Sami melirik jam yang ada di pergelangan tangan. Baru jam tiga sore. Ia sudah merasa bosan. Semua laporan dan dokumen yang telah dikirim oleh Riki sebagai asisten pribadi sudah ia selesaikan sedari tadi. Sami bisa saja pulang lebih awal namun hari ini rasanya enggan sekali. Ia sudah tak betah lagi berada di rumah lebih lama. Tak ada yang bisa membuat Sami tertarik untuk berduaan dengan sang istri. Naya tak lagi sehangat dulu. Wanita itu sudah dingin. Ia tak lagi mampu menghangatkan ranjang suami.
"Ki.."
"Ya bos." Sang asisten menyahut cepat dari ujung telepon.
"Saya balik dulu."
"Anda pulang sekarang bos?" Tanya Riki dengan agak sedikit heran. Tidak biasanya si bos pulang secepat ini. Ada apa ya??
"Iya." Sami menjawab singkat.
"Boleh saya tahu kemana anda pergi bos?" Pertanyaan itu membuat alis Sami naik sebelah. Sejak kapan asistennya itu menanyakan kemana ia pergi.
"Kamu mau menguntit? Apa kau istriku??" Sami bertanya tanpa menahan kesal.
"Itu pesan dari istri anda bos. Terpaksa saya nanya. Kalau beliau nanti menghubungi, saya mau jawab gimana bos?" Riki memberi alasan. Sami memijit kening yang mulai berdenyut.
"Kamu bilang aja saya masih ada urusan di luar. Jangan pake ribet, Ki." Sami mulai meluapkan kesal. Bukan pada sekretarisnya tapi pada Naya. Wanita yang telah dinikahi lebih dari satu dasawarsa itu. Sikap dinginnya yang membuat Sami jadi enggan untuk pulang lebih cepat.
"Oke bos." Riki menjawab dengan mantap.
Sami menghela nafas panjang. Istrinya selalu menanyakan keberadaanya pada Riki. Seolah peduli dan membutuhkannya. Fakta bagaimana?? Wanita itu tidak benar-benar butuh Sami. Ia hanya melayani sekenanya saja. Saat Sami sedang dalam puncak gairah, Naya justru melayani dengan acuh. Tanpa gairah. Seolah tak butuh dan tidak menikmati permainan ranjang mereka. Apa nikmatnya?? Tak ada. Sami hampa. Seperti menggumuli patung.
Sami meraih kunci mobil. Ia suntuk sekali dan ini masih sore. Belum saatnya untuk pulang. Terlalu dini untuk melihat muka datar Naya. Sami tidak mau membuang banyak waktunya di rumah hanya untuk melihat wajah datar milik istrinya.
Sami melesat menuju Star Kafe.
Bunyi dentuman khas ruangan untuk dunia gemerlap langsung serasa memecah gendang telinga. Silau kerlipan lampu warna-warni dengan suasana remang-remang langsung menyapa penglihatan. Meskipun masih sore namun di dalam ruangan ini sudah berasa malam. Sami menyapu pandangannya ke sekeliling. Mencari-cari satu sosok familiar yang biasa ia temui saat ada disini. Kafe ini baru buka beberapa bulan terakhir. Ini kali ketiga Sami kesini datang tanpa pemberitahuan lebih dulu pada manager Kafe yang juga sekaligus teman lama.
"Hei Sam." Sebuah tepukan mendarat di pundak Sami dari arah belakang. Sami sedikit terkejut mendapat tepukan yang tiba-tiba itu.
"Lu dateng lagi?? Tumben. Ini kan masih sore." Kemal menyapa ramah. Si manager Kafe.
"Bikin kaget aja lu." Ujar Sami setengah kesal. Kemal langsung terbahak.
"Di tempat berisik kayak gini masih aja lu kaget. Ngelamun??"
"Basi lu Mal. lu pikir gue mak-mak." Sewotnya Sami. Kemal kembali terbahak. Kali ini lebih keras. Pria itu sampai terpingkal-pingkal.
"Lu lucu juga Sam. Oh ya lu sendirian?"
"Hmm. Gue bete banget nih." Sami mendesah. Raut muka tampan itu langsung berubah sendu. Memancing senyum Kemal mengembang lebih lebar.
