Tiga belas tahun lalu,
Ajeng berdiri di depan sekolah dengan seragam biru putihnya, ia sudah menunggu sekitar tiga puluh menit,
" Menunggu sopirmu Jeng?" goda salah satu kakak kelasnya yang sudah lama naksir ajeng,
" Pantas kau goda tidak merespon, sopirnya ganteng.. Sopir apa pacar sih jeng?" satu teman kelasnya menimpali, sama sama menyebalkan, karena satu geng dengan si kakak kelas.
" Kalian bisa diam tidak sih?!" Ajeng melotot dengan sikapnya yang ketus.
Tak lama mobil sedan berwarna hitam datang,
Agung yang bertubuh kurus itu terlihat keluar dan mendekati Ajeng,
" maaf mbak ajeng saya terlambat??" ujar Agung,
" Owalah mas sopir, majikanmu sudah menunggu lama itu?! Piye sih dadi sopir kok malah majikannya yang disuruh nunggu?!" suara si kakak kelas yang menyebalkan itu,
Ajeng menatap Agung, terlihat Agung hanya tersenyum,
" Mari pulang mbak Ajeng.." ajak Agung, Ajeng terlihat tidak senang, ia berjalan ke arah mobil meninggalkan Agung.
" Kenapa diam saja?!" suara Ajeng ketus saat mobil sudah berjalan,
" Maaf mbak, diam bagaimana?" tanya Agung tidak mengerti,
" kenapa diam saja saat kakak kelasku kurang ajar padamu?!"
mendengar itu Agung tiba tiba saja mengerti, raut wajah ajeng yang kesal tadi bukan karena terlalu lama menunggu, tapi karena ucapan kakak kelasnya,
" Kau bukan supirku kan mas?! Kau cuma membantu kakung menjemput dan mengantarku, aku juga bukan majikanmu, lalu kenapa kau diam saja?! Mereka hanya anak kecil, dan mas jauh lebih tua dari mereka?! Setidaknya jawablah agar mereka tidak kurang ajar padamu!
aku bosan membelamu tau?!
kenapa sih mas selalu diam saja kalau di hina orang?!"
mendengar kemarahan Ajeng, agung tetap tenang, ia terus menatap ke depan,
" Nah?! diam terus?!" kesal Ajeng,
" Saya harus bagaimana sih mbak, kan memang saya ini sopir.. Mereka tidak salah.." jawab Agung tenang,
" kata mbah kakung bukan, kami harus menganggap mu seperti kakak sendiri?!"
Agung lagi lagi diam sesaat, tapi kemudian ia berbicara,
" Ya syukurlah kalau mbak ajeng menganggap saya kakak.. Saya senang,"
Agung melirik ajeng dari kaca tengah, ia masih terlihat bersungut.
" Saya dari rumah sakit, mengantar mas Bagus, karena itu saya terlambat.." beritahu Agung,
" mas Bagus ngamuk lagi??!" sekarang nada Ajeng berubah cemas,
" nggih mbak.. Mas Bagus ngamuk lagi, kasihan.." jawab agung pada ajeng yang masih berusia dua belas tahun itu.
Suasana hening sesaat, ajeng terlihat begitu khawatir dan resah,
" Antar aku kerumah sakit," pinta ajeng pada Agung,
" jangan mbak, kondisi mas Bagus tidak stabil?"
" tapi aku ingin melihat mas Bagus?" ujar ajeng sedih, ia terdengar menangis,
" Mbak Ajeng harus kuat, mbak ajeng harus sehat.. Supaya bisa menjaga mas Bagus nanti, untuk sekarang biarkan mas Bagus menjalani pengobatan dengan baik.." nasehat Agung,
" kalau mbak ajeng sedih, nanti mbak ajeng sakit.. Malah kasihan mbah kung dan mas Bagus.." imbuh Agung.
Pemuda bertubuh kurus itu sedang mengelap mobil, ia baru saja selesai mencuci sedan kesayangan si tuan rumah.
Saat sedang sibuk mengelap, sebuah mobil masuk ke halaman, itu mobil milik Nurdin, anak kedua dari Pramono putro, laki laki yang di panggil mbah kakung oleh Agung.
" Bapak dimana?" tanya Nurdin pada mbok Gatik yang keluar untuk memberikan segelas es teh pada Agung.
" Sedang ke kebun tebu mas Nurdin.." jawab Mbok gatik sopan,
" Waduh, bapak ini susah sekali di cari!" nurdin kesal,
" katanya Bagus masuk rumah sakit jiwa lagi?!"
