Menerima deretan pesan dari Airlangga, Bunda Kanaya pun bersiap untuk segera menuju ke Bandara Soekarno - Hatta. Tidak sendirian, tapi Bunda Kanaya mengajak serta Ayah Bisma dan Thania. Bagaimana pun papanya Thania datang, sehingga Bunda Kanaya mengajak serta cucunya itu.
"Kenapa ke bandara sepagi ini, Oma?" tanya Thania sembari mengucek matanya. Ya, Thania masih merasa mengantuk. Biasanya akhir pekan dia akan terbangun lebih siang dan bersantai di rumah, tapi sekarang harus pergi sepagi ini dengan Oma dan Opanya.
"Iya, Nia ... kita akan ke bandara," jawab Oma Kanaya.
"Oma, Oma mau bisnis lagi yah, Oma? Ke mana? Apa ke Jogjakarta yang rumahnya Miss Irene?" tanya Thania dengan begitu lugunya.
Dalam pemikiran Thania, dia akan ke bandara karena mengantar Oma Kanaya yang sering melakukan perjalanan bisnis. Naik pesawat ke beberapa kota besar untuk menyelesaikan bisnisnya.
"Oma tidak akan ke luar kota dulu, Thania. Sekarang, kita ke bandara untuk menjemput Papa kamu. Hari ini Papa kamu datang dari Melbourne," kata Oma Kanaya.
Mendengar nama Papanya disebut dan datang dari Melbourne, Thania justru menunjukkan raut wajah yang biasa saja. Tidak mau secercah kebahagiaan di wajahnya. Biasanya anak-anak akan bahagia ketika diberitahu bahwa Papanya pulang atau kembali, tapi tidak dengan Thania. Dia malahan terlihat biasa saja.
"Nia gak senang Papa Rangga pulang?" tanya Opa Bisma.
"Hm," jawab Thania dengan begitu singkat.
Mendengar jawaban Thania, akhirnya Ayah Bisma dan Bunda Kanaya hanya saling pandang. Sedih juga sebagai orang tua melihat kondisi seperti ini. Di mana, Thania terlihat biasa saja. Bahagia pun rasanya tidak.
"Tidak apa-apa, Bun," kata Ayah Bisma perlahan.
"Kasihan Rangga dan Thania," balas Bunda Kanaya.
Bagaimana tidak kasihan kalau ikatan Papa dan anaknya terasa dingin dan jauh. Bahkan Thania juga biasa saja. Thania justru terlihat lebih bahagia dan bersemangat ketika hendak bertemu Miss Irene dan teman-temannya di sekolah. Sekarang, ketika akan bertemu Papa kandungnya terlihat ogah-ogahan. Jujur, Bunda Kanaya memiliki ekspektasi yang lebih tinggi. Dia berharap ikatan antara Rangga dan Thania kembali membaik dan hangat.
Begitu tiba di bandara, supir menurunkan mereka di jalur drop off. Kemudian ketiga berjalan bersama menuju pintu kedatangan di Terminal 2 penerbangan dari luar negeri di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
"Mau Opa gendong?" tanya Opa Bisma.
"No, Opa. Nia jalan sendiri saja," balasnya.
Akhirnya Opa Bisma dan Oma Kanaya menggandeng tangan Thania. Ya, Thania berada di tengah-tengah, tangan kanannya dalam genggaman Oma Kanaya dan tangan kirinya dalam genggaman Opa Bisma.
"Sudah landing belum, Bunda?" tanya Ayah Bisma lagi.
"Katanya sudah, Ayah. Rangga sudah mengirimkan pesan kok," balasnya.
Ayah Bisma menganggukkan kepalanya. Kalau memang pesawat udara dari Melbourne ke Jakarta, yang transit di Singapura sudah landing, mereka akan segera bertemu dengan Airlangga, putra bungsu mereka.
"Lama yah Oma?" tanya Thania.
"Sebentar yah ... kita tunggu Papa kamu dulu. Nia kangen Papa yah? Mau ketemu Papa?" tanya Oma Kanaya.
Sekarang, Thania justru menggelengkan kepalanya. "Enggak, gak kangen Papa."
Jawaban Thania seakan menjadi pukulan untuk Oma Kanaya dan Opa Bisma. Seolah ada luka tersendiri di dalam hati Thania. Sampai dia tidak merasa kangen dengan Papanya yang datang dari Melbourne. Seakan-akan ada suatu kondisi di mana Thania merasa cukup dengan kehadiran Oma dan Opanya saja.