"Gue ada stok baru. Lu mau nggak? Baru dateng tadi siang. Ini shift pertamanya. Lu minat?" Kemal memberi tahu dengan setengah berbisik. Seolah takut ada yang mencuri dengar.
"Boleh deh. Gue liat dulu. Minimal nemenin gue karaoke. Gue mumet."
"Terserah lu. Yuk gue anter. C'mon." Ajak Kemal. Ia mendahului Sami tanpa basa-basi. Sami mengekori dengan santai. Mereka menyusuri koridor kafe dengan jalur khusus VIP. Bukan hal yang baru bagi Sami untuk mendapatkan service istimewa kemanapun ia pergi. Ia bukan pelanggan biasa tapi anggota VVIP. Uang mempermudah segalanya. Itu salah satu kelebihan yang dimiliki Sami. Sesuatu yang paling banyak diinginkan oleh semua khalayak. Tampan, muda dan tajir melintir.
"Lu tunggu aja di dalem. Bentar lagi doi nyusul. Oke." Ujar Kemal dengan gaya khasnya. Sami mengangguk paham. Ia melangkah masuk. Pintu ruangan langsung tertutup dengan otomatis. Terdengar suara musik yang cukup lembut. Sami duduk dengan santai sambil bersandar. Melirik sekilas arloji di tangan kiri. Ashar sudah lewat. Artinya ia bisa menghabiskan waktu disini lebih lama. Makin lama makin bagus. Ia enggan pulang ke rumah lebih cepat.
Sami menghela nafas panjang. Tak lama pintu terkuak. Sesosok tubuh tinggi dan langsing melangkah masuk dengan langkah pelan. Seperti agak meragu. Sami belum bisa melihat wajah itu dengan jelas. Saat ia mendekat, Sami tertegun. Wajah ayu itu nampak begitu polos dengan pulasan make up tipis yang nyaris tidak begitu jelas. Gadis itu memandangi Sami dengan agak takut.
"Selamat malem pak." Suara lembut itu terdengar agak tergetar. Apa ia takut?? Sami menatap wajah gadis itu dengan lebih intens.
"Kamu bilang apa barusan?" Tanya Sami. Ia kurang suka dengan panggilan yang baru saja keluar dari mulut gadis itu.
"Maaf pak."
"Nah itu kamu ulangi lagi. Gimana sih?" Sami kembali protes. Ia berdecak kesal. Apa gadis manis ini nervous atau bagaimana?? Sudah jelas-jelas baru saja diprotes, ia masih saja mengulang panggilan yang membuat Sami alergi. Seolah ia sudah terlalu tua untuk pria seumurannya. Sami menghela nafas. Ia belum setua itu. Masih tiga puluh tahun ini.
"Terus saya harus manggil anda gimana? Mas?" Akhirnya ia mulai bersuara tapi masih dengan nada tergetar. Meski tidak separah diawal.
"Apa aku kelihatan setua itu?" Sami bersedekap dada. Menatap gadis ayu dengan mata bulat dan hidung mungilnya yang bangir. Entah kenapa Sami merasa tergetar saat menatap manik mata indah dari gadis manis itu. Sosok yang ditatap masih diam berdiri sambil memegangi sebelah lengannya. Seperti tak tahu harus berbuat apa. Lugu sekali.
"Nggak kok mas. Maaf." Ujarnya dengan nada sendu. Membuat Sami mengulum senyum.
"Nama kamu?"
"Jiji mas."
"Siapa?" Sami seperti salah mendengar.
"Ah maaf. Jihan mas." Tukasnya cepat. Baru tersadar ia salah berucap. Diam-diam Jihan merutuki kebodohannya. Sudah kebiasaan ia menyebut nama kecilnya. Ia jadi grogi karena ini pertama kalinya ia bekerja di club malam seperti ini.Ia belum terbiasa.
"Kamu bisa apa, Jihan?" Tanya Sami setelah mengetahui nama gadis manis berlesung pipi itu. Ada tahi lalat kecil di ujung bawah bibir. Menambah daya tarik gadis yang tampak masih canggung di mata Sami.
"Ya mas, maksudnya?" Jihan agak terkesiap mendengar pertanyaan dari pria yang duduk manis di hadapannya. Ia tidak mengerti apa maksud pria tegap yang punya tampang dingin ini. Mata elangnya seakan menyiratkan betapa dingin hati pria itu. Apa yang ia ingin Jihan lakukan? Jangan katakan??? Alamak. Jihan tiba-tiba meremang. Ia begidik ngeri.
"Saya tanya kamu bisa apa? Kamu bisa nyanyi? joget atau salto mungkin. Saya mau lihat?"
Pertanyaan ulang Sami lantas membuat gadis itu mengulum senyum. Salto?? Ia bernafas lega begitu mendengar kalimat yang berisi sedikit guyonan. Lelaki dengan tampang dingin itu bisa bercanda juga ternyata.
"Kamu tersenyum?"
"Hmm nggak boleh ya mas?"
"Nggak capek berdiri terus dari tadi?" Akhirnya Sami tersenyum juga melihat kikuknya gadis manis itu. Ia seperti menjaga jarak dari Sami. Tidak seperti gadis LC pada umumnya. Suka agresif bahkan pada pertemuan pertama. Entah kenapa Jihan berbeda. Gadis itu seperti tidak terpesona dengan wajah tampannya. Sami seperti menghadapi anak magang yang baru saja di terima bekerja di kantor. Apa memang Jihan sekaku itu??
"Saya bisa nyanyi mas tapi tergantung lagunya sih." Ia menjawab dengan kalem.
"Oke. Kalo gitu gimana kalo kita duet??"
"Eh....ya..apa?????"
*******TBC******
"Kamu bilang bisa nyanyi kan? Ayo kita duet?" Ajak Sami tanpa basa-basi. Jihan langsung termangu. Seperti berfikir sejenak. Seolah meragu. Lalu ia tersenyum.
"Bukannya nggak mau mas tapi kita belum ada chemistry." Jihan menolak dengan halus. Apa kata gadis ini barusan? Belum ada Chemistry?? Membuat Sami langsung terbahak. Jihan agak mengernyit heran.
"Chemistry kamu bilang?"
"Ya mas??" Jihan menatap dengan pandangan heran bercampur geli saat memandangi wajah tampan Sami yang kini tertawa lebar. Tak menyangka wajah dingin itu akhirnya bisa tertawa juga. Kemana wajah kaku yang beberapa menit lalu menatap Jihan dengan mata elang itu??
"Jadi nggak cuman pacaran aja ya? Duet juga harus pake chemistry? Gitu?" Sami masih terpingkal. Lucunya gadis ini.
"Kenapa mas jadi terbahak?"
"Kamu lucu." Sami mulai menghentikan tawa. Menatap serius pada Jihan. " Saya suka gaya kamu?"
"Mas bisa aja." Jihan tersipu namun tidak seperti gadis-gadis malam yang lain. Ia seperti resepsionis hotel yang selalu menjaga jarak pada Sami. Sudah sedari tadi ia perhatikan, tak sekalipun bahasa tubuhnya yang menunjukkan jika ia ingin melayani tamu dengan full service. Ada apa dengan gadis manis ini?? Kenapa dia kaku sekali?? Apa ia tak membutuhkan tips lebih?? Beribu pertanyaan terus muncul dalam benak Sami. Ia sungguh penasaran dengan Jihan. Bahasa tubuh gadis itu berbeda sama sekali.
"Kamu bisa jelasin apa itu chemistry?"
"Hmmm." Jihan mendadak bingung. Tak tahu harus bilang apa. Ia sudah ingin menjelaskan namun belum menemukan kalimat yang tepat.
"Bingung kamu ya?"
"Nggak kok mas."
"Kalo gitu apa?" Sami mulai mendesak Jihan. Ia penasaran gadis itu bisa menjelaskan dengan benar atau tidak.
"Chemistry itu tingkat kecocokan atau keserasian mas."
"Oke. Not bad." Sahut Sami dengan beringsut mundur dari posisi awal duduk. Ia menggeser sedikit tubuhnya ke samping. Sebelah tangannya ia rentangkan dengan lebar ke arah kanan. Sami menepuk bagian kosong kursi yang ada di sebelah sana.
"Ayuk duduk sini. Tolong ajari aku apa itu Chemistry seperti yang kamu bilang."
Jihan mematung. Ia seperti enggan beranjak dari posisinya berdiri. Apa yang baru saja ia dengar dari pria ini? Lelaki tampan itu memintanya untuk duduk di dekatnya?? Jantung Jihan tiba-tiba berdegup kencang. Inilah yang ia takutkan sedari tadi. Ia memang setuju untuk bekerja di tempat hiburan seperti ini tapi bukan untuk melayani lebih. Ia hanya ingin memandu untuk bernyanyi saja. Bukan untuk melayani nafsu pria hidung belang. Apalagi untuk... ???
"Ayo.." Sami meminta sekali lagi.
Sedetik...tiga detik...sepuluh detik waktu berlalu.
Dengan ragu akhirnya Jihan berjalan mendekati Sami. Dengan agak takut dan kikuk.Wajahnya kini berubah pucat. Apa yang akan terjadi padanya kini? Jihan menelan ludah. Entah kenapa tiba-tiba terasa sulit untuk ditelan. kerongkongannya mendadak kering kerontang.
"Jadi gimana caranya agar kita bisa punya chemistry??" Sami mulai beringsut mendekati tubuh Jihan. Sengaja ia lakukan. Ingin melihat seberapa kikuknya gadis itu. Ia sengaja kikuk atau hanya berpura-pura canggung? Sami akan segera membuktikan.
"Mas mau nyanyi lagu apa? Jawabnya seraya beringsut agak menjauh sedikit saat meraih remote televisi. Ia pikir mungkin Sami tidak akan menyadari ia berusaha menjauhi tubuhnya dari dekapan lelaki. Berpura-pura menawari lagu tapi tetap berusaha menjauh. Sami mendengus menahan senyum. Luar biasa gadis ini. Apa ia enggan untuk disentuh? Tidak mau melayani?? Sami tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari itu.
"Aku mau lagu yang slow. Kamu pilih aja mana yang kamu bisa." Sami lalu menyandarkan punggung pada kursi panjang yang terasa dingin. Ruangan di dalam memang cukup membuat badan menggigil. Mampu membuat kulit kering. Bahkan lebih dari itu. Mampu membangkitkan hasrat seksual seseorang saat berduaan dengan lawan jenis seperti ini.
Seperti yang sekarang ia alami. Sami tengah berduaan dengan gadis manis ini. Wajah ayu dengan mata bulatnya. Hidung kecilnya yang bangir. Badannya yang langsing yang sama sekali tak memiliki tonjolan lemak jahat yang akan mengurangi nilai plus di mata lelaki. Yang terpenting adalah bibir lembutnya yang tampak lembut dan berkilau di mata Sami. Membuat hati Sami tiba-tiba bergetar saat memandangi gadis itu tengah melantunkan lagu biar menjadi kenangan milik Reza Artamevia. Entah mengapa Sami merasakan hal yang berbeda dari gadis itu. Sami menyukainya. Ia tidak begitu cantik tapi menarik hati. Jujur Sami terpesona.
"Suara kamu lumayan. Kamu udah biasa nyanyi?" Tanya Sami dengan tatapan kagum. Tidak menyangka Jihan mampu membawakan lagu itu dengan gayanya. Sami cukup terhibur.
"Biasa nyanyi di kamar mas." Jawabnya dengan lugu. Sami terkekeh. Gadis manis ini ternyata cukup berbakat membuat Sami tertawa lepas. Ia seolah lupa bagaimana suntuknya diri tadi siang. Kemana si suntuk itu sekarang? Entahlah. Telah lenyap dimakan binar ceria mata bulat Jihan saat Sami memandanginya bernyanyi. Hati sami tergetar. Apa itu artinya ia mulai tertarik dengan wanita LC ini?? Secepat itu??
Entahlah. Sami juga tidak mengerti. Biasanya ia hanya menghabiskan waktu untuk menikmati para wanita LC itu berkaraoke ria. Menghabiskan harinya dengan mendengarkan suara merdu mereka tanpa melakukan hal yang lebih. Ia bukan tipe pria penjahat kelamin atau semacamnya. Hanya minum dan ngemil sembari tertawa lepas bersama wanita-wanita penghibur itu.
