Siapa Kamu Sebenarnya

Setelah 1 bulan dekat, Hani merasa Razka benar-benar pria sempurna untuknya. Namun, ia mulai menemui kejanggalan dengan sikap Razka. Dari mulai gaya bicaranya, pengetahuannya, mannernya, gaya penampilannya, dan semuanya yang ada pada Razka seolah bertolak belakang dengan keadaannya yang hanya seorang karyawan biasa, lulusan dari kampus yang biasa juga, yang cenderung tidak terkenal, seperti yang pernah Razka katakan.

Memang, pendidikan maupun nama baik kampus tidak selalu berbanding lurus dengan sikap seseorang, tapi apa yang ada pada Razka, sangat terlihat seperti orang yang berpendidikan dari institusi yang luar biasa hebatnya, dan dengan profesi yang tak kalah bergengsi.

Hani pernah tak sengaja melihat jam tangan Razka yang ia tahu harganya lumayan mahal, karena ia juga mengikuti perkembangan barang-barang bermerk. Apalagi jika sudah menggibah dengan Ayun, tentu mereka bisa se up to date itu. Mobil butut yang dipakai Razka juga bernilai tinggi, ia baru mengetahuinya dari salah satu teman kerja laki-lakinya saat Razka pernah menjemput Hani di kafe. Dari baju-baju yang Razka kenakan juga tidak seperti baju murah. Ponsel Razka juga jenis ponsel yang dipakai oleh kalangan atas, meskipun ia bilang itu adalah fasilitas kantor.

Belum lagi soal tas waktu itu. Apa benar kantor tempat Razka bekerja memiliki fasilitas itu. Cukup aneh rasanya, karena ia baru kali pertama tahu tentang hal ini. Biasanya, pembelian kacamata yang diganti, nah ini barang apa saja yang bebas diganti selama harganya tidak lebih dari 1,5 juta rupiah.

Hani mengingat kembali kriteria calon yang dituliskannya dalam aplikasi. Benar memang profesi Razka adalah karyawan swasta, sesuai dengan profil pria yang dipasangkan dengannya. Namun, saat itu Hani sempat sekilas membaca profil pria tersebut bahwa ia tak menyukai wanita yang gila barang mewah nan bermerk, karena ia juga tak suka memakainya. Keadaan ini seakan tak sesuai dengan Razka.

Di tengah asyiknya melamun, panggilan telepon Angga membuyarkan pikirannya.

“Hani, tolong kamu antar buku agenda saya yang tertinggal di laci ruangan saya ya. Saya ada di restoran Monday Hotel, kamu ke sini sekarang sekalian jalan pulang, rumah kamu ‘kan dekat sini.”

Hani bergegas membereskan barang-barangnya dan mengambil buku agenda bosnya itu, kemudian mengajak Ayun menemaninya.

“Aku malu kalau masuk restoran hotel mewah sendirian,” bujuk Hani.

Mereka pun pergi menuju ke arah hotel dengan menggunakan motor Ayun.

20 menit kemudian, mereka sampai di hotel dan mulai masuk ke area restoran.

“Itu meja Pak Angga, buruan deh anterin bukunya, aku tunggu di sini,” pinta Ayun.

Saat baru melangkahkan kakinya, Hani terkejut melihat Razka yang baru saja datang, duduk di dekat Angga, di meja yang sama. Razka bahkan terlihat akrab dengan bosnya itu. Seketika ia mundur dan meminta Ayun yang mengantarkan buku tersebut. “Jangan bicara apa pun nanti, langsung pamit pulang. Aku tunggu di parkiran tadi!”

Ayun melongo kebingungan melihat tingkah aneh temannya itu. Sekian detik Ayun mematung. Ia berpikir kenapa Hani harus pergi sedangkan ada Razka di sana. Bukan kah Razka juga sudah tahu bahwa Hani seorang pelayan kafe?

