Malam ini ajeng tidak keluar kamar karena kakinya masih sakit, Agung yang sesungguhnya ingin menjenguk sungkan ingin menjenguk karena Ajeng di dalam kamar.
Agung yang duduk di gazebo setelah makan malam itu tiba tiba di panggil mbok gatik,
" mas.. minta tolong?"
mendengar panggilan dari dapur agung bangkit,
" dalem mbok," jawab Agung,
" tolong antarkan makanan ini ke kamar mbak ajeng, dia belum makan kasihan.."
" lho? Kok saya mbok? Ndak enak ah mbok, masa saya masuk kamar mbak ajeng?"
" lho? Bukannya tadi siang sudah masuk?"
" tadi siang kan beda mbok.."
" apanya yang beda, sama saja.. Ayo tolong mbok, ini lho cucian piring mbok banyak..?"
Agung melihat tempat cucian piring, memang banyak cucian piring mbok gatik.
" Aduh mbok.." jarang sekali agung mengeluh,
" nggih pun.. sini.." akhirnya Agung bersedia, ia memang ingin menjenguk ajeng, tapi tetap saja ia malu jika harus masuk ke dalam kamar ajeng sendiri.
Mbok gatik mengambil nampan, menaruh nasi dan lauk pauk juga teh hangat disana,
setelah semua lengkap nampan itu di serahkan pada Agung,
" Di tunggui yo mas, kalau belum habis jangan di tinggal.." kata mbok Gatik membuat agung menghela nafas panjang,
" wes, sana.." suruh mbok Gatik,
Agung menurut, ia membawa nampan itu dengan langkah ragu ke arah kamar Ajeng.
" Tok tok tok.. Mbak Ajeng..?" agung mengetuk pintu,
" masuk, tidak di kunci.." terdengar suara ajeng dari dalam, mendengar itu Agung membuka pintu dan berjalan pelan masuk, langkahnya ragu, tidak seperti tadi siang, jika tadi siang ia sigap dan cepat, namun malam ini ia terlihat malu dan enggan.
" Saya disuruh mbok Gatik mbak, ini makanan sampean.." Agung menaruh makanan itu di meja samping tempat tidur ajeng, Agung sedikit menunduk, ia benar benar tidak berani menatap ajeng yang sedang duduk di atas tempat tidur itu.
" Mas Agung mau membantuku mengambilkannya?" tanya ajeng membuat agung akhirnya memandang ajeng yang sedang menggenakan piyama itu,
" di bantu apa mbak?"
" tolong ambilkan piringnya.." ujar ajeng,
" oh, iya.." Agung mengambil piring dan sendok, lalu menyerahkannya pada ajeng.
" Saya pergi ya mbak.." ujar Agung,
" disini saja mas Agung,"
mendengar itu agung heran,
" ada lagi yang harus saya bantu mbak?"
" apa mas agung ada kegiatan?"
" tidak mbak, paling mau merokok di gazebo.. Kenapa?"
" kalau begitu temani saya saja,"
Agung diam,
" tidak mau?"
" mau mbak," jawab agung lalu melihat sekeliling, meski tadi siang ia masuk, ia benar benar asing dengan kamar Ajeng, akhirnya matanya menemukan sofa single, letaknya di pojok kamar, agung memilih untuk duduk disitu.
Agung diam cukup lama menunggu ajeng untuk makan, ia tidak berkata apapun karena canggung,
" mas Agung senang jadi tentara?" tanya Ajeng tiba tiba,
" itu pekerjaan yang baik mbak.." jawab agung,
" aku tanya senang tidak?" tanya ajeng lagi memandangi agung serius,
" senang tentunya.." agung mengulas senyum,
" Mas sekarang gagah ya?" kata ajeng membuat agung diam,
" apa mas tetap sama?"
Agung menatap Ajeng,
" sama apanya mbak?"
" sama seperti dulu? Akan tetap diam meski di ejek dan di hina orang?"
Agung mengulas senyum kembali, ia tiba tiba ingat, dulu ia memang sering di ejek oleh teman teman ajeng saat menjemput ajeng, dan ketika dirumah, setiap anak kedua mbah kung yang bernama nurdin datang, ia tidak akan lepas dari hinaannya, rupanya Ajeng masih mengingat hal itu.
" kalau mbak ajeng yang menghina saya, saya akan tetap diam.." jawab Agung,
ajeng terdiam mendengar jawaban agung itu, suasana hening cukup lama, hingga ajeng kembali bertanya,
" kenapa kau kembali ke tempat ini mas.." tanya ajeng setelah lama diam,
" bukankan rumah ini seperti neraka bagimu?
mas harus hidup di bawah naungan mbah kung dengan sabar,
aku tau, kau selalu menahan diri untuk tidak marah terhadap apapun itu meski itu menyudutkan dan merugikanmu..
bukankan kau selalu terhina hidup di sisi kami?
kau sudah enak menjadi tentara, punya gaji yang bagus, kudengar kau juga sudah menjadi seorang perwira, lalu kenapa mas mau kembali kesini? Hidup dengan kepala tertunduk pada kami setiap saat?" imbuh ajeng.
Agung terhenyak, ia tidak menyangka ajeng akan mengatakan hal semacam itu, yah memang yang di katakan ajeng ada benarnya, tapi banyak juga salahnya.
