Pagi itu semua orang berkumpul di meja makan, entah kapan Bagus datang, tau tau dia sudah keluar dari kamarnya dan duduk di kursi.
" Kau dirumah?" tanya mbah kungnya,
" Semalam pulang, kung saja yang tidak tau," jawab laki laki berkulit putih itu lalu meminum air putih yang sudah di sediakan mbok gatik,
" jam berapa?" tanya mbah kung,
" delapan, tapi langsung tidur, capek.." jawab Bagus,
" lalu kau nduk?" mbah kung beralih pada ajeng,
" jam sebelas kung.." jawab Ajeng,
" malam sekali?"
" banyak pekerjaan soalnya.." jawab Ajeng pelan,
" ya wes, mbok tik?! Panggil Agung, ajak sarapan?!"
mendengar itu mbok gatik langsung berjalan menuju kamar Agung.
" Agung siapa kung?" tanya Bagus,
mendengar nama Agung di sebutkan Ajeng tiba tiba resah, ia malu atas kelakuannya semalam.
" Agung yang dulu tinggal disini itu lho lee..!"
" lho? Bukannya dia sudah jadi tentara dan tinggal di luar jawa??" tanya Bagus, rupanya ia masih ingat betul siapa Agung, meski Agung sudah lama sekali tidak menginjak rumah ini.
" Mbah kung menyuruhnya pindah kesini, buat apa dia lama lama tinggal disana, sendirian, tidak ada keluarga.."
" jadi sekarang dia sudah pindah kesini?"
" iyo.. baru kemarin sore dia sampai kesini," beritahu mbah kung.
Tak lama kemudian datangnya sosok Agung, Bagus sempat kaget, karena tubuh yang dulu kurus sekarang terlihat berotot,
Agung memang sudah tinggi sejak remaja, tapi sepertinya ia bertambah tinggi, wajahnya bahkan terlihat lebih tegas dari pada dulu.
Bagus bangkit dari tempat duduknya,
ia memeluk Agung dengan tepukan di punggung,
" lama tidak bertemu.. Sekarang kau gagah sekali mas?" ujar Bagus yang sesungguhnya juga tidak kalah gagah, hanya saja ia kalah tinggi.
" Sampean juga mas.." jawab Agung sopan,
" Sudah berapa tahun tidak pulang kesini mas, sepuluh ya?"
" dua belas.." Agung membenarkan.
" wahh.. lama ya kita tidak bertemu berarti, ayo duduk.. Kita makan sambil berbincang.." ajak Bagus, Agung mengangguk, sementara Ajeng sedari tadi hanya diam.
" Jeng? Kau tidak menyapa mas Agung?" tanya mbah kung,
Ajeng diam, ia terlihat tidak nyaman,
" Sungeng enjing ( selamat pagi ) mbak Ajeng.. apa kabar?" Agung berinisiatif menyapa terlebih dahulu,
mendengar itu Ajeng tentu saja harus menjawab,
" baik mas Agung, mas Agung sendiri?" Ajeng mengulas senyum, entah senyum itu di paksa atau tidak, ia masih malu atas apa yang terjadi semalam, Agung pasti bisa melihat dengan jelas gaun tidurnya yang tipis itu.
Padahal Bagus sering memperingatkannya agar dia tidak keluar sembarangan dengan baju tidur, tapi Ajeng masih saja bandel, ia menganggap hal itu biasa saja karena yang ada dirumah adalah kakek dan kakak kandungnya sendiri.
" baik mbak.." jawab Agung tersenyum, ia hanya menatap Ajeng sekilas lalu mengembalikan pandangannya pada mbah kung,
" mbah kung masih suka pecel rupanya?" ujar Agung saat melihat menu di meja makan ada pecel,
" ah, itu menu wajib.." celetuk Bagus,
mendengar itu agung tertawa ringan.
" Ayo sambil makan.." mbah kung mulai mengambil nasi, begitu juga yang lain.
Setelah makan Agung dan Bagus berbincang di teras depan,
" Apa kesibukan sampean sekarang?"
" buka bengkel dan toko onderdil.."
" lho, bukannya dulu sempat kerja di perusahaan yang lumayan besar kata mbah kung? Kenapa berhenti?" tanya Agung,
" aku sempat lepas obat mas, karena kukira sudah sembuh.. lah karena sudah stabil.."
" wah kambuh lagi kalau obatnya berhenti??"
" iya e mas.." Bagus mengangguk,
" sabar.. tapi sekarang sudah lebih baik?"
" alhamdulillah, tiga tahun ini stabil, karena itu aku memutuskan untuk berhenti kerja dan membangun usahaku sendiri, yah.. tentunya di bantu mbah kakung.." jelas Bagus yang menderita depresi sejak kecil itu, ia harus selalu minum obat untuk menenangkan dirinya,
Dulu Agung sering mengantarnya periksa, bahkan Bagus sempat beberapa kali di rawat semenjak ibunya meninggal.
" Kalau mbak Ajeng, ngajar??" tanya Agung,
" ngajar apa? Cuman setahun.. Setelah itu dia malah les menjahit.."
" jadi sekarang jadi penjahit?"
" iya, alhamdulillah dia punya toko sendiri.. Membuat kebaya dan baju pengantin sendiri..
Kalau pesanan sedang ramai kadang dia menginap di toko, tidak pulang,
yah.. Hampir sama sepertiku, kalau tidak mood aku juga tidur di ruko.." jelas Bagus,
Agung mengangguk angguk,
" Banyak hal terjadi setelah sampean pergi mas.. termasuk pada Ajeng..
Aku takutnya ajeng juga tidak kuat dan depresi sepertiku,
tapi sayang.. Setiap mbah kung mengajaknya periksa dia tidak pernah mau.."
" kenapa mas curiga begitu??"
" semenjak di tinggal menikah oleh bayu dia menjadi pendiam, tidak ceria lagi.."
" lho? Di tinggal nikah??" Agung sedikit tertegun, rupanya sudah banyak hal yang ia lewatkan selama pergi.
" Tapi mbak Ajeng seperti baik baik saja..?"
" aku juga terlihat baik baik saja kan?"
mendengar itu Agung diam,
" syukurlah sampean pulang kesini mas.."
" kenapa memangnya?"
" mbah kung itu kasian.. Yang mikir Ajeng, yang mikir aku.. Kalau ada mas, mbah kung sepertinya pikirannya sedikit enteng..
sama kayak dulu, sampean membantu menjaga kami.."
" menjaga apa tho mas Bagus.. Saya cuma sopir antar jemput dan membantu mbah kung dengan segala kesibukannya di kebun.." ujar Agung,
" Huss.. mas itu sudah tak anggap bagian dari keluargaku lho mas dulu, kalau aku lagi ngamuk sampean kan yang megangin aku, sampai sampean tak pukuli.."
mendengar itu Agung tersenyum, ia memang sering kena pukul saat Bagus mengamuk,
" tapi sayang.. Sampean malag jadi tentara dan meninggalkan kami.." ujar Bagus.
Terdengar suara pintu di tutup,
" Mbok, aku pergi ya?!" tak lama suara Ajeng,
benar saja, ajeng berjalan keluar melewati Bagus dan Agung,
" aku keluar dulu mas," pamit Ajeng sembari mencium tangan bagus,
" lho, bukannya hari ini tokomu libur?" tanya Bagus,
" iya, tapi banyak bahan habis, aku mau belanja bahan kesurabaya.."
" sendiri?"
" tidak dengan mia.. Dia yang menyetir kok.."
" ya sudah kalau begitu, hati hati dijalan,"
Ajeng mengangguk, ia menatap Agung yang duduk disamping kakaknya,
" Mas Agung, monggo.." ucapnya,
" monggo mbak Ajeng.." Agung mengangguk pelan, sembari menatap perempuan itu berjalan ke arah garasi,
tak lama terlihat perempuan itu pergi mengendarai mobilnya yang berwarna putih.
" Sampean itu kan lebih tua dari kami, mbok ya berhenti memanggil kami mbak dan mas," ujar bagus setelah Ajeng pergi,
" Wah, ndak enak.. Mulai dulu kan saya sudah manggilnya begitu.." jawab Agung tenang,
" sampean tentara lho mas, apa kata orang kalau tau sikap sampean begini pada kami??"
" kenapa? yang penting di kantor saya melakukan tugas saya dengan baik, tidak ada hubungannya dirumah.."
" wibawamu mas??"
" wibawa.." ucap Agung pelan sembari tersenyum,
" wibawaku ada di mbah kakung.. Tanpa mbah kakung aku bukan apa apa.. Dan kalian berdua adalah orang kesayangan mbah kakung yang wajib di hormati..
saya tau dirilah mas bagus bagaimana harus bersikap.."
" tapi yo ndak manggil saya mas dan ajeng mbak, mas?"
" sudahlah mas Bagus.. saya ini nyaman nyaman saja kok, jadi sampean sing tenang.." ujar Agung sembari tersenyum, ia senang melihat Bagus yang dulu sakit sakitan kini sehat dan bisa berbincang dengan lancar, kalau dulu, jangankan berbincang, Bagus terus mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak mau di ajak berkomunikasi, sampai sampai membuat mbah kung hampir putus asa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
ⓃⓄⓁ👀
makin penasaran dh
2024-04-19
1
Juragan Jengqol
keren, kacang yang tidak lupa kulitnya...
2024-02-02
3
Syahrudin Denilo
lanjut bagus nih
2023-12-13
3