“Uhhuk … uhhukk … uhhukkk!”
“Uhhukk!”
“Uhhukk!”
Batuk ini terus menyiksa, seakan bertambah parah semakin hari berlalu. Bercak darah terlihat samar di sapu tangannya, kembali sang nona harus melawan rasa sakit di dadanya akibat batuk hebat itu. Keadaan ini sudah ia alami sejak kecil karena fisiknya yang lemah dan obat apapun tidak akan bisa menyembuhkannya.
Mendengar sang junjungan terbatuk hebat, Xin Yang segera masuk ke dalam kamar Huang Jian Ying. “Nona, apa anda baik-baik saja?”
Sang nona mengangguk, “Iya, aku baik-baik saja.”
“Tapi anda terbatuk---astaga! Darah!”
Huang Jian Ying segera menyembunyikan sapu tangan itu dari pandangan sang pelayan, “Aku baik-baik, ini sudah sering terjadi bukan. Kau seharusnya tidak terlalu terkejut!”
“Tapi nona, oh, apakah ini ada kaitannya dengan Nona Ling Xi?” tukas Xin Yang, “Saya akan menemuinya untuk menegurnya!”
“Jangan!”
Kekesalan dan keberanian yang tadinya menggebu kini menguap, melihat bagaimana Huang Jian Ying yang lemah lembut berubah menjadi tegas. Tiap kali Xin Yang ingin mencari masalah dengan Ling Xi, maka Jian Ying akan menegur sang pelayan lebih dulu. Katanya, Huang Ling Xi bukan lawanmu dan kau tidak akan bisa melawannya.
Xin Yang menunduk dalam, “Saya hanya tidak terima jika Nona Ling Xi terus melukai anda, bukankah sudah cukup penderitaan yang selama ini anda rasakan nona.”
“Kau tahu apa, Xin Yang, sudah jangan berpikiran buruk pada adikku.”
“Adik?” Xin Yang menggelengkan kepala tidak percaya, “Nona besar sangat bermurah hati, selalu berhati lembut hingga disakiti pun tidak pernah membalas. Nona Ling Xi begitu buruk memperlakukan anda selama ini, hubungan adik dan kakak yang saya tahu tentu tidak seperti ini. Saya yakin cangkir dan teh yang dihadiahkan untuk nona adalah racun, saya yakin itu.”
“Jangan berpikiran buruk, sudah kubilang untuk menjaga bicaramu!” perintah sang nona.
“Maafkan saya, nona.”
Huang Jian Ying menghela napas, “Aku tahu kau sangat mengkhawatirkan keadaanku, tapi dengan mencari masalah kepada Ling Xi tidak akan membuatku terlindung dari apapun. Xin Yang, Ling Xi tidak pernah benar-benar berniat jahat kepadaku. Percayalah bahwa aku mengenal adikku, lebih baik dari siapapun.”
“Nona … “
“Dulu aku dan Ling Xi selalu bermain bersama…”
Pandangan sang nona besar jatuh pada pohon kesemek di dekat kamarnya, taman di kamarnya memang tidak seindah taman Huang Ling Xi, tapi pohon kesemek itu telah berbunga dan sangat indah. Ingatannya melaju jauh pada belasan tahun yang lalu. Saat dimana dia dan Ling Xi kecil bermain bersama dengan damai dan penuh kasih, Ling Xi kecil mudah menangis sehingga Jian Ying akan selalu menjadi pelindungnya.
Kala itu, semua terasa damai tanpa adanya perpecahan.
Mereka bisa dengan bebas bercengkrama dan menghabiskan banyak waktu menyenangkan bersama.
“Ling Xi, jangan berlari!” teriak seorang anak perempuan berusia tujuh tahun, hanfu berwarna jingga yang ia kenakan tersapu angin karena ia berlari mengejar.
“Ayo kakak, kejar aku, ayo kejar aku!”
“Ling Xi, jangan berlari seperti itu, nanti kau bisa terjatuh!”
“Tidak akan, aku sangat pandai berlar---aduhhh!”
Gadis kecil berusia lima tahun itu akhirnya terjatuh, penyebabnya adalah sebuah batu cukup besar yang menyandung kakinya. Karena kesal dia pun menendang batu itu menjauh, dengan wajah cemberut dia mengusap debu yang menempel di telapak tangan mungilnya.
Kedua matanya membola saat melihat ada darah disana, bertelaga hingga nyaris menjatuhkan air mata. Hanya menunggu hitungan detik saja sampai Huang Ling Xi kecil menangis keras. “Kakaaaaak, tanganku … tanganku …”
Sang kakak datang, dia menyapu tangan halus Ling Xi dengan sapu tangannya. “Tenanglah, Ling Xi, luka ini tidak akan menyakitimu.” ujarnya lembut.
“Tapi ini sakit, aku ingin menangis!”
“Huuuaaaa—mmppp!!”
Tangisan yang hendak keluar terhenti sebab dimulut terjejal buah kesemek. Wajah masam Ling Xi justru menjadi hiburan bagi sang kakak, dia tertawa sampai memegangi perutnya yang terasa kaku. Saat digigit, buah itu terasa manis dan segar. “Kakak, kau dapat buah ini darimana?”