" inggih mas.." mbok gatik mengangguk, mbok gatik terlihat takut pada nurdin,
" anak itu merepotkan saja! lalu ajeng dimana?"
" mbak ajeng sekolah mas.." jawab mbok Gatik,
Nurdin melihat segelas es teh di tangan mbok gatik,
" mau di bawa kemana itu minuman? Ada tamu?" tanya nurdin,
" mau buat mas Agung, kasian capek habis cuci mobil.."
mendengar itu Nurdin seperti tidak senang,
" Inilah yang lama lama membuat orang kurang ajar dan tidak tau dimana tempatnya mbok!
tidak usah terlalu baik pada anak itu, anak itu cuma menumpang dan bekerja sebagai sopir atas belas kasihan bapak!
kalau semua orang baik padanya nanti dia terlena dan tidak tau diri!
dengar mbok?!" tegas Nurdin terdengar jelas oleh Agung, namun agung hanya diam dan meneruskan mengelap mobil.
" Sudah sana! Bawa masuk minuman itu!" tegas Nurdi lagi membuat mbo Gatik takut dan segera masuk.
Melihat mbok gatik masuk, nurdin berjalan mendekati Agung.
" Hentikan pekerjaanmu, antar aku ke kebun tebu!" ujar Nurdin dengan nada memerintah.
" Tapi mbak ajeng pulang sejam lagi pak dhe..?" jawab Agung,
" pak dhe! Pak dhe! aku bukan pak dhe mu!" tegas Nurdin galak,
Agung mengangguk,
" sudah! Antar aku sebentar! pakai mobil jeep! Mobilku baru saja ku cuci, di kebun debunya setumpuk!" nurdin benar benar galak pada Agung, ia kurang pintar mengemudi di jalanan yang berkelok kelok dan tidak rata, karena itu dia mengajak Agung.
" Tapi kalau sampai terlambat menjemput mbak Ajeng saya nanti di marahi mbah kung??"
" Sudah! banyak omong kau ini! antar saja! nanti aku pulang dengan bapak dan samsudin!"
Mendengar itu akhirnya agung mengangguk, ia menaruh lapnya, berjalan ke dalam untuk mengambil kunci mobil jeep.
" Kau kan sudah lulus SMA, cari kerja sana! Jangan menempel terus pada bapakku dan tinggal disini,
ku lihat kau enak enakan saja mentang mentang di sekolahkan bapak, kerja kerja sana, di pabrik atau apa, jangan menumpang terus! cari tempat tinggal sendiri dan mandiri!" ujar Nurdin pedas pada Agung saat sudah di jalan.
" Nggih pak, saya akan segera mencari kerja.." jawab agung pendek dan sopan, tak perduli di maki atau di bentak dan di rendahkan oleh nurdin berkali kali, Agung akan tetap menjawab dengan baik dan sopan.
Kenyataannya ia memang menumpang dan di sekolahkan oleh mbah kakung.
" Apa kau melamar menjadi sopir saja, kau kan pintar menyetir mulai SMA, anak yatim piatu sepertimu mau bekerja apa?" lanjut Nurdin dengan kata kata pedasnya.
" Nggih pak dhe, saya akan bicara pada mbah kung nanti, karena kalau saya bekerja di tempat lain, tidak ada yang menjemput mbak Ajeng dan mas Bagus.."
" Ah! Itu alasanmu saja supaya bisa enak enak dirumah menjadi kesayangan bapakku, kalau mau kerja ya kerja saja! kalau bicara ada bapak ya pasti tidak boleh!
kesadaran mu saja gung! Masa di sekolahkan bapak sampai SMA tidak cukup?!
atau kau memang meminta pendidikan yang lebih tinggi dari bapakku?!"
" mboten pak..( tidak pak..) saya tidak pernah mengharapkan sekolah lagi, SMA saja sudah cukup untuk saya pak.. Njenengan jangan khawatir, saya akan segera mencari kerja dan berusaha mandiri agar tidak menyulitkan mbah kung.." ujar Agung pelan, entah terbuat dari apa hati Agung, di rendahkan seperti itu dia tetap saja tenang dan fokus menyetir di jalanan yang terjal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
ⓃⓄⓁ👀
keterlaluan Nurdin.. IRIII BILAAANNNNGG BOSS😏
2024-04-19
1
Triana Mustafa
pasti onok ulere Iki...siNurdin...penyok
2024-01-31
3
afrena
punya mulut kok ngalahi pedasnya sicabe rawit berton2 sich. perdiulek ini mulutnya biar sopan.
2024-01-31
2