Usai dari toko buku, Miss Irene dan Rangga menemani Thania bermain di playground. Rangga yang menemani bermain, sementara Miss Irene hanya menunggui saja. Beberapa orang tua di playground itu mengira Irene dan Rangga sedang mengajak main keponakannya. Hal itu sangat wajar karena memang keduanya terlihat masih muda.
Walau ada yang beberapa kali bertanya, Irene terlihat santai dan sesekali tersenyum saja. Di playground itu Thania bermain seluncuran, mandi bola, hingga trampoline dengan papanya. Thania senang sekali, Irene mengamati hubungan papa dan anak itu sudah mencair. Lebih terlihat ada kehangatan, dibandingkan sebulan yang lalu saat melihat Thania dan Papanya di Outing Class.
Lebih dari satu jam Rangga menemani Thania bermain, sekarang Rangga mengajak putrinya dan Miss Irene untuk makan bersama.
"Kita makan dulu ya Miss ... maaf, Miss Irene enggak ada acara hari ini kan?" tanya Rangga.
"Tidak ada, Pak. Hanya harus bersiap untuk pembelajaran anak-anak minggu depan," balas Irene.
"Baiklah, kita makan dulu."
Tempat makan kali ini juga pilihan Thania. Seolah sepanjang hari ini Rangga selalu menuruti apa yang Thania mau. Miss Irene sendiri juga tidak keberatan makan apa saja, dia hanya diajak, sehingga apa pun makanya tidak menjadi masalah.
Saat makan, dan melihat pemandangan Ibukota dari tempat mereka makan, tiba-tiba hujan turun dengan begitu derasnya. Sementara, Thania kecapekan. Gadis kecil itu kini tertidur di bahu Miss Irene.
"Bagaimana ini Miss ... Thania malahan tidur," kata Rangga yang sungkan.
"Tidak apa-apa, Pak. Mungkin Thania kecapekan usai bermain. Biasa anak-anak memang kebanyakan seperti ini."
"Apa biar saya gendong saja?"
"Tidak apa-apa biar Thania bobok dulu sebentar."
Dalam waktu yang terus berjalan, Rangga dan Miss Irene sesekali diam. Canggung dan bingung harus berkata apa. Hingga akhirnya, Rangga yang berbicara terlebih dahulu.
"Thania kalau di sekolah bagaimana, Miss? Apakah emosinya ... hm, moodnya sering berubah-ubah?" tanya Rangga.
"Namanya anak-anak memang begitu, Pak. Ada kalanya moodnya bagus, ada kalanya kurang baik. Mereka juga harus belajar dan mengenali emosi. Tidak apa-apa kok, tidak hanya Thania, anak-anak yang lain juga begitu," balas Miss Irene.
"Kalau khusus Thania bagaimana, Miss?"
"Awal tahun pembelajaran baru dulu Thania itu kesannya introvert, Pak. Ketika istirahat dan teman-temannya bermain, Thania hanya menyendiri. Dia sukar akrab dengan teman-temannya."
Miss Irene seolah memberitahukan hasil rapat parenting kepada papanya Thania. Dia menyampaikan dengan terbuka bagaimana awal mulai Thania sekolah dulu. Rangga bertanya juga karena dia tidak tahu banyak tentang putrinya. Orang-orang yang berada di dekat Thania lah yang lebih banyak mengenal Thania.
"Kalau sekarang, bagaimana Miss?" tanya Rangga.
"Sekarang sudah bagus, Pak. Thania pelan-pelan mulai bisa berteman. Walau tidak semua, tapi jam istirahat dia sering bermain dengan temannya. Itu adalah perkembangan yang baik, artinya kompetensi sosialnya juga berkembang," balas Miss Irene.
"Syukurlah. Semoga saja Thania selalu berkembang ke arah yang baik. Dulu, Thania itu dilahirkan dalam keadaan prematur, Miss. Beratnya hanya 2 kilogram saja, dia berada di dalam inkubator hingga sepuluh hari. Dari kecil banyak yang Thania alami. Sekarang, melihat Thania tumbuh seperti ini layaknya keajaiban untuk saya."
Mungkin Miss Irene adalah sosok yang baik dan pembawaannya tenang, sehingga tiba-tiba Rangga bisa menceritakan sedikit bagaimana masa kecil Thania. Kenangan saat Thania lahir masih membekas di dalam ingatan Rangga, dia yang waktu itu usai lulus SMA, belum siap secara mental. Harus melihat putrinya yang baru lahir memiliki berat badan yang sangat kecil. Ya, Bayi Thania hanya memiliki berat badan 2 kilogram. Walau sudah cukup bulan, tapi karena berat badan yang kecil, Thania tetap dikategorikan sebagai bayi prematur.
"Saya juga banyak salah ke Thania. Terutama tiga tahun lalu saat saya pergi ke Melbourne untuk menyelesaikan kuliah kedokteran. Itu alasan utama kenapa Thania begitu dingin dengan saya, Papanya sendiri."
Dengan sendirinya semua uneg-uneg di dalam hati Rangga bisa keluar. Bagaimana dia merasa bersalah juga kepada buah hatinya sendiri. Sesuatu hal yang tidak diketahui oleh orang lain.
"Ironis ya Miss ... saya Papanya, tapi putri saya lebih dekat dengan Oma, Opa, dan Daddynya."
Miss Irene memang tidak berkomentar. Dia lebih baik memposisikan dirinya sebagai seorang pendengar. Walau terkadang ketika orang curhat, kita tidak bisa memberikan input dan masukan, tapi ketika kita mau mendengarkan, membuka telinga, sudah sangat melegakan untuk orang yang sedang bercerita. Sebab, manusia memiliki kebutuhan agar suaranya bisa didengar.
"Maaf, saya jadi curhat ya Miss ...."
"Tidak apa-apa, Pak Rangga."
Usai itu, Rangga mengamati wajah putrinya yang tertidur itu di dada Miss Irene, Thania terlihat begitu terlelap. Sekaligus Rangga merasa mungkin akan seperti itulah kalau Thania memiliki seorang Mama.
"Maaf, Pak Rangga ... jadi, Bapak ini single daddy?" tanya Miss Irene.
Senyuman tipis tercetak di sudut bibir Rangga. Akhirnya ada seseorang yang memiliki keberanian untuk bertanya hal ini kepadanya. Beberapa saat kemudian Rangga menganggukkan kepalanya.
"Ya, saya seorang single daddy. Seorang duda beranak satu," balasnya dengan menatap Miss Irene yang duduk di hadapannya hanya berselang meja kayu saja.
Miss Irene sekarang tahu status papanya Thania. Papa muda itu ternyata adalah seorang single daddy, seorang duda beranak satu. Berarti setidaknya di masa lalu, pria muda di hadapannya itu pernah gagal. Entah karena perpisahan atau kematian, alasannya apa Miss Irene belum tahu.
"Saya masih muda, Miss. Mungkin seusia Miss Irene. Miss usianya berapa?" tanya Rangga.
"23, Pak ...."
"Saya 24. Kita seusia berarti. Hanya berselang satu tahun," balas Rangga.
"Maaf, bukan maksud saya ... berarti lahirnya Thania, Bapak berusia 19 tahun?" tanya Miss Irene.
Rangga menganggukkan kepalanya lagi. "Iya, benar. Ada kesalahan dulu di masa lalu, Miss Irene. Mungkin orang akan menghakimi Thania lahir karena kesalahan itu. Akan tetapi, ayah saya mengatakan saya yang salah, tapi bayi yang lahir itu tidak salah. Waktunya memang salah, tapi hadirnya Thania sama sekali bukan kesalahan."
Wajah Rangga memerah kala dia menceritakan semuanya itu. Ada emosi yang tertahan. Teringat kembali masa lalu dan kesalahan yang pernah dia lakukan. Tak mudah untuk mengakui bahwa diri sendiri bersalah. Akan tetapi, Rangga sekarang bisa berkata jujur bahwa di masa lalu, dia yang salah. Sedangkan Thania sama sekali tidak bersalah.
Mendengarkan cerita Papanya Thania, angan Irene justru membayangkan bagaimana dulu Bundanya melahirkan kakaknya dalam situasi yang serba salah. Akan tetapi, Miss Irene setuju dengan yang disampaikan Opa Bisma bahwa pelakunya yang salah, bukan bayinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Rara Dewi
up jam brp ka ?
2023-10-10
2
Nany Setyarsi
papa Rangga cie serasa udah punya bestie nih,
awal" curhat" an dulu,
nanti juga lama" kepoun Miss Irene ya 🤩😅
2023-10-10
0
Sumarni Marni
Alhamdulillah sdh up lagi
2023-10-10
0