Bab 12

Regina menceritakan penemuannya pada beberapa penyidik lalu ikut melakukan penyelidikan sambil sesekali mencatat beberapa informasi dari Wei Lei Nei dan menyerahkan pada Shan Deo.

Shan Deo membaca laporan itu dan membelalak kaget.

"Mereka adalah buronan kota ini! Selidiki mereka!" Serunya marah sambil menyuruh beberapa orang melacak keberadaan mereka.

"Mereka adalah anak dari pengusaha yang baru terkenal dan sekarang berada di hotel X! Menurut informasi, mereka akan melangsungkan pernikahan di sana." Lapor Zen Dai.

"Dan mata-mata mengatakan, mereka memiliki banyak kecurangan. Tidak ada yang berani mengusik mereka, bahkan kepolisian sekalipun." Lanjutnya lagi.

Regina memilih diam setelah mendengar laporan dari Zen Dai, memikirkan rencana tentang penangkapan dia buronan itu.

"Aku bisa membantumu." Lei Nei angkat suara, namun tidak ada yang menoleh ke arahnya mengingat sekarang dirinya hanyalah roh tanpa raga.

Regina melirik ke arah Lei Nei sekilas lalu menatap beberapa orang yang tampak sibuk menyelidiki tentang penemuan jasad wanita malang itu sebelum membungkusnya dalam kantong mayat.

"Kalian bisa datang ke rumahku. Aku memiliki bukti-bukti yang sengaja aku simpan di rumah. Tolong lah." Lei Nei kembali bersuara, namun tidak ada yang mendengarkan kecuali Regina.

"Apa kita harus memeriksa identitas korban lalu mengunjungi kediamannya?" Tanya Regina sambil menatap tim penyidik.

"Saran yang bagus. Mungkin kita bisa menemukan petunjuknya di sana."

Lei Wei menatap Regina dengan penuh haru, rupanya gadis itu mendengarkan perkataannya.

"Kak, terimakasih."

Regina melirik gadis itu dan melemparkan senyum tipis padanya.

🐾🐾

Di sebuah unit apartemen, terlihat sepasang manusia memadu kasih. Setelah beberapa saat, mereka membaringkan tubuh di atas ranjang lalu menyelimuti tubuh polos mereka dengan selimut.

"Kita sudah berhasil menyingkirkan Wei Lei Nei. Lalu apa rencanamu, Sayang?" Tanya wanita cantik itu yang bernama Wei Yan Nia sambil memeluk tubuh kekar yang berbaring di sebelahnya.

"Tentu saja menikahimu, Sayang." Pria itu menjawab sambil menjawil hidung Lau Yen. Dia adalah Dong Zhu, pengusaha muda yang baru terjun ke dalam dunia bisnis.

"Ah~ Aku tidak sabar menanti hari pernikahan kita."

Dan tanpa disadari mereka, sesosok wanita transparan melihat adegan itu dengan tatapan kebencian. Segera sosok itu menghilang dari sana sebelum ketahuan.

Sementara itu Shan Deo dan timnya telah berhasil menemukan identifikasi jenazah wanita itu. Dia adalah anak dari seorang pengusaha yang belum terkenal bernama Wei Lei Nei, gadis cantik berusia sembilan belas tahun, keberadaannya tidak di akui oleh keluarganya.

Meninggal dengan cara tragis dan di duga pelakunya dua orang. Mereka telah mengantongi identitas pelaku berkat kemampuan Regina yang bisa merekam jejak sebelum kejadian.

Regina hanya membusungkan dadanya bangga sambil menyuap beberapa makanan yang baru pertama kali dia lihat dengan lahap namun masih terkesan anggun.

"Kita tidak menyangka menemukan bukti-bukti kejahatan dalam waktu singkat sejak Regina bergabung bersama kita." Ucap Xia Mei heboh.

"Iya! Iya! Maafkan kami yang dulu menertawakan ceritamu." Zen Dai meminta maaf pada Regina atas perkataannya waktu itu.

"Jangan dipikirkan. Lagipula aku tidak mempermasalahkan hal itu." Regina berbicara santai sambil menenggak sebuah bir.

"Sebaiknya mari kita selesaikan pekerjaan kita dan ambil bonusnya."

🐾🐾

Sepasang pasangan paruh baya membekap mulut mereka dan memasang wajah shok saat Shan Deo menyampaikan maksud kedatangan dan menyampaikan kabar kematian Wei Lei Nie. Sementara Lei Nie hanya menatap datar pasangan paruh baya itu.

"Tidak mungkin. Kalian pasti bohong, kan?!" Wei Sean menaikkan nadanya seoktaf. Lalu terdengar suara berisik di ruang tamu itu yang sukses membuat Shan Deo canggung.

Bagaimana tidak, Regina menatap, menimang atau mengelus benda-benda yang ada di sana, bahkan membuka laci-laci lalu menutupnya kembali, seperti anak kecil yang hiperaktif karena rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi.

"Maafkan teman saya, Tuan dan Nyonya. Dia memang penasaran akan sesuatu." Shan Deo meminta maaf dan mendelik ke arah Regina yang tampak membongkar laci lalu menutupnya lagi. Bahkan dia mengambil sebuah guci mahal dan menatapnya dengan bosan.

"Kak Deo, tidak ada yang menarik di sini." Regina protes sambil meletakkan kembali guci itu di tempat semula dan berjalan menghampiri Shan Deo yang tertawa canggung, sementara nyonya pemilik rumah hanya menatapnya dengan maklum dan mencibir.

"Apa kau mengambil sesuatu?" Shan Deo mencerca Regina sambil melemparkan tatapan tajam yang menusuk.

"Lalu jika aku mengambilnya, aku menyimpannya di mana? Di saku? Aku tidak bawa tas, lho." Regina menjawab sambil menggeledah sakunya dan tidak ada apa-apa. "Karena benda itu tampak indah, aku hanya memegangnya agar keindahan benda-benda itu menular padaku." Imbunya percaya diri yang membuat Shan Deo meraup wajahnya frustasi.

"Ayah tidak pernah peduli denganku. Yang menjadi prioritas nya adalah Wei Yan Nia. Bahkan mereka selalu melupakan keberadaan ku." Lei Nei mengadu di sebelah Regina dan gadis itu melayang menuju kedua orang tuanya.

"Sayangnya kami tidak berbohong. Kami membawa buktinya." Shan Deo menyerahkan sebuah amplop berisi bukti-bukti yang membuat pasangan paruh baya itu membeku.

Foto penemuan jasad Lei Nei yang memperihatinkan serta surat dari pihak rumah sakit dan kepolisian membuat keduanya terpaku tak percaya.

"Anda bisa mengambilnya di rumah sakit X." Regina menimpali sambil menatap Lei Nei yang mengambang sambil menelisik rumahnya.

"Bolehkah kami memeriksa kamar Lei Nei? Kami ingin mencari bukti-bukti untuk melancarkan penyelidikan kami." Shan Deo meminta ijin pada pasangan paruh baya itu yang saling melirik satu sama lain.

"Tentu saja." Pria paruh baya menjawab dan memanggil salah satu pelayan yang bekerja di sana.

"Ya, Tuan?" Panggil wanita paruh baya itu setelah tiba di ruang tamu.

"Antar mereka ke kamar Lie Nei."

"Baik." Pelayan itu menjawab patuh dan menatap dua detektif itu dengan hormat, "Silahkan ikuti saya, Tuan dan Nona."

"Ayo ikuti aku." Lei Nie yang transparan memberi petunjuk pada dua detektif itu.

Mereka menaiki tangga menuju lantai dua dan menuju sebuah kamar yang terletak paling pojok. Di sana tertulis nama Lei Nie dan pelayan itu membuka kamar milik nona mudanya.

"Ayo masuk!" Lie Nei mempersilahkan mereka memasuki kamarnya, meskipun tidak mendapatkan jawaban tetapi dia ingin menyambut mereka dengan ramah, mengingat Regina bisa melihat keberadaannya.

Regina dan Shan Deo melihat-lihat. Kamar luas dengan desain minimalis dan sedikit barang yang berada di dalam sana, memberi ruang yang cukup luas untuk kamar itu.

"Aku menyimpannya di sini." Gadis itu menunjuk sesuatu membuat Regina tertarik. Sementara Shan Deo memeriksa kamar itu dengan cermat.

Setelah selesai memeriksa kamar Lie Nei, keduanya memutuskan pamit pulang pada pasangan paruh baya itu. Saat hendak menuju mobil, mereka berpapasan dengan Yan Nia yang baru saja datang.

"Yan Nia bajingan!" Lie Nei berteriak histeris dan menembus tubuh wanita itu, sementara Yan Nia merasa tubuhnya dingin dan meremang.

"Sayang, kau sudah pulang?"

Mengabaikan keluarga Wei yang bercengkrama, Shan Deo dan Regina meninggalkan tempat itu.

