akan menemui danau yang indah dan penuh dengan teratai berwarna merah muda. Dulu, Ling Xi kecil berusia lima tahun, sering diajak ayah untuk melihat teratai bermekaran.
Helaan napas dalam yang syarat akan rasa kecewa, Huang Ling Xi tidak ingin rasa sedih ini terus merajai hatinya. Alih-alih menangis, Ling Xi terbiasa untuk tersenyum, “Setiap bunga memiliki makna. Seperti mawar yang melambangkan cinta kasih, tulip melambangkan kerendahan hati, dan krisan putih yang melambangkan kematian.”
“Jaman dulu, orang senang menyatakan perasaan mereka lewat bunga.”
“Oh, apakah seperti seorang pria yang membawa bunga mawar untuk wanitanya?” tanya Xu Li antusias.
Huang Ling Xi tersenyum lebar, “Darimana kau tahu, Xu Li?”
“Bukankah aku pernah mengikuti nona menonton opera, maka dari itu aku bisa tahu, karena aku sangat suka saat kita menonton opera pertengahan tahun lalu.” Xu Li kembali mengingat salah satu hal baik dalam hidupnya, dimana dia pernah diajak Huang Ling Xi untuk pergi ke Restoran Jiangmiang, restoran terkenal yang sangat megah, hanya untuk menonton opera sabun disana.
Perjalanan mereka dilanjutkan dengan Xu Li yang menceritakan kembali isi dari opera yang pernah ia saksikan itu, sekalipun Huang Ling Xi juga mengingatnya, namun dia akan berpura-pura lupa agar Xu Li bersemangat bercerita.
Sosok seperti Xu Li adalah harta yang paling berharga dalam hidupnya, Xu Li membuat Ling Xi tidak lagi mereka kesepian, Xu Li selalu ada untuknya. “Nona, bagaimana kalau kita melihat giok di Toko Anning. Katanya, nona besar juga membeli giok disana.”
“Benarkah?”
“Iya, nona.” Xu Li mengangguk.
“Tapi itu bukan toko langganan ibu.” sanggah sang nona.
“Katanya ada giok berkualitas yang dijual disana, para nona dari berbagai keluarga bangsawan membelinya disana.” jawab Xu Li, “Bagaimana kalau kita pergi melihat-lihat dulu, nona?”
“Baiklah, mari kita lihat.”
Masuk ke Toko Anning, ada banyak sekali giok yang bagus disana. Dia pun disambut dengan baik oleh pelayan disana, diberikan pilihan giok berkualitas tinggi dengan harga yang sudah pasti tinggi. Huang Ling Xi sebenarnya tidak terlalu suka dengan kegiatan berbelanja perhiasan dan sebagainya, dia lebih senang membaca buku taktik perang atau berburu ke hutan menangkap rusa.
Setelah memilih satu giok yang dilihatnya cukup bagus lagi berharga tinggi, Huang Ling Xi membayar dengan sepuluh tael emas. Ini adalah harga yang tinggi baginya, entah mengapa sang ibu sangat suka membeli perhiasan. Bukankah akan lebih baik kalau uangnya dipakai untuk membeli busuk panah.
“Nona Huang, senang sekali bisa bertemu denganmu disini!”
Huang Ling Xi menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya, seperti hampir seusia dengan sang ibu. Tampak sangat glamor, berbanding terbalik dengan nona muda di sampingnya. “Salam Nyonya Yuan, salam nona kelima.”
“Salam Nona Huang!” balas Yuan Liu Yin dan putrinya, Yuan Yu Mei.
“Bagaimana kabar nona kedua?” tanyanya lagi.
“Baik.”
Nyonya Yuan tersenyum seringai, dia menatap sekeliling untuk memastikan orang-orang tidak mendengar mereka. “Bagaimana suasana hati nona kedua setelah Huang Jian Ying terpilih sebagai pendamping putra mahkota? Sangat tidak disangka ya.”
Sial!
