Ghibran dan Aisha pulang ke rumah gadis itu. Para pelayat sudah meninggalkan rumah duka. Dia langsung masuk ke kamar dan kembali menangis.
Ghibran membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk. Melihat pintu yang terbuka, pria itu masuk tanpa mengetuknya.
"Kamu belum makan dari lagi. Aku suapin makannya?" tanya Ghibran.
Aisha menghapus air matanya. Memandangi Ghibran dengan wajah sendu. Lalu menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak lapar, Mas. Terima kasih atas semua bantuanmu, Mas. Sekarang Mas bisa pulang. Pasti capek dari pagi mengurus pemakaman ibuku. Maaf, karena aku banyak merepotkan," ucap Aisha pelan.
"Aisha, aku ini suami kamu. Kenapa mengusirku? Aku ingin berada di samping kamu. Aku akan temani kamu," jawab Ghibran.
Aisha menatap dengan wajah keheranan. Dia lupa jika tadi menikah dengan Ghibran. Setelah menyadari itu, dia langsung memeluk suaminya. Kembali tangisnya pecah.
Ghibran mengusap punggung sang istri untuk memberikan ketenangan. Dia membalas pelukan Aisha dengan erat. Jika kesedihan yang wanita itu rasakan bisa dibagi, dia akan siap menerimanya. Hatinya juga sakit mendengar tangisan pilu sang istri.
"Terima kasih, Mas. Terima kasih karena mau menerima aku apa adanya. Terima kasih karena mau denganku yang penuh dosa ini, terima kasih ...."
Ucapan Aisha terpotong karena Ghibran menutup mulutnya. Dia menangkup wajah wanita itu dengan kedua tangannya. Mengecup pelan matanya yang basah karena air mata.
Aisha jadi terdiam terpaku. Ini bukan pertama kali dia disentuh pria. Lebih dari itu pernah dilakukan dengan Ikhbar, tapi sentuhan yang diberikan Ghibran dengan lembut mampu menggetarkan hatinya.
"Jangan berterima kasih begitu banyak. Aku takut kamu nanti kecewa setelah mengenalku. Aku takut tidak bisa membahagiakan kamu seperti yang kamu impikan. Namun, aku janji akan berusaha menjadi suami yang kamu inginkan," ucap Ghibran. Dia lalu mengecup bibir ranum Aisha dengan lembut.
Aisha memeluk Ghibran kembali. Dia merasakan kebahagiaan yang tidak terlukiskan. Mungkin benar, dibalik setiap musibah pasti ada hikmahnya. Namun, Aisha sedih karena tidak bisa berbagi kebahagiaan dengan bundanya.
"Aku mau kamu makan. Walau sedikit. Aku tak mau kamu sakit," ucap Ghibran. Dia mengambil nasi yang tadi dia letakan di atas meja samping tempat tidur sang istri.
Dengan telaten dia menyuapi Aisha. Setengah piring telah masuk ke perut sang istri.
"Mas, sudah. Aku kenyang," tolak Aisha.
"Baiklah. Tapi kalau nanti lapar, kamu bilang saja. Biar aku ambilkan lagi," ucap Ghibran.
Ghibran menghabiskan sisa makanan di piring. Aisha melihat tanpa kedip. Dia tidak menyangka jika pria itu mau makan sisanya. Air mata kembali menetes dari matanya. Antara sedih dan bahagia yang kini dia rasakan.
Ghibran menghentikan suapannya melihat sang istri menangis. Dia lalu menghapus air mata di pipi Aisha.
"Jangan menangis lagi, Sayang. Ikhlaskan kepergian ibu agar dia tenang di sana. Apa kamu pikir ibu tidak akan sedih jika melihat kamu begini?" tanya Ghibran.
Aisha terdiam tanpa kata mendengar Ghibran memanggil dirinya dengan kata Sayang. Dengan lembut kembali sang suami menghapus air matanya.
"Sekarang istirahatlah. Kamu pasti capek. Habis magrib nanti temanku datang untuk takziah," ucap Ghibran.
"Mas Ghibran juga pasti capek. Apa Mas tidak sekalian istirahat juga?" tanya Aisha.
"Nanti saja aku istirahatnya. Aku takut ketiduran jika istirahat berdua kamu," canda Ghibran.
Ghibran sengaja becanda agar sang istri tersenyum. Seperti harapannya, Aisha tersipu malu dan menundukan kepalanya. Wanita itu merasa seperti baru mengenal pria. Dia lupa pernah begitu dekat dengan Ikhbar.
Ghibran tersenyum kembali. Dia mengacak rambut sang istri sebelum akhirnya berdiri.
"Aku tinggal sebentar. Kamu tidurlah!" ucap Ghibran.
Aisha menganggukan kepalanya tanda setuju. Dia lalu membaringkan tubuhnya. Ghibran keluar dari kamar. Dia menutup pintu kamar itu. Pria itu menghubungi seseorang, memesan makanan untuk takziah nanti malam.
Setelah menghubungi semuanya dan merasa tidak ada lagi yang perlu dia urus, Ghibran masuk ke kamar. Di sini Aisha belum banyak mengenal para tetangga, sehingga tidak ada lagi yang melayat. Namun, ada seorang ibu-ibu yang menunggu di luar. Siapa tahu ada yang melayat. Ibu itu memang di bayar Ghibran untuk membantu selama Aisha berduka.
Ghibran mendekati ranjang. Di lihatnya sang istri tertidur dengan lelapnya. Dia mengecup dahi Aisha. Entah mengapa, walau baru mengenal gadis itu, rasa sayangnya begitu besar.
Aisha membuka matanya. Terkejut mendapati wajah Ghibran yang begitu dekat dengan mukanya. Pria itu memberikan senyuman termanisnya.
"Mas, kenapa ada dikamarku?" tanya Aisha dengan wajah yang masih terkejut.
"Pasti lupa lagi kalau aku ini suami kamu?" tanya Ghibran dengan wajah cemberut.
Aisha memukul dahinya. Dia membalas senyuman Ghibran dengan malu. Pria itu langsung mengecup bibir ranumnya. Membuat wajah wanita itu memerah karena malu.
"Mandilah. Sebentar lagi waktunya magrib. Kita solat di rumah saja hari ini. Aku jadi imammu. Setelah kamu mandi, baru giliranku. Atau kita mandi bareng saja?" tanya Ghibran, dia ingin menggoda sang istri.
"Mas, kamu ngomong apa?" Aisha balik bertanya dengan wajah yang memerah seperti tomat. Jika saja wanita itu tidak dalam suasana berkabung, pasti Ghibran akan memakannya.
"Emang kenapa, Sayang? Biasa saja 'kan kalau suami istri mandi bareng?" Bukannya menjawab pertanyaan Aisha dia justru balik bertanya.
Aisha bangun dan menatap Ghibran dengan cemberut. Dia selalu saja menggoda. Tapi Aisah senang karena dia tahu, Ghibran melakukan itu hanya untuk menghiburnya.
"Aku mandi dulu, setelah itu baru Mas Ghibran. Apa baju Mas ada?" tanya Aisha.
"Itu ...." Ghibran menunjuk koper di sudut kamar. Tadi Ibunya menitipkan baju itu pada salah satu temannya.
Aisha turun dari ranjang. Awalnya wanita itu ingin membuka pakaian di kamar mandi saja. Tapi dia ingat, kenapa malu, bukankah Ghibran telah sah menjadi suaminya.
Dengan perlahan wanita itu membuka satu persatu kain yang melekat di tubuhnya. Masih ada rasa malu pada pria itu. Sehingga Aisha langsung menutup tubuhnya dengan handuk. Rambutnya panjang terurai, sangat indah. Ghibran memandangi tanpa kedip.
Aisha langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Setengah jam, dia keluar dengan rambut basah dan tubuh yang telah wangi.
"Mas, mandilah!" ucap Aisha, membuat Ghibran tersadar dari lamunan.
Ghibran tersenyum dan langsung masuk kamar. Dia tidak mau tergoda jika terus memandangi tubuh indah sang istri. Setelah berpakaian rapi, Ghibran keluar dari kamar mandi. Dia tidak melihat sang istri.
Ghibran keluar dari kamar, ingin mencari keberadaan sang istri. Melihat pintu kamar ibunya Aisha yang terbuka, dia mengintip. Dilihatnya wanita itu memeluk baju sang ibu sambil menangis.
"Sayang, aku tidak tahu cara apa lagi untuk menghilangkan kesedihanmu. Aku tahu ini pasti berat bagimu. Semoga kamu bisa ikhlas dan sabar menghadapi cobaan ini," ucap Ghibran.
Ghibran membiarkan sang istri meluapkan kesedihannya. Dia kembali ke kamar. Saat azan magrib berkumandang, Aisha kembali ke kamar. Mereka melaksanakan solat berjamaah. Baru saja habis membaca doa, terdengar suara orang mengucapkan salam.
"Biar aku saja yang temui tamu. Kamu bersiap saja. Sebentar lagi akan banyak para pelayat datang buat takziah. Itu pasti salah satu temanku juga," ucap Ghibran.
"Ya, Mas."
Ghibran keluar dari kamar. Ingin melihat siapa tamu yang telah datang. Saat dia mendekati tamu itu, pria itu sangat terkejut.
"Annisa ...."
"Kak Ghibran ...," ucap Annisa tidak kalah terkejutnya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
nah kenal juga
2024-04-20
1
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
𝚖𝚊𝚜𝚊 𝚕𝚊𝚕𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚐𝚒𝚋𝚛𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚑? 𝚖𝚗𝚝𝚊𝚗 𝚐𝚝
2024-03-22
0
revinurinsani
aaaaa kiw kiw mas Gibran ko si swee ya
2023-12-22
0