Tak ada satupun selama ini yang mampu menarik hatinya. Meskipun Nayla sudah lama tak memberikan kepuasan ranjang tapi Sami tetap tidak pernah jajan di luar. Ia masih bisa menahan diri. Menahan gairah. Menahan hasrat kelelakiannya yang terkadang sering meronta minta dipuaskan lebih. Namun untungnya sami masih bisa bertahan sejauh ini. Ia juga masih bisa berfikir jernih. Tidak mau ambil resiko. Aids masih menjadi momok yang menakutkan baginya hingga kini. itu terlalu beresiko.
"Nyanyi di kamar?" Sami mengulang kalimat terakhir Jihan.
"Iya mas. Di kamar aja."
"Ayo." Sami menyahut dengan cepat.
"Eh ya?" Jihan terkaget saat Sami mengatakan kata ayo. Tubuhnya meremang. Ia tidak salah dengar kan?
"Ayo kita duet sekarang." Sami melanjutkan kalimatnya. Membuat wajah Jihan seketika menjadi lebih lega. Hal itu justru membuat Sami mengulum senyum geli. Ingin rasanya ia terbahak kembali meluapkan rasa girangnya melihat ekpresi lugu wajah gadis itu. Ia memucat begitu Sami mengatakan kata 'ayo'. Apa yang dipikirkan gadis itu tentangnya?? Apa ia pikir Sami akan menerkamnya bulat-bulat??
"Lagu apa mas?" Jihan bertanya lugu.
"Yang tadi kamu nyanyiin barusan aja." Tukas Sami. Entah kenapa Sami juga ingin menyanyikan lagu itu berdua dengan Jihan. Rasanya akan lebih mengasyikan.
"Lagi mas?"
"Hmm."
"Mas suka lagu itu ya?"
"Mas suka dengerin kamu nyanyi. Yuk kita coba duet. Kamu mau kan?" Ajak Sami dengan mata berbinar. Penasaran juga dengan kelihaian gadis itu. Suaranya cocok untuk duet dengan Sami. Serak-serak basah. Menimbulkan sensasi yang berbeda di telinga Sami.
"Oke mas." Jihan memilih kembali lagu yang sebelumnya ia nyanyikan. Sesuai dengan permintaan pelanggan. Hanya melayani dengan bernyanyi Jihan akan menuruti dengan sepenuh hati. Musik kemudian mengalun merdu. Jihan memulai vocal lebih dulu. Beberapa bait sesuai dengan jatah syair. Kemudian Sami menyusul bersuara setelah Jihan menyelesaikan syair lagunya. Jihan tertegun beberapa saat. Tidak menyangka suara lelaki tegap itu begitu merdu. Mengalun indah. Sangat enak didengar. Jihan seperti menikmati suara Virza.
Mereka lantas bernyanyi bersama. Bergantian. Seolah telah mendapat chemistry. Jihan mampu mengiringi suara khas Sami pada lagu yang cukup sendu. Membuat Sami diam-diam menatap dalam pada gadis itu. Menikmati wajah ayunya yang sederhana di bawah temaram lampu ruangan Karaoke kelas VIP itu. Entah kenapa wajah lembutnya mampu memancing hasrat Sami. Membakar hasrat kelelakiannya yang sudah lama tertidur. Entah dirasuki makhluk apa tanpa pikir panjang Sami mendekat dan meraih tengkuk gadis itu. ******* bibir kenyal Jihan yang sudah sedari tadi menarik perhatiannya.
Jihan yang tidak siap dengan serangan mendadak itu langsung meronta. Ciuman panas mendadak itu terlepas. Dalam hitungan detik Jihan langsung memutar badan. Berbalik arah. Berlari secepat kilat keluar dari ruangan karaoke. Meninggalkan Sami yang termenung seorang diri. Mencerna apa yang yang baru saja terjadi.
Apa yang baru saja ia lakukan??? Kenapa ia nekat mencium Jihan?? Bagaimana ia bisa segila itu??