“Dari pohon yang ada di kamarku.”
Kedua matanya Huang Ling Xi berubah berbinar, “Benarkah? Rasanya sangat enak, apakah masih banyak? Aku ingin makan lebih banyak lagi.”
“Tentu saja ada.”
“Kalau begitu ayo ke kamarmu, aku ingin makan lagi! Lagi! Lagi!”
“Sabar dulu, Ling Xi!” ujar sang kakak yang enggan berpindah sekalipun lengannya ditarik oleh Huang Ling Xi kecil.
“Kenapa? Ayolah, aku sudah tidak sabar.”
“Kau harus berjanji dulu padaku, nanti kau boleh makan semua buah kesemek yang ada di kamarku.”
Huang Ling Xi mengerjap lucu, “Berjanji? Apa itu?”
“Berjanji adalah mengucapkan sebuah kata yang tidak boleh kau langgar atau kau ingkari, maksudnya ketika kau sudah berjanji tidak melakukan sesuatu maka kau tidak boleh melakukannya. Begitu pun jika kau berjanji untuk melakukan sesuatu, maka kau harus melakukannya.”
Sang adik mengangguk tanpa ragu, “Hm, baiklah aku akan berjanji. Tapi … aku harus berjanji untuk melakukan apa?”
“Kau harus berjanji bahwa kita akan menjadi kakak dan adik yang selalu menyayangi dan saling melindungi.”
“Hm, aku berjanji pada kakak.”
Sebuah janji yang terucap pada masa kecil, namun masih membekas hingga kini. Sayangnya lambat laun, Ling Xi mulai berubah sebab sang ibu yang selalu mendidiknya dengan keras. Menanamkan sebuah keyakinan bahwa dia harus lebih unggul dari sang kakak, Ling Xi pun mulai dilarang untuk bermain atau berinteraksi dengan Huang Jian Ying. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mempelajari pendidikan, keterampilan dan bela diri.
Ling Xi pun tumbuh menjadi gadis yang penuh ambisi dan keyakinan untuk meraih apapun yang ia inginkan, meskipun itu berlainan dengan hati nurani, tapi Ling Xi selalu berpegang teguh pada mimpinya.
Huang Jian Ying pun tahu jika Ling Xi sangat ingin menjadi permaisuri, tapi ada satu alasan yang membuatnya sangat ingin berada di sisi putra mahkota.
“Xi’er!”
Ling Xi menoleh cepat, dia meninggalkan rajutannya karena sang ibu datang menemui. “Salam ibu, ada perlu apa ibu datang ke kamarku? Seharusnya tidak perlu bersusah payah karena aku akan dengan sukarela untuk datang.”
“Tabib menyarankan untukku banyak berjalan-jalan, aku ingin mengunjungi kamarmu saja.” jawan Liu Ning Yu, hanfu panjangnya ia biarkan menyapu ubin kayu yang hangat. “Kau menghias tamanmu dengan baik, aku mendengar dari Xu Li, kau sering menghabiskan waktu untuk berkebun.”
Huang Ling Xi mengangguk, dia baru saja mendapatkan pujian dari sang ibu tentang kegemarannya. “Iya ibu, aku sangat suka menanam bunga. Lihatlah bunga-bunga indah itu sangat menyejukkan mata bukan. Kalau ibu mau, aku akan mengirim beberapa bunga ke ka---”
“Tidak perlu!” tolak Liu Ning Yu cepat. “Aku tidak butuh bunga, mereka sangat menyebalkan. Dan kau seharusnya tidak perlu mengotori tanganmu dengan tanah, karena seorang nona seharusnya bertangan lembut dan halus. Tanah akan membuat tanganmu kasar!”
“Ibu … “
“Kalau kau memang memiliki banyak waktu untuk bersantai, sebaiknya pikirkan bagaimana cara untuk menjadi permaisuri. Bukannya menerima kekalahan begitu saja!” hardik Liu Ning Yu.
Kedua bahu Ling Xi melemah, dia hanya bisa menunduk dalam memandang ubin.
“Ibu sudah siapkan guru untuk mengajarimu bela diri, dia adalah guru terbaik, Ling Xi. Besok kau harus menemuinya di halaman belakang.” ujar sang ibu.
Ling Xi yang merasa tidak terima sontak mendongak, “Ibu, apakah memegang busur dengan berkebun itu berbeda. Memegang busur juga bisa membuat tanganku kasar!”
“Kau berani melawanku!”
“Ibu …. “
“Diam dan turuti aku!” bentaknya lebih keras.
“Baik ibu.” jawab Huang Ling Xi pada akhirnya.
Liu Ning Yu menghela napas melihat bunga-bunga di taman sang anak, berwarna-warni sayangnya tidak membuat matanya tercerahkan. Liu Ning Yu menatap Ling Xi lekat, dia teringat dengan tujuannya datang kemari. “Kau sudah memberikan teh itu pada Jian Ying, bukan?”
“Sudah.” jawab Ling Xi lemah.
Liu Ning Yu menyeringai, “Bagus, itu akan membunuhnya cepat atau lambat!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
mia0211
ternyata dari ibunya juga,
2023-11-02
1