Berganti pekan setelahnya, ketika Thania hendak berangkat ke sekolah, Rangga berinisiatif untuk mengantar putri kecilnya itu. Jika biasanya Thania selalu diantarkan oleh Opa Bisma. Kali ini, Rangga sendiri yang ingin mengantar Thania.
"Yah, hari ini biar Rangga saja yang mengantar Thania," kata Rangga kepada Ayah Bisma.
"Kenapa, Rangga? Kamu tidak jadi ke Rumah Sakit hari ini?" tanya Ayah Bisma.
Sebab, setahu Ayah Bisma hari ini Rangga akan ke rumah sakit untuk mendaftarkan diri menempuh pendidikan profesi kedokteran di Rumah Sakit yang sama tempat Ayah Bisma praktik. Sehingga, ketika Rangga ingin mengantar Thania ke sekolah terlebih dahulu, Opa Bisma juga bingung dan bertanya.
"Ke Rumah Sakit jam 10.00 kok, Ayah. Jadi, masih bisa mengantar Thania. Siapa tahu, Yah ... banyak bersama dengan Thania, lama-lama Rangga bisa memenangkan hati putrinya Rangga lagi," katanya.
Ayah Bisma akhirnya menganggukkan kepalanya. Dia setuju dengan apa yang disampaikan oleh Rangga. Sebagai seorang ayah, tentunya Ayah Bisma juga menginginkan putra bungsunya itu bisa berbaikan dengan Thania dan memiliki ikatan yang hangat.
Ketika sarapan, Thania bertanya kepada Opanya nanti akan mengantarnya ke sekolah jam berapa. Sebab, itu seperti pertanyaan rutin dari Thania.
"Opa, kita ke sekolah jam berapa Opa?"
"Selesaikan sarapannya dulu ya, Sayang. Nanti yang mengantar Thania ke sekolah Papa yah," balas Opa Bisma.
Mendengar bahwa yang akan mengantarkannya ke sekolah adalah papanya, Thania tampak cemberut, bibirnya tampak melengkung ke bawah dan hendak menangis. Seakan dia tidak suka kalau yang mengantarnya ke sekolah adalah papanya. Lebih suka diantar Opa.
"Kenapa Opa?"
"Papa kan sudah di sini, Nia. Papa akan mengantar Nia ke sekolah yah," balas Rangga.
"Nia lebih suka diantar Opa atau Oma," balas Thania.
Seperti biasanya, Thania menolak ketika Papanya sendiri yang hendak mengantarkannya ke sekolah. Akan tetapi, Rangga tidak mau menyerah. Dia berusaha membuat Thania mau untuk diantarnya ke sekolah.
"Papa kan pulang ke Jakarta untuk kamu, Sayang. Jadi, biar Papa antar yah. Papa sayang kamu," kata Rangga.
Lika-liku kehidupan memang tidak ada yang tahu. Ketika pria lain di luar sana seusia Rangga masih bergelut dengan kuliah, berteman dan bisa main ke sana-sini, sementara Rangga sudah menjadi papa muda seorang anak berusia hampir lima tahun. Secara emosi, pastilah Rangga belum matang, terlebih tiga tahun berlalu dan Rangga fokus dengan kuliahnya. Bertemu Thania hanya saat keluarganya mengunjunginya ke Australia, itu pun hanya beberapa kali saja dalam tiga tahun. Sudah sangat wajar kalau Thania seakan tidak memiliki kedekatan dengan papanya sendiri.
Akan tetapi, Rangga kali ini mau berusaha. Dia akan berupaya memenangkan hati Thania. Semoga saja dengan seringnya bersama, putrinya itu akan luluh juga.
"Tidak apa-apa, Thania. Papa sayang kamu loh. Biar diantar Papa yah, Nak," kata Oma Kanaya.
Usai sarapan, Rangga membawakan tas dengan motif Little Pony berwarna pink milik Thania. Sementara Thania berjalan beberapa langkah di belakang Papanya. Baru beberapa langkah, Thania sudah kembali berbicara.
"Memang Papa itu gak tahu, itu tas bekalnya Nia belum dibawa. Nia itu tidak hanya membawa tas sekolah, tapi juga tas bekal," katanya.
Rangga terketuk hatinya. Saking tidak pernah bersama, Rangga juga tidak tahu kalau Nia sekolah membawa tas sekolah dan tas bekal. Pria muda itu menghela napas, menatap Thania dan kemudian berbicara.
"Maaf, Nia. Papa memang tidak tahu. Biar Papa ambil dulu yah. Apa yang Papa tidak tahu, Nia boleh memberitahu Papa kok. Kan sekarang Papa ada di sini, bersama-sama dengan Thania."
Akhirnya, Rangga berbalik dan mengambil tas kotak bekal yang bermotif little pony juga. Rangga harus mengingat dan sekaligus belajar apa saja yang menjadi kebiasaan Thania. Kalau belajar memperhatikan hal kecil, lama-lama Rangga juga akan terbiasa dengan kebiasaan putrinya sendiri.