*********TBC***********
Sami baru saja memarkirkan Pajero Sportnya di halaman parkir Star Kafe. Sudah beberapa hari ini ia selalu terbayang wajah Jihan. Teringat ciuman panas yang telah ia lakukan pada gadis lugu itu tempo hari. Perasaan bersalah mendadak hadir dalam hatinya. Entah dirasuki setan apa ia sampai nekat mencumbu paksa gadis manis itu. Wajah pucat Jihan masih terekam jelas di benak Sami sampai detik ini. Ia jadi sulit memejamkan mata. Hari ini ia ingin bertemu kembali dengan Jihan. Ia ingin meminta maaf sekaligus menjelaskan apa yang tengah terjadi kemarin. Tidak seharusnya Sami bertingkah konyol tapi jujur Sami sedikit tertarik dengan gadis itu. Ada sesuatu dari Jihan yang membuat Sami menjadi berdebar saat ia mencium rakus bibir kenyal itu tempo hari.
Sami sudah menunggu beberapa menit di ruang VIP tempat ia biasa menghabiskan waktu. Rasa hati sudah tak sabar ingin bertemu lagi dengan Jihan. Sudah hampir sepuluh menit Sami menunggu tapi seseorang yang ditunggu belum juga datang. Sami melirik arloji yang ada di tangan kiri. Rasanya ini sudah terlalu lama. Sami membuang nafas kasar.
Tak lama pintu terbuka dari luar. Sami mendongak. Berharap bisa melihat kembali wajah ayu milik Jihan. Hampir saja senyum Sami mengembang namun raut wajah senang itu langsung berubah kecewa. Itu bukan Jihan.
"Kamu siapa?" Tanya Sami tanpa basa-basi. Ia langsung menelan pil pahit. Ekspektasinya terlalu tinggi. Bukan Jihan yang datang tapi gadis lain lagi. Sami mendengus kasar.
"Saya yang bertugas hari ini mas. Saya diminta menemani mas di ruangan ini."
"Nggak perlu. Panggil manager kamu sekarang." Sami naik darah. Suaranya berubah dingin. Tanpa intonasi tinggi tapi mampu menghempaskan rasa percaya diri gadis yang ada dihadapannya. Rasa percaya diri yang tadinya setinggi puncak Himalaya langsung terhempas merata dengan tanah. Gadis yang tidak kalah cantik dari Jihan itu sontak berubah pucat. Tanpa menunggu lama ia langsung meninggalkan Sami dari ruangan remang-remang itu.
Sami meraih gawai yang ada di atas meja. Mengusap layar benda pipih itu dalam hitungan detik. Rasa kesalnya sudah di ubun-ubun. Ia harus mendapatkan penjelasan detail dari si manager kafe. Siapa lagi kalau bukan Kemal.
"Kesini lu sekarang." Hanya satu kalimat itu yang keluar dari bibir Sami. Lalu memencet tombol merah pada layar ponsel. Ia menunggu Kemal sambil bersedekap dada. Pikirannya sudah kacau . Kesal sudah pasti. Semua sungguh di luar ekspektasinya hari ini. Kemana Jihan?? Kenapa bukan gadis itu yang bertugas menemaninya?? Padahal ia sudah membooking gadis itu pada Kemal sebelumnya.
"Hei Sam." Sapa Kemal begitu ia masuk ke dalam ruangan Sami.
"Kenapa sih lu marah-marah?? Bikin LC gue takut aja."
"Mana gadis itu?" Sami bertanya dingin. Kemal yang tadinya tersenyum lebar seketika menciut.
"Siapa maksud lu?"
"Siapa lagi?" Sahut Sami dengan wajah datarnya. Pertanda ia mulai kesal.
"Jihan?"
"Jangan bertele-tele, Mal."
"Sorry Sam. Gue lupa bilang. Hari ini dia nggak masuk lagi." Jelas Kemal dengan nada sendu.
"Apa maksud lu?" Kening Sami mengkerut.
"Ini udah tiga hari. Gue pikir dia bakalan kerja sore ini tapi dia mangkir lagi. Sori bro gue bikin lu kecewa." Terang Kemal dengan perasaan bersalah sambil menepuk pundak Sami beberapa kali.
"Udah tiga hari?"
"Iya. Sejak habis nemenin lu dari kemarin itu dia minta izin untuk nggak masuk. Katanya ada perlu. Jadi gue kasih ijin." Ujar Kemal lebih lanjut. Dilihatnya raut wajah Sami sudah berubah sedikit pucat.