Huang Ling Xi menghela napasa dalam, dia tidak boleh terjerat dalam perangkap Nyonya Yuan yang licik ini. “Tentu saja aku turut berbahagia, kakak sendiri menjadi pendamping putra mahkota, pasti akan membawa nama baik Keluarga Huang kedepannya.”
“Benarkah? Bukannya kau juga sangat ingin menjadi pendamping putra mahkota?”
“Benar.” jawab Huang Ling Xi, “Menjadi pendamping putra mahkota tentu saja sebuah kehormatan untukku dan Keluarga Huang, tapi sudah dipilih kakakku, maka aku akan ikut berbahagia.”
Huang Ling Xi sangat pandai bersilat lidah, Nyonya Yuan memutar bola matanya diam-diam. “Padahal Huang Jian Ying bukan berasal dari ibu bangsawan, kenapa dia bisa menjadi pendamping putra mahkota. Apakah nona kedua tidak merasa ada yang janggal?”
“Nyonya Yuan, jangan berkata begitu, tidak baik kalau orang lain mendengarnya, kakakku bisa terluka.”
Pandai atau tidak pandai bersilat lidah, Ling Xi akan membuktikan bahwa Yuan Liu Yin telah salah memilihnya menjadi musuh. “Apa nona kedua sedang membeli giok?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.
“Oh, aku penasaran akan seperti apa pilihan nona Huang.” ujarnya, “Pasti sangat cantik dan bernilai tinggi.”
“Aku membeli untuk ibu, Nyonya Yuan.” jawab Ling Xi.
“Untuk Nyonya Liu?!” kedua mata sang nyonya dari Kediaman Yuan berbinar, dia adalah istri kedua dari jenderal Yuan di kubu kiri. Ling Xi berhati-hati karena ibunya sering memperingatkan untuk tidak berhubungan dengan orang dari kubu kiri.
Kedua kubu ini saling bersebrangan di pemerintahan, jika terjadi hal yang tidak diinginkan, maka kediaman Huang akan terkena imbasnya.
Nyonya Yuan yang begitu penasaran meminta Huang Ling Xi untuk memperlihatkan giok yang dibelinya, tapi Xu Li juga tidak berani jika belum ada perintah. “Maaf Nyonya Yuan, tanpa mengurangi rasa hormat untuk anda. Tapi, ibu saja pemiliknya belum melihat, aku takut mengecewakan ibu jika dia bukan orang pertama yang melihat.”
“Nona kedua ini terlalu lembut hati, padahal Nyonya Liu tidak akan begitu marah. Kau pasti tahu kalau aku dan ibumu berteman, benarkan?”
“Tentu saja aku tahu, Nyonya Yuan.” jawab Huang Ling Xi dengan sopan, “Sayangnya aku tidak tahu kalau anda dan ibuku sangat dekat, hingga saling bertukar model giok. Aku justru mendengar kalau anda membuat keributan di pesta penyambutan putra perdana menteri dan mengatasnamakan ibu yang tidak tahu apa-apa.” jawabnya.
Nyonya Yuan menggertakkan gigi tapi tetap berusaha tenang, “Nona kedua ini berbicara apa, tentu saja tidak begitu.”
“Lalu bagaimana?” tanya Huang Ling Xi, “Tapi sudahlah, ibu bilang ini hanya kesalahpahaman saja. Jadi ibu berpesan untuk aku tidak mempermasalahkan ini, padahal giok ibu yang berharga tinggi sampai hilang karena dipinjam Nyonya Yuan.”
Huang Ling Xi tersenyum manis, “Kalau begitu aku pamit dulu, salam untuk Nyonya Yuan dan nona kelima.”
Huang Ling Xi berlalu pergi, meninggalkan toko Anning dengan Nyonya Yuan yang merah padam dibuatnya. Ia kepalkan kedua tangan sampai buku-buku jarinya tercetak jelas, “Dasar anak angkuh! Kita harus membalasnya lain hari, Yu Mei!”
“Baik, ibu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments