ASA YANG MEMUDAR
Sami melirik jam yang ada di pergelangan tangan. Baru jam tiga sore. Ia sudah merasa bosan. Semua laporan dan dokumen yang telah dikirim oleh Riki sebagai asisten pribadi sudah ia selesaikan sedari tadi. Sami bisa saja pulang lebih awal namun hari ini rasanya enggan sekali. Ia sudah tak betah lagi berada di rumah lebih lama. Tak ada yang bisa membuat Sami tertarik untuk berduaan dengan sang istri. Naya tak lagi sehangat dulu. Wanita itu sudah dingin. Ia tak lagi mampu menghangatkan ranjang suami.
"Ki.."
"Ya bos." Sang asisten menyahut cepat dari ujung telepon.
"Saya balik dulu."
"Anda pulang sekarang bos?" Tanya Riki dengan agak sedikit heran. Tidak biasanya si bos pulang secepat ini. Ada apa ya??
"Iya." Sami menjawab singkat.
"Boleh saya tahu kemana anda pergi bos?" Pertanyaan itu membuat alis Sami naik sebelah. Sejak kapan asistennya itu menanyakan kemana ia pergi.
"Kamu mau menguntit? Apa kau istriku??" Sami bertanya tanpa menahan kesal.
"Itu pesan dari istri anda bos. Terpaksa saya nanya. Kalau beliau nanti menghubungi, saya mau jawab gimana bos?" Riki memberi alasan. Sami memijit kening yang mulai berdenyut.
"Kamu bilang aja saya masih ada urusan di luar. Jangan pake ribet, Ki." Sami mulai meluapkan kesal. Bukan pada sekretarisnya tapi pada Naya. Wanita yang telah dinikahi lebih dari satu dasawarsa itu. Sikap dinginnya yang membuat Sami jadi enggan untuk pulang lebih cepat.
"Oke bos." Riki menjawab dengan mantap.
Sami menghela nafas panjang. Istrinya selalu menanyakan keberadaanya pada Riki. Seolah peduli dan membutuhkannya. Fakta bagaimana?? Wanita itu tidak benar-benar butuh Sami. Ia hanya melayani sekenanya saja. Saat Sami sedang dalam puncak gairah, Naya justru melayani dengan acuh. Tanpa gairah. Seolah tak butuh dan tidak menikmati permainan ranjang mereka. Apa nikmatnya?? Tak ada. Sami hampa. Seperti menggumuli patung.
Sami meraih kunci mobil. Ia suntuk sekali dan ini masih sore. Belum saatnya untuk pulang. Terlalu dini untuk melihat muka datar Naya. Sami tidak mau membuang banyak waktunya di rumah hanya untuk melihat wajah datar milik istrinya.
Sami melesat menuju Star Kafe.
Bunyi dentuman khas ruangan untuk dunia gemerlap langsung serasa memecah gendang telinga. Silau kerlipan lampu warna-warni dengan suasana remang-remang langsung menyapa penglihatan. Meskipun masih sore namun di dalam ruangan ini sudah berasa malam. Sami menyapu pandangannya ke sekeliling. Mencari-cari satu sosok familiar yang biasa ia temui saat ada disini. Kafe ini baru buka beberapa bulan terakhir. Ini kali ketiga Sami kesini datang tanpa pemberitahuan lebih dulu pada manager Kafe yang juga sekaligus teman lama.
"Hei Sam." Sebuah tepukan mendarat di pundak Sami dari arah belakang. Sami sedikit terkejut mendapat tepukan yang tiba-tiba itu.
"Lu dateng lagi?? Tumben. Ini kan masih sore." Kemal menyapa ramah. Si manager Kafe.
"Bikin kaget aja lu." Ujar Sami setengah kesal. Kemal langsung terbahak.
"Di tempat berisik kayak gini masih aja lu kaget. Ngelamun??"
"Basi lu Mal. lu pikir gue mak-mak." Sewotnya Sami. Kemal kembali terbahak. Kali ini lebih keras. Pria itu sampai terpingkal-pingkal.
"Lu lucu juga Sam. Oh ya lu sendirian?"
"Hmm. Gue bete banget nih." Sami mendesah. Raut muka tampan itu langsung berubah sendu. Memancing senyum Kemal mengembang lebih lebar.
"Gue ada stok baru. Lu mau nggak? Baru dateng tadi siang. Ini shift pertamanya. Lu minat?" Kemal memberi tahu dengan setengah berbisik. Seolah takut ada yang mencuri dengar.
"Boleh deh. Gue liat dulu. Minimal nemenin gue karaoke. Gue mumet."
"Terserah lu. Yuk gue anter. C'mon." Ajak Kemal. Ia mendahului Sami tanpa basa-basi. Sami mengekori dengan santai. Mereka menyusuri koridor kafe dengan jalur khusus VIP. Bukan hal yang baru bagi Sami untuk mendapatkan service istimewa kemanapun ia pergi. Ia bukan pelanggan biasa tapi anggota VVIP. Uang mempermudah segalanya. Itu salah satu kelebihan yang dimiliki Sami. Sesuatu yang paling banyak diinginkan oleh semua khalayak. Tampan, muda dan tajir melintir.
"Lu tunggu aja di dalem. Bentar lagi doi nyusul. Oke." Ujar Kemal dengan gaya khasnya. Sami mengangguk paham. Ia melangkah masuk. Pintu ruangan langsung tertutup dengan otomatis. Terdengar suara musik yang cukup lembut. Sami duduk dengan santai sambil bersandar. Melirik sekilas arloji di tangan kiri. Ashar sudah lewat. Artinya ia bisa menghabiskan waktu disini lebih lama. Makin lama makin bagus. Ia enggan pulang ke rumah lebih cepat.
Sami menghela nafas panjang. Tak lama pintu terkuak. Sesosok tubuh tinggi dan langsing melangkah masuk dengan langkah pelan. Seperti agak meragu. Sami belum bisa melihat wajah itu dengan jelas. Saat ia mendekat, Sami tertegun. Wajah ayu itu nampak begitu polos dengan pulasan make up tipis yang nyaris tidak begitu jelas. Gadis itu memandangi Sami dengan agak takut.
"Selamat malem pak." Suara lembut itu terdengar agak tergetar. Apa ia takut?? Sami menatap wajah gadis itu dengan lebih intens.
"Kamu bilang apa barusan?" Tanya Sami. Ia kurang suka dengan panggilan yang baru saja keluar dari mulut gadis itu.
"Maaf pak."
"Nah itu kamu ulangi lagi. Gimana sih?" Sami kembali protes. Ia berdecak kesal. Apa gadis manis ini nervous atau bagaimana?? Sudah jelas-jelas baru saja diprotes, ia masih saja mengulang panggilan yang membuat Sami alergi. Seolah ia sudah terlalu tua untuk pria seumurannya. Sami menghela nafas. Ia belum setua itu. Masih tiga puluh tahun ini.
"Terus saya harus manggil anda gimana? Mas?" Akhirnya ia mulai bersuara tapi masih dengan nada tergetar. Meski tidak separah diawal.
"Apa aku kelihatan setua itu?" Sami bersedekap dada. Menatap gadis ayu dengan mata bulat dan hidung mungilnya yang bangir. Entah kenapa Sami merasa tergetar saat menatap manik mata indah dari gadis manis itu. Sosok yang ditatap masih diam berdiri sambil memegangi sebelah lengannya. Seperti tak tahu harus berbuat apa. Lugu sekali.
"Nggak kok mas. Maaf." Ujarnya dengan nada sendu. Membuat Sami mengulum senyum.
"Nama kamu?"
"Jiji mas."
"Siapa?" Sami seperti salah mendengar.
"Ah maaf. Jihan mas." Tukasnya cepat. Baru tersadar ia salah berucap. Diam-diam Jihan merutuki kebodohannya. Sudah kebiasaan ia menyebut nama kecilnya. Ia jadi grogi karena ini pertama kalinya ia bekerja di club malam seperti ini.Ia belum terbiasa.
"Kamu bisa apa, Jihan?" Tanya Sami setelah mengetahui nama gadis manis berlesung pipi itu. Ada tahi lalat kecil di ujung bawah bibir. Menambah daya tarik gadis yang tampak masih canggung di mata Sami.
"Ya mas, maksudnya?" Jihan agak terkesiap mendengar pertanyaan dari pria yang duduk manis di hadapannya. Ia tidak mengerti apa maksud pria tegap yang punya tampang dingin ini. Mata elangnya seakan menyiratkan betapa dingin hati pria itu. Apa yang ia ingin Jihan lakukan? Jangan katakan??? Alamak. Jihan tiba-tiba meremang. Ia begidik ngeri.
"Saya tanya kamu bisa apa? Kamu bisa nyanyi? joget atau salto mungkin. Saya mau lihat?"
Pertanyaan ulang Sami lantas membuat gadis itu mengulum senyum. Salto?? Ia bernafas lega begitu mendengar kalimat yang berisi sedikit guyonan. Lelaki dengan tampang dingin itu bisa bercanda juga ternyata.
"Kamu tersenyum?"
"Hmm nggak boleh ya mas?"
"Nggak capek berdiri terus dari tadi?" Akhirnya Sami tersenyum juga melihat kikuknya gadis manis itu. Ia seperti menjaga jarak dari Sami. Tidak seperti gadis LC pada umumnya. Suka agresif bahkan pada pertemuan pertama. Entah kenapa Jihan berbeda. Gadis itu seperti tidak terpesona dengan wajah tampannya. Sami seperti menghadapi anak magang yang baru saja di terima bekerja di kantor. Apa memang Jihan sekaku itu??
"Saya bisa nyanyi mas tapi tergantung lagunya sih." Ia menjawab dengan kalem.
"Oke. Kalo gitu gimana kalo kita duet??"
"Eh....ya..apa?????"
*******TBC******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Alikha
lanjut k'
👍👍👍👍
2023-10-06
1
warni_aulia
aku follow yaaa🤓
2023-10-02
1
Alfan
jangan lupa untuk mampir di karya ku ya terimakasih 🙏🤗
2023-10-02
1