"Kenapa tidak menangkapnya?" Shan Deo dan Lei Nei bertanya bersama dengan nada berbeda, Shan Deo dengan penasaran dan Lei Wei tak terima.

"Belum saatnya menangkap mereka. Bisa jadi bulan mereka pelakunya. Lagipula aku masih perlu mencari beberapa bukti akurat untuk memancing." Regina tersenyum miring sambil memamerkan ponselnya.

🐾🐾

"Siapa mereka, Bu?" Yan Nia bertanya penasaran sambil memasang wajah cemas.

"Mereka dari pihak kepolisian yang membawa kabar kematian Lei Nie. Entah bagaimana mereka bisa menemukan jasad anak sialan itu." Ibunya, Nyonya Tia Anra menjawab cemas sekaligus kesal.

"Jangan khawatir, Bu. Aku dan kak Zhu sudah menghilangkan bukti dan menghapus jejak pembunuhan anak itu, jadi mereka tidak bisa menemukan bukti-bukti itu." Yan Nia menghibur ibunya.

"Tapi masalahnya dia tadi memeriksa kamar anak itu, Nia. Ibu khawatir mereka menemukan banyak bukti di sana."

"Tenang saja, Bu. Aku akan menghubungi kak Zhu." Yan Nia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang dengan cemas.

Tanpa mereka sadari, sebuah cahaya merah kecil terletak di sudut ruangan menyala dan seseorang di seberang sana menyeringai senang.

"Wah~ Aku dapat 'ikan' besar! Kak Deo, hubungi komandan dan tangkap mereka!" Regina berseru senang sambil menepuk pundak Shan Deo kencang, membuat pria malang yang sedang menyeruput teh tersedak.

'Uhuk! 'Uhuk!'

"Apa yang kau katakan?" Shan Deo bertanya dengan kesal.

Regina menunjukkan laptopnya dan melihat beberapa orang tengah berkumpul di sebuah ruangan sambil membahas sesuatu.

Segera Shan Deo menghubungi Lui Ahin, lalu mengirimkan beberapa bukti yang berhasil di dapatkan oleh Regina. Mereka segera meluncur ke kediaman Wei dan menggrebek keluarga yang tengah merencanakan sesuatu.

"Jangan bergerak! Kalian dituduh sebagai pembunuh nona Lie Nei!"

"Jangan bercanda, kami tidak melakukan itu! Atas dasar apa kalian menuduh kami?!" Nyonya Tia Anra menjawab dengan tegas meskipun sedikit ketakutan.

Lui Ahin menyodorkan sebuah bukti-bukti berkaitan dengan perencanaan pembunuhan serta beberapa bukti kejahatan lainnya.

"Bohong! Itu tidak benar!"

Regina segera membuka sebuah laci dan mengambil kamera tersembunyi berukuran kecil yang tergeletak di atas meja.

"Ka-kamu? Sejak kapan?" Yan Nia bertanya dengan gemetar.

"Tentu saja sejak tadi. Meskipun aku penasaran dengan benda-benda mewah ini, juga meletakkan beberapa kamera kecil dan perekam suara di tempat ini, bahkan di kamar mandi sekalipun." Regina menjawab dengan santai dan menyerahkannya pada Shan Deo.

Ah, mereka mendadak pucat. Bukankah tadi Regina mengobrak-abrik ruangan itu?

Seakan menebak isi pikiran mereka, Regina menepuk tangannya dan menjawa dengan riang.

'Prol'

"Tepat sekali! Saat aku mengobrak-abrik tempat ini dan memasukkan kamera ini di setiap sudut."

"Regina, diam." Tegur Lui Ahin agar gadis itu tidak lagi melanjutkan kata-katanya.

"Sialan kau!"

"Bawa mereka ke kantor polisi dan interogasi mereka!" Lui Ahin memberi perintah.

"Siap, Komandan!"

"Terimakasih sudah membantuku." Lei Nie menatap Regina dengan tulus dan tersenyum manis saat melihat beberapa orang kini menjadi handle berita utama yang menggegerkan kota Dyrhan.

Regina hanya tersenyum, tidak membalasnya. Khawatir beberapa orang akan menyebutnya sebagai orang gila. Tubuh Lie Nei perlahan memudar dan terbang menuju langit sebelum akhirnya pecah menjadi serpihan cahaya.

Terpopuler

Comments

Sri Rahayu

Sri Rahayu

lanjut thor

2023-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!