Rangga akhirnya membelikan boneka yang dipilih Thania sebelumnya untuk Miss Irene. Bahkan oleh-oleh yang dibelikan untuk Miss Irene jauh lebih banyak dibandingkan barang yang dibeli oleh Thania. Anak-anak yang lain juga banyak yang membeli boneka sapi atau pernak-pernik lainnya.
"Aku dibeliin Mamaku, boneka sapi loh," kata Flobesia kepada Thania. "Kamu gak beli boneka, Nia? Mamamu yang mana sih? Gak beliin?"
Ada kalanya anak-anak yang kritis memang mereka mengamati. Seperti Flobesia yang sejak masuk sekolah tak pernah melihat sosok mamanya Thania. Jadi, dia memang bertanya seperti itu.
"Aku sama Papa kok," balas Thania.
"Mamanya mana?"
Thania terdiam, di mana sosok mamanya? Sebab, Thania juga belum paham mengenai sosok mama. Bahkan memori tentang mama, juga seolah tak dimiliki oleh Thania. Usai itu, Thania memilih berlari ke arah Papanya lagi. Dengan lirih gadis kecil itu bertanya.
"Pa, Mama itu seperti apa?"
Rangga terkejut, hari di mana putrinya menanyakan sosok mamanya datang juga. Walau begitu, Rangga bingung bagaimana menjawab dan menjelaskan kepada Thania.
"Kenapa Sayang?"
"Temen-temenku pada dibeliin boneka mamanya. Kalau mamaku yang mana? Ara dan Anna kan juga punya mama, Pa. Onty Syilla itu kan Mamanya Ara dan Anna," tanya Thania.
Secara tidak langsung, Thania mulai membandingkan dirinya dengan temannya dan sepupunya. Temannya memiliki mama, sepupunya Ara dan Anna juga memiliki mama, tapi kenapa dia justru tak memiliki mama?
"Thania ini punya Mama enggak sih, Pa?" tanyanya.
Sungguh, ini adalah pertanyaan yang sulit bagi Rangga. Tidak mudah juga baginya untuk menjelaskan semuanya. Terlebih sekarang waktunya dipikir Rangga tidak tepat karena sekarang sedang outing. Rasanya akan begitu emosional untuk mengungkapkan semuanya.
"Kalau memang tidak punya Mama, Thania mau Mama dong, Pa," pintanya kini.
Kalau sekadar meminta yogurt atau boneka, Rangga bisa segera membelikannya. Akan tetapi, jika yang diminta Thania adalah sosok mama, tentu sangat tidak mudah mengabulkan permintaan Thania. Banyak pertimbangan juga bagi Rangga, selain itu memiliki pasangan lagi bukan prioritasnya sekarang. Yang menjadi fokus Rangga sekarang adalah Thania dan profesi dokternya, Rangga ingin segera menjadi spesialis anak sama seperti ayahnya.
Sementara Thania diam, di pikirannya kalau Papanya diam, maka memang jawabannya iya. Dia tak memiliki mama. Dia merasa berbeda dari teman-temannya yang lain.
Thania dan Rangga yang duduk bersama, membuat Miss Irene mendekat dan menanyai muridnya itu.
"Thania enggak main sama temen-temennya?" tanya Miss Irene.
"Mau enggak Thania main dulu? Papa temenin yuk," balas Rangga.
Thania menggelengkan kepalanya. Sekarang, justru Thania menangis. Hanya air matanya saja yang berlinang, tapi tak bersuara. Miss Irene jadi bingung kenapa tiba-tiba Thania menangis. Miss Irene yang semula berdiri kemudian duduk di samping Irene.
"Kok menangis Thania?"
Gadis kecil itu hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali dan menyeka air matanya. Sesekali terisak, tapi kedua mulutnya masih terkatup. Rangga ingin menggendong Thania, tapi ada satu tangan Miss Irene yang merangkul Thania.
"Kenapa Pak, kok Thania menangis? Apa kecapekan?"
"Tidak kok, Mas. Thania tidak kecapekan," balas Rangga.
Miss Irene menatap Thania, dia kemudian mengeluarkan tissue dari dalam tasnya dan menyeka buliran bening air mata Thania yang membasahi pipi. Kala, Miss Irene menyeka air matanya itu, Thania berbicara dengan suaranya yang bergetar.
"Miss, Thania gak punya mama yah?"
Deg. Miss Irene menjadi bingung. Bukan ranah dan wewenangnya juga untuk membalas pertanyaan Thania. Sebab, yang bisa menjawab dan menjelaskan semuanya adalah papanya.
"Miss, Thania mau loh punya Mama. Thania gak akan nakal, Thania gak akan ngambek kalau sudah punya Mama," katanya.
Rangga terdiam. Namun, hatinya tersentuh mendengarkan ucapan Thania. Apakah selama dia berada di Melbourne, Thania juga sering menangis dan menginginkan sosok mama.
Miss Irene sedikit melirik Papanya Thania. Sebab, Miss Irene juga bingung bagaimana caranya menenangkan Thania.
"Tadi Flobesia cerita, dia dibeliin bonekanya mamanya. Dia tanya mamanya Thania yang mana? Semua anak memiliki mama kan Miss? Kenapa Thania gak punya mama?"
Pertanyaan yang begitu kritis dari Thania. Di satu sisi, Thania bisa melihat kekurangannya. Apa yang tak dia miliki, sementara temannya memilikinya. Miss Irene sendiri juga kebingungan dengan pertanyaan Thania, karena latar belakang keluarga Thania seperti apa, juga tak diketahui Miss Irene. Selain itu, Papanya Thania yang sangat muda juga seakan menghadirkan teka-teki tersendiri untuk Miss Irene.
"Thania memangnya gak beli boneka?" tanya Miss Irene.
Thania menggelengkan kepalanya. "Enggak, boneka Thania sudah banyak banget kok di rumah. Dua lemari kaca, Miss," balasnya.
"Wah, itu terlalu banyak, Thania. Miss pikir Thania gak membeli karena memang tidak mau. Kalau Thania mau boneka, Miss Irene bisa beliin untuk Thania," balas Miss Irene.
"Tidak, makasih banyak, Miss. Thania sudah gak pengen boneka kok. Thania pengen mama aja."
Setelah itu, Thania menyentuh tangan Papanya. "Pa, Thania ini punya Mama kan?"
"Punya, Sayang," jawab Rangga lirih. Adq helaan napas yang terasa berat ketika Rangga memberikan jawaban kepada Thania.
"Di mana?"
"Tidak bisa bersama kita. Tidak bisa bersama Thania."
Jawaban yang Rangga berikan juga terkesan ambigu. Miss Irene yang mendengarkan menjadi mengira bahwa Thania memang memiliki mama, hanya saja tak bisa bersama dengan Thania sekarang.
"Boleh ketemu Mama?" tanya Thania.
Rangga menggelengkan kepalanya lagi. "Tidak akan bisa. Thania ... sekarang hanya punya Papa, Opa, dan Oma saja."
Lagi-lagi air mata jatuh membasahi pipi Thania. Dia masih belum tahu di mana sosok mamanya.
"Kalau tidak bisa bertemu, Nia mau mama aja, Pa ... yang bisa ketemu setiap hari. Yang bisa menemani Thania belajar."
"Tidak semudah itu, Thania ... maaf," balas Rangga.
Usai itu, Thania menatap Miss Irene yang duduk di sebelahnya. "Atau ... Miss Irene saja yang jadi Mamanya Nia."
Miss Irene bingung jadinya. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba Thania berbicara demikian. Rangga tampak sungkan dan malu, Miss Irene pun sama.
Untuk beberapa saat ketiganya diam. Tentu banyak pikiran terlintas di dalam kepala Rangga sekarang. Miss Irene juga bingung jadinya sehingga dia lebih banyak diam.
"Maafkan Thania, Miss," kata Rangga lirih.
Miss Irene pun menganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Pak. Thania masih kecil. Wajar kok," balasnya.
"Pa, Thania serius ... Miss Irene aja yang jadi mamanya Thania. Nia gak nakal lagi, gak marah sama Papa."
Situasi di sana berubah menjadi canggung. Bagi orang dewasa menyingkapi hal ini juga tidak mudah. Rangga juga tahu bahwa tidak mudah baginya menuruti apa yang Thania mau sekarang. Sementara untuk Miss Irene, agaknya perhatian yang selama dia berikan dinilai Thania layaknya perhatian seorang mama. Bukan hal mudah kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Christina Natalia
hahaha Miss anda dilamar sama anknya Miss....gmna diterima ap ditolak...
2023-10-09
1
Dian Isnawati
lanjut
2023-10-09
1
Nancy Nurwezia
apakah mama Thania Uda meninggal ya
2023-10-09
0