"Sudah Papa ambil, yuk, berangkat ...."
Rangga mendudukkan Thania di car seat yang memang sudah tersedia di mobilnya. Car seat yang dipasang di belakang kursi kemudinya itu. Kemudian, menaruh tas sekolah dan tas bekal Thania. Barulah Rangga duduk di kursi kemudi dan mulai mengemudikan mobilnya perlahan. Sepanjang perjalanan, tidak banyak obrolan antara Papa dan anak itu. Kalau pun Rangga menanyai Thania, tapi jawaban yang Thania berikan begitu singkat. Rangga bahkan harus menghela napas beberapa kali dan mengatakan kepada dirinya sendiri untuk bisa lebih bersabar.
Setengah jam lebih berkendara, sekarang mereka sudah tiba di sekolah. Rangga kemudian menghentikan mobilnya, dia membukakan pintu untuk Thania.
"Yuk, Thania ...."
Thania turun, sementara Rangga membantu Thania memanggul tas ranselnya di bahu. Tas bekal masih dibawakan oleh Rangga. Di depan sekolah sudah ada beberapa guru yang menyambut. Jujur saja, Rangga bingung. Baru pertama kali mengantarkan anaknya ke sekolah.
Bahkan Rangga memperhatikan guru satu per satu, dan anak-anak yang memberikan salam kepada gurunya sebelum masuk ke dalam sekolah. Berarti memang kebiasaan yang diterapkan di sekolah itu sebelum masuk ke sekolah, anak-anak akan bersalaman atau memberikan tos kepada para guru, barulah masuk ke sekolah.
Thania yang sejak tadi diam dan cemberut sekarang bisa tersenyum. Semua itu karena ada sosok yang dia kenali sekarang sedang melambaikan tangan kepadanya. Rangga juga mengamati dan mengingat-ingat lagi siapa sosok itu. Seolah-olah pernah melihat, hingga akhirnya keduanya berjalan menuju seorang guru muda yang sudah melambaikan tangannya kepada Thania.
"Hei, morning Thania ...."
"Morning Miss Irene," balas Thania.
Rangga mengamati perubahan sikap dan ekspresi wajah putrinya. Sekaligus dia sudah mengingat siapa yang sekarang berbicara dengan Thania. Ya, Miss Irene, guru yang pernah videocall dengannya sewaktu Thania dirawat di rumah sakit kurang lebih dua bulan lalu.
"Tos dulu sama Miss," kata Irene.
Akhirnya Thania memberikan tos kepada Miss Irene. Selain itu, Miss Irene mengecek suhu tubuh Thania dengan termometer, kemudian memberikan hand sanitizer terlebih dahulu di tangan Thania, baru nanti anak-anak boleh masuk ke sekolah.
Melihat sosok yang asing dan sebelumnya tak pernah mengantar Thania sebelumnya. Oleh karena itu, Miss Irene yang berinisiatif menanyai.
"Yang mengantar Thania siapa yah? Biasanya Opanya yang mengantar," tanya Miss Irene dengan sopan.
"Ah, iya ... saya Papanya, Thania," jawab Rangga.
Pria muda mengulurkan tangannya sebatas menyapa dan berkenalan secara formal dengan guru muridnya. Miss Irene mengangguk dan menjabat tangan papanya Thania. Sekarang, barulah mengetahui papa kandung Thania. Sebab, dalam satu semester ini yang mengantar Thania selalu Opa atau Omanya saja.
"Oh, Papanya Thania yah. Saya Miss ...."
"Miss Irene kan?" tebak Rangga.
Irene kemudian mengangguk dan sedikit tersenyum. "Benar, saya Miss Irene. Gurunya Thania di sekolah."
Rangga juga mengangguk, dia tahu itu adalah Miss Irene karena mengingat waktu videocall beberapa bulan yang lalu. Selain itu, tadi Thania sudah menyapa juga nama gurunya itu.
"Maaf, nanti kegiatan sekolah sampai jam berapa ya Miss? Biar saya bisa menjemput Thania," tanyanya.
"Sampai jam 12.00, Pak. Bisa dijemput jam 12.00," balas Irene.
"Baik Miss Irene, makasih infonya. Saya titip Thania ya Miss. Makasih banyak," kata Rangga dan berpamitan untuk ke rumah sakit terlebih dahulu.
Ketika Rangga pergi dan berjalan menuju ke dalam mobilnya, Irene menatap punggung pria yang berjalan menjauh itu. Benar-benar tidak mengira Papanya Thania masih semuda itu. Bisa dikatakan bahkan seumuran dengan Irene. Irene menjadi menerka, di usia berapa pria itu menikah dan Thania lahir. Bukankah itu masih teramat belia? Namun, Irene hanya membatin semuanya di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Diana Susanti
lanjut kak mantab 👍👍👍👍👍
2023-12-04
1
Afternoon Honey
⭐
2023-11-10
0
Christina Natalia
kak thor boleh koreksi nggk klu pas kata2 ya...jgn yah dong...nggk enak dibacanya 🙏
2023-10-09
1