"Lagian kenapa lu penasaran banget sama tu anak? Ada apa sih, Sam? Jadi curiga gue." Tiba-tiba Kemal menembak Sami dengan pertanyaan inti. Sejak kemaren sore ia sudah mulai curiga. Mendadak saja gadis itu meminta izin untuk libur padahal kerja baru beberapa hari. Kalau bukan karena paras ayunya yang mengundang simpati, Kemal tak akan pernah mau memberi izin untuk anak baru libur seenaknya.
"Lu punya nomor ponselnya?" Tanya Sami dengan rasa tak sabar.
"Ada tapi untuk apa?" Kemal bertanya heran. Tidak biasanya Sami meminta nomor ponsel seseorang seperti ini. Apalagi itu hanya seorang gadis penghibur. Ini makin mencurigakan.
"Kasih ke gue."
"Iya tapi..."
"Sekalian sama alamatnya." Todong Sami.
"Oh oke." Kemal tak ingin bertanya lagi. Ia sangat paham karakter sahabat lamanya itu. Kalau wajah tampan itu sudah berubah sudah datar, Sami tak akan bisa ditawar lagi. Ia akan mendapatkan apapun yang ia mau. Itu sangat mudah baginya. Hanya tinggal menunggu waktu gadis itu pasti akan ia temukan dalam waktu yang tidak lama.
******
Jihan menghempaskan badan langsingnya ke atas ranjang. Tas selempang itu ia lempar begitu saja. Kepalanya terasa sakit sekali sejak tadi siang. Pusing memikirkan uang semester yang harus segera ia bayar beberapa bulan lagi. Sementara tabungan sudah menipis. Uang kos juga sudah menunggak dua bulan. Jihan kembali membuka dompet. Mengeluarkan kwitansi pembayaran yang harus segera ia bayar. Pekerjaan apalagi yang harus ia lakukan untuk segera mendapatkan uang dalam waktu singkat??
Meminta pada tante juga sudah tidak mungkin lagi. Ia tidak mau lagi menyusahkan adik almarhum papanya itu. Sudah hampir dua tahun Jihan bertahan sendirian di ibu kota. Dengan berbekal bekerja paruh waktu ia nekat keluar dari rumah tantenya untuk kuliah sendiri. Sejak di tinggal mati oleh sang mama, Jihan terpaksa harus kuat bertahan seorang diri. Kalau bukan karena desakan kebutuhan ekonomi seperti ini ia tidak akan mau ikut bersama temannya untuk bekerja di Star kafe itu sebagai lady companion. Katanya hanya menemani pelanggan bernyanyi. Tapi ternyata??? Sudahlah semua sudah terjadi.
Jihan menghela nafas panjang. Bayangan ciuman yang tiba-tiba ia dapatkan dari pria tampan berwajah dingin itu kembali terbayang di pelupuk mata. Itu ciuman pertamanya. Pria itu telah merampas ciuman itu dari bibirnya. Jihan tidak menyangka ia akan diperlakukan seperti itu. Entah apa yang ada dalam benak lelaki itu sehingga nekat menciumnya??
Jihan merasa sangat terkejut. Darahnya berdesir hebat saat mendapat sentuhan nyata dari cumbuan lelaki itu. Ia tidak menyangka lelaki itu akan mencium bibirnya dengan rakus. Bahkan masih terasa dengan sangat jelas jejak bibirnya di mulut Jihan. Ia merasa malu luar biasa karena itulah kemarin Jihan langsung meninggalkan pria itu tanpa permisi. Sampai kini rasanya ia sudah tak ingin lagi kembali ke sana. Tapi bagaimana? Ia juga butuh uang. Apa yang akan ia lakukan sekarang??
Jihan beranjak dari ranjang. Ingin ke kamar mandi untuk menyegarkan badan. Berendam sebentar untuk menghilangkan lelah namun saat hendak melangkah ke kamar mandi ponselnya berdering nyaring. Langkah Jihan terhenti. Ia terpaksa meraih ponsel. Siapa tahu ada panggilan pekerjaan baru untuknya.
Nomor tak di kenal. Tanpa curiga Jihan menekan layar hijau.
"Halo."
"Dengan Jihan?"
"Iya, saya Jihan."
"Kamu dimana?" Suara itu...
Dia?????
********TBC********
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!