" Kenapa mas? Apa kau tau, sejak dulu aku sedih melihatmu menahan diri,
rasanya aku ingin mendorongmu menjauh dari rumah ini karena kau begitu sabar dan santun.." ajeng masih menatap Agung.
Agung menghela nafas panjang, lalu bangkit dari duduknya, mengambil piring yang sudah kosong di tangan ajeng, lalu memberikan teh hangat pada ajeng,
" minumlah dulu mbak.." kata agung, ajeng menerimanya, meminumnya sedikit dan mengembalikannya pada Agung.
Agung mengambil nampan di atas meja itu dan berniat berjalan pergi, namun ajeng menarik lengan ujung kaos agung.
" Ini yang kubilang dengan kau selalu menunduk di hadapan kami dan menahan dirimu mas," ujar Ajeng,
" sekali kali jadilah dirimu sendiri..?" imbuh ajeng menuntut agung.
" Apa yang harus saya katakan mbak ajeng? Sementara saya merasa sudah menjadi diri saya sendiri selama disini.." jawab Agung dengan kalem, ia menaruh kembali nampan itu di meja, lalu memberanikan diri duduk disisi tempat tidur ajeng.
" Yang mbak ajeng katakan tidak sepenuhnya salah, tapi tidak juga sepenuhnya benar..
saya menghormati mbah kung, itu kewajiban bagi saya.. dan itu tidak saya buat buat..
perkara orang lain menghina saya, biarlah, yang penting mereka tidak merugikan saya..
dan masalah pekerjaan saya.. Itu tidak ada hubungannya dengan sopan santun saya di dalam rumah ini..
saya tidak pernah keberatan memanggil sampean mbak meski usia sampean lebih muda dari saya..
asal mbak ajeng tau, saya di luar dan di dalam rumah ini sama saja..
jadi jangan menganggap saya tertekan dengan sikap yang saya suguhkan..
saya sungguh menghormati keluarga ini, menghormati sampean.." jelas Agung pelan sembari menatap ajeng penuh pengertian.
" Aku bukan anak usia tiga belas tahun yang dulu kau tinggalkan mas.. Aku bisa membaca keresahan di matamu setiap menatapku? Jelaskan itu?",
mendengar itu agung diam, benarkah selama ini ada keresahan di matanya setiap menatap ajeng, kenapa ia tidak menyadarinya,
yang jelas, ia hanya merasa sedih setiap menatap ajeng, entah kesedihan macam apa itu, ia sendiripun tak tau.
Sejak dulu ia memang sudah simpatik pada ajeng kecil, dan setelah dewasa, setelah melihat ajeng menangis sampai seperti itu karena mantan pacarnya, rasa simpatik itu bertambah dan bertambah, rasa kasihan menumpuk numpuk di hatinya.
Agung tiba tiba saja mengulas senyum, menutupi perasaannya,
" keresahan saya hadir karena situasi yang sedang mbak ajeng alami..
saya tidak sengaja melihat air mata mbak ajeng setelah dua belas tahun saya tidak melihatnya.." ujar Agung.
mendengar itu ajeng yang sekarang kaget, jadi agung melihatnya menangis sambil bersimpuh di lantai waktu itu, setelah kedatangan Bayu,
oh.. Betapa malu dirinya, betapa terlihat tidak berdayanya dia karena seorang laki laki.
" jadi kau kasihan padaku?" tanya ajeng,
" kasihan? Pada mbak yang masih muda dan cantik ini? Kenapa?" agung balik bertanya,
" mbak tidak layak untuk di kasihani.."
" panggil aku ajeng,"
" saya tidak berani.." jawab agung lirih,
" saya pergi dulu, tidak baik saya lama lama disini.. Kalau butuh bantuan, panggil saya.." ujar agung cepat dan segera bangkit, tapi lagi lagi ajeng menarik ujung kaosnya.
" Aku mau keluar, ke gazebo.." ujar ajeng,
" tapi ini sudah malam?"
" aku ingin menghirup udara malam,"
Agung menghela nafas pelan,
" baiklah.." kata agung,
" permisi.." katanya mengangkat tubuh ajeng dan menggendongnya,
" tadi siang tidak permisi kenapa sekarang mas permisi?" tanya ajeng setelah tubuhnya ada dalam gendongan agung,
" saya melewatkannya karena terlalu khawatir," jawab agung sabar, lalu menggendong ajeng keluar.
Bagus yang baru saja datang menatap ajeng yang di gendong oleh agung,
" mau kemana?" tanya bagus,
" mbak ajeng minta ke gazebo mas.." jawab Agung sembari berlalu,
Mbah kung yang duduk di depan TV dan melihat agung menggendong Ajeng keluar hanya melirik saja tanpa bertanya, hal itu membuat bagus heran, apakah ia sudah tertinggal akan sesuatu? Masa sehari saja pergi keadaan dalam rumah sudah terasa berbeda, pikir Bagus lalu segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
✿⃝ᵀᴬᶠ♥︎👏𝓝𝓞𝓛𝓐𝓝👀ՇɧeeՐՏ🍻
sehari itu lama Gus😁
2024-04-19
1
Yany Zain
cerita yg nyata di dalam masyarakat sehari2, semoga tambah banyak yg suka ya thor🙂
2024-02-01
2
NaDira
Cerita yang realistis, dekat dengan kehidupan nyata, halunya ngga kebangetan 🤭
2024-01-01
1