“Loh katanya gak jadi datang, Ka. Kita bertiga baru aja mau mulai meetingnya,” tutur Angga pada Razka.

“Permisi, Pak Angga benar ini ya bukunya?” Ayun segera memberian buku agenda itu pada bosnya.

Angga celingukan dan kebingungan. “Oh iya, makasih ya, Yun.”

Ayun mengangguk ramah kemudian berpamitan pergi pada Angga.

Angga dan Razka saling berpandangan. Razka seperti menahan kesal pada Angga. Ia seketika menegur kecerobohan Angga dan Angga pun merasa bersalah pada Razka.

“Sori, gue lupa! Gue pikir lo gak datang, jadi gue reflek minta Hani yang anterin buku ini, ‘kan rumahnya gak jauh dari sini,” jelas Angga.

“Jadi lo malah nyuruh Hani kesini? Untung bukan dia yang datang,” Razka mengulangi ucapan Angga.

“Gue pikir lo gak akan datang, Bro, sori.” Angga terus meminta maaf pada kawannya itu.

Sementara itu, Hani menunggu Ayun dengan perasaan semakin penasaran. Gaya berpakaian Razka hari ini benar-benar semakin membenarkan dugaan Hani bahwa Razka bukan karyawan biasa. Tak lama, Ayun memanggil Hani dan menghampirinya.

Ayun melaporkan apa yang dilihat dan didengarnya tadi. “Pak Angga bilang mereka mau meeting. Apa Razka dan Pak Angga saling mengenal? Kamu lihat nggak tadi, sabuknya Razka itu yang sering aku lihat dipakai artis.”

Hani hanya terdiam mendengar laporan Ayun.

###

Beberapa hari ini, setiap malam ketika Clara pulang kantor, terdengar suara keributan antara Clara dan Arya, di depan rumah.

Kali ini, Arya protes karena Clara selalu pulang malam dan tak pernah ada waktu untuknya. Bahkan, Clara pernah pulang hingga jam 10 malam. Clara yang pandai mengambil hati Arya, kali ini tidak berhasil melakukannya, meskipun berkali-kali Clara menjelaskan bahwa ia harus lembur karena akan dipromosikan sebagai karyawan tetap, jadi ia harus menunjukkan performa terbaiknya.

“Lembur? Apa iya lembur sampai jam segini?” bantah Arya tidak percaya.

“Kita akan terus bertengkar kalau tidak ada kepercayaan di sini,” tegas Clara yang selalu mengelak pada Arya.

Clara memang sering pulang malam semenjak memiliki hubungan gelap dengan atasannya, karena Rudi selalu mengajak Clara kencan setiap pulang kantor.

Bu Sukma yang risih mendengar suara debat mereka, keluar rumah dan menegur Arya. “Kamu itu kok seperti anak kecil sih, begini saja sudah marah-marah apalagi kalau jadi suami Clara? Kecuali kalau kamu bisa memberi jatah bulanan 20 juta untuk Clara, baru deh saya izinkan kamu marah-marah tidak terima kalau Clara pulang larut. Namanya juga kerja kantoran!”

Arya kemudian meminta maaf pada Bu Sukma karena telah membuat keributan di rumahnya, lalu berpamitan pulang tanpa mengindahkan Clara dengan mengepalkan jari-jari tangannya.

Arya mulai rindu dengan ketenangan saat masih bersama Hani. Mereka bahkan jarang sekali bertengkar. Arya memang terkadang malu mengajak Hani pergi, tetapi ia cukup bahagia menjalani hubungannya.

Baru juga suara langkah kaki Arya tak terdengar lagi, Clara berpamitan pada ibunya akan pergi lagi.

“Mau kemana malam-malam begini?”

Clara mencium pipi sang ibu. “Mau party sama teman-teman Clara, 2 jam aja kok, sekarang ‘kan masih jam 9.”

Terlihat mobil hitam berhenti di ujung jalan sedang menunggu Clara.

...****************...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

Razka ketahuan

2023-12-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!