Bunda Kanaya seketika berkaca-kaca mendengar jawaban dari Thania. Bagaimana pun Thania masih kecil, jawabannya pastilah jujur. Sebab, anak kecil sukar untuk berbohong, mereka adalah pribadi yang paling jujur dengan perasaannya. Sejauh apa luka di dalam hati Thania sampai dia tak lagi merasakan rasa rindu kepada Papanya.
Beberapa belas menit kemudian dari arah pintu kedatangan, seorang pria datang dengan mendorong troli yang berisi beberapa koper besar. Ada sebuah boneka Koala yang dibawa pria itu. Dari jauh, hati pria itu sudah bergetar. Usai tiga tahun berlalu, kini kedua orang tua dan putrinya sudah berada di depan mata. Diam-diam pria itu menitikkan air matanya, tapi dia segera menyekanya. Dengan mempercepat langkah kakinya sembari mendorong troli, kini pria itu sudah bersua dengan orang tua dan putri kecilnya.
"Assalamualaikum Ayah dan Bunda," sapanya dengan memberikan salam takzim, mencium punggung tangan Ayah dan Bundanya bergantian sembari memeluk mereka bergantian pula.
"Airlangga ..., Rangga," balas Bunda Kanaya yang tak kuasa menangis memeluk putra bungsunya.
Tiga tahun terbilang waktu yang lama. Dalam tiga tahun pula, Rangga tak pernah kembali ke Tanah Air. Baru sekarang, dia kembali. Hati seorang ibu pastilah sangat tersentuh setelah beberapa tahun tak bersua dengan putra kandungnya.
"Rangga pulang, Bun ... jangan menangis, Bun," balas Rangga yang masih memeluk Bundanya.
Sementara Thania yang melihat tampak bingung. Airlangga lantas mengurai pelukannya dari Bundanya. Sekarang, pria itu berjongkok, menyamakan tinggi tubuhnya dengan Thania. Dia tatap wajah ayu yang berdiri hampir sepinggang ayahnya. Lalu, Airlangga memberikan boneka Koala itu kepada Thania.
"Thania, my little one," kata Airlangga dengan suaranya yang bergetar. Usai itu, Airlangga kembali berbicara. "Papa pulang untuk kamu, Thania Sayang. Kita akan bersama-sama lagi. Peluk Papa," katanya.
Tidak ada uluran tangan dari Thania yang menyambut Papanya. Ketika Airlangga membuka kedua tangannya meminta pelukan dari Thania pun tak bersambut. Hati Airlangga terasa pedih. Sesaat tadi ketika masih berada di dalam pesawat, dia membayangkan Thania akan berlari ke arahnya memberikan pelukan erat dan memanggilnya Papa. Akan tetapi, yang terjadi sekarang sikap Thania sangatlah dingin.
Merasa Thania tak bereaksi apa pun, Airlangga mendekat. Dia memeluk putrinya itu. Alasan Airlangga pulang ke Jakarta adalah Thania. Melanjutkan program spesialisasi kedokteran anak bisa dia tempuh di Jakarta, tapi waktu bersama Thania itu yang hilang. Airlangga ingin menebus semua waktu itu.
"I Miss U So Much, My Little Daugther," kata Airlangga dengan suaranya yang lagi-lagi bergetar.
Akan tetapi, tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Thania sepatah kata pun. Bahkan tidak ada pelukan balasan dari Thania. Kedua tangannya luruh di sisi kanan dan kiri badannya, tidak membalas memeluk Papanya yang tiga tahun lamanya baru dia temui lagi.
"Papa kangen banget sama kamu, Sayang. Mulai sekarang, kita akan bersama-sama yah, Papa akan selalu bersama kamu. Maafkan Papa saat kamu sakit, Papa belum bisa pulang."
Sia-sia Airlangga berbicara panjang lebar, tapi Thania begitu dingin. Ayah Bisma dan Bunda Kanaya tidak tega melihatnya. Kerinduan Airlangga menggebu-gebu, tapi Thania terlihat biasa saja. Tidak menunjukkan kerinduan kepada papanya sendiri. 😢
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Afternoon Honey
💖💖💖
2023-11-10
0
Elizabeth Zulfa
emang selama 3th di Australia pas lbur semester dia gak bs gitu nyempetin diri Plg ke indo barang sebenta buat ngelepas kangen sama anaknya zg ditinggalin... udah ditinggal ibunya ditinggal papanya pula mungkin itu zg bikin Thania jdi gak respect ke papa kandungnya
2023-11-08
1
Nurhayati
Sabar ya papa mungkin Thania blm bisa mengekspresikan luapan emosinya.... 🤗
2023-10-21
1