Selang beberapa pekan kemudian ....
Suasana belajar mengajar di sekolah terasa sangat berbeda. Anak-anak terlihat tidak semangat. Semua itu dikarenakan Miss Irene yang mengambil cuti untuk pulang ke Jogjakarta.
Sebenarnya cuti ini sudah direncanakan Miss Irene dari jauh-jauh hari. Akan tetapi, memang tidak memberitahukan kepada murid-murid yang dia ajar. