Seminggu kemudian, Rangga sudah mengatur jadwalnya di rumah sakit. Dia sampai mengajukan izin satu hari untuk bisa menemani Thania outing class. Walau sebelumnya Thania seolah tidak mau ditemani oleh papanya. Yang Thania mau adalah ditemani opanya saja.
"Yakin kamu bisa menemani Thania? Kalau nanti putrimu bad mood bagaimana?" tanya Oma Kanaya.
Rangga terdiam, bagaimana menghadapi Thania yang bad mood atau mungkin masih bisa tantrum, Rangga juga belum berpengalaman. Akan tetapi, Rangga akan berusaha semampunya. Dia akan memanfaatkan waktu, membuat kenangan indah bersama Thania.
"Biasanya bagaimana, Bun? Rangga tidak berpengalaman," balas Rangga.
"Intinya jangan sampai kamu terpancing emosi. Kalau Thania tantrum, tenangkan dulu. Tidak perlu banyak berbicara juga. Kamu tungguin saja di sampingnya," kata Bunda Kanaya.
Rangga menganggukkan kepalanya. Dia baru tahu memenangkan hati putrinya justru terasa lebih susah. Perjuangannya terasa begitu luar biasa.
"Harus sabar menghadapi anak kecil, lihatlah Ayahmu dulu, bagaimana ayah sangat sabar menghadapi kamu dan Mas Aksara sejak kecil dulu."
Bunda Kanaya memberikan contoh nyata bagaimana Ayah Bisma sangat sabar saat menghadapi anak-anaknya. Walau berprofesi dokter, dan jam praktik kadang begitu sibuk, tapi ketika akhir pekan, sepenuh waktu akan Ayah Bisma habiskan bersama Aksara dan Airlangga. Andai kedua putranya berselisih, Ayah Bisma jugalah yang menjadi sosok penengah untuk kedua putranya.
Akhirnya, Rangga mengajak Thania berangkat ke sekolah. Thania mengenakan kaos seragam baru khusus outing berwarna hijau. Sementara Rangga mengenakan kemeja panjang dan celana jeans saja. Penampilannya jauh lebih muda. Sebab, kalau mengantar Thania ke sekolah seminggu terakhir, Rangga lebih sering mengenakan kemeja batik dan celana panjang dari bahan.
"Nanti kita naik bis dari sekolah loh, Nia ... gak apa-apa kan?" tanya Rangga kepada putrinya.
"Gak apa-apa. Nia mau duduk sama Miss Irene," jawabnya.
"Kalau Nia duduk sama Miss Irene, Papa duduk sama siapa?"
Rangga sekarang bertanya. Akan tetapi, jawaban yang Thania berikan hanya sebatas kedikan di bahunya saja. Tidak ada kata yang terucap juga dari bibir Thania.
Sekarang, mereka sudah tiba di sekolah. Rangga seketika merasa kikuk, karena mayoritas yang mendampingi anak-anak adalah mama-mama mereka atau pengasuhnya saja. Sebagai seorang pria dan masih muda, tentu saja Rangga merasa sungkan dan sedikit tidak nyaman. Sementara para mama yang mengantar mulai berceloteh ria.
"Wah, Thania diantar siapa itu ... masih muda banget."
"Om atau Uncle-nya kali. Gak mungkin kan Papanya semuda itu. Kayak masih mahasiswa."
"Biasanya yang mengantar Thania kan Opa dokter. Kenapa sekarang ganti yah?"
"Masih muda mau yah nganterin Thania?"
Masih ada suara-suara lainnya dari para mama yang mengantar anak-anaknya. Rangga pun merasa tidak enak, karena diamati para mama di sana. Akhirnya Rangga memilih menyendiri saja, tidak bergabung dengan para mama yang tentunya sudah saling mengenal. Sebab ada whatsapp grup juga untuk orang tua anak yang mayoritas diisi oleh para mama.
Hingga akhirnya, semua guru keluar dan mengecek terlebih dahulu semua anak yang mengikuti outing hari ini. Termasuk ada Miss Irene yang adalah wali kelas TK A.
"Kita lakukan presensi dulu yah. Nama anak yang saya panggil, orang tuanya sekaligus mengangkat tangan yah," instruksi dari Miss Irene.
"Flobesia ...."
"Ivander ...."
"Cherish ...."
"Oliver ...."
"Mayleen ...."
"Thania ...."
Ketika nama Thania dipanggil, ada Rangga yang turut mengangkat tangannya. Hingga akhirnya 21 siswa sudah dipanggil satu per satu oleh Miss Irene. Miss Irene sendiri senang karena semua murid dari TK A ikut, tidak ada yang absen.
"Nanti Bus A untuk siswa dan orang tua kelas KB yah. Lalu, Bus B untuk TK A, dan Bus C untuk TK B. Setiap wali kelas akan mengikuti siswa mereka. Jadi, nanti saya akan berada di Bus B, dengan anak-anak semua. Silakan masuk ke dalam bus. Tempat duduknya bebas, Mama-Mama dan Papa," jelas Miss Irene.
Beberapa anak dan para Mama segera memasuki bus, sementara Rangga mengajak Thania untuk antri dan sedikit bersabar. Menurut Rangga sendiri, duduk di mana saja tidak masalah. Yang pasti sudah mendapatkan tempat duduk.
"Kita belakangan saja, Nia ... biar teman-teman kamu duluan," kata Rangga.
"Iyah ...."
Thania menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Kali ini dia menuruti papanya. Lebih baik tidak terburu-buru naik ke dalam bus.
"Thania enggak naik?" tanya Miss Irene.
"Sebentar, Miss ... biar teman-teman duluan," jawabnya.
"Oke, Thania. Yang pasti akan mendapatkan tempat duduk kok. Di mana saja tidak masalah kan?"
Thania merespons dengan menganggukkan kepalanya. "Iya, Miss. Nia sebenarnya mau duduk sama Miss Irene loh," katanya.
Sementara Miss Irene hanya tersenyum. Dia sungkan juga dengan papanya Thania. Miss Irene juga tahu pengantar yang didominasi para mama pastilah membuat papanya Irene sungkan. Namun, bagaimana lagi karena memang kebanyakan pengantar juga adalah para wanita.
Begitu sudah masuk ke dalam bus, kursi yang tersisa hanya tiga kursi agak di deretan belakang. Mau tidak mau, Thania dan Rangga harus duduk di sana.
"Duduk di sini tidak apa-apa kan?"
"Iya, Miss Irene mana?"
Rangga menggelengkan kepalanya, karena dia tidak melihat di mana Miss Irene berada. Ternyata sosok yang dicari Thania baru saja menaiki bus. Miss Irene berdiri di depan, kembali melakukan presensi untuk semua murid kelas TK A. Nama anak yang dipanggil kembali mengangkat tangan mereka. Akhirnya 21 siswa beserta orang tuanya sudah berada di dalam bus.
Miss Irene berjalan ke belakang, tujuannya mencari apakah ada kursi kosong yang bisa dia duduki. Akan tetapi, semua tempat duduk sudah penuh. Sebab, ada beberapa mama yang mengajak anaknya yang lain dan mereka juga duduk sendiri. Melihat Miss Irene, Thania kemudian berdiri.
"Duduk sini saja, Miss Irene," kata Thania.
Sebenarnya Miss Irene sungkan. Tentunya sungkan dengan papanya Thania yang masih muda. Belum terlalu lama mengenal dan interaksi juga, sehingga sangat wajar kalau sungkan. Terlebih keduanya juga masih sama-sama muda.
"Kursi kosongnya tinggal ini yah?" tanya Miss Irene.
"Semua sudah penuh, Miss Irene. Miss Irene silakan duduk saja, biar saya yang berdiri," kata Rangga.
Rangga mengingat tadi putrinya ingin duduk satu kursi dengan Miss Irene. Sekarang, di dalam bus, kursi yang tersisa hanya tinggal satu. Oleh karena itu, Rangga berdiri. Dia mempersilakan Miss Irene saja yang duduk dengan Thania. Dia berdiri tidak masalah.
"Eh, Pak ...."
"Tidak apa-apa, Miss. Jakarta ke Dairyland juga jauh. Silakan Miss Irene yang duduk dengan Thania," kata Rangga lagi.
Miss Irene terlihat ragu, sementara Thania menanti dengan penuh harap. Sebab, Thania juga inginnya duduk dengan Miss Irene saja. Thania juga rela kalau Papanya itu berdiri.😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Erina Situmeang
bukan nian yg tega...tapi outhor yg tega buat papa nya Nia berdiri 😀😁✌🏼
2024-01-14
0
Afternoon Honey
💖🚌
2023-11-10
1
Nda Oom
lanjut thor
2023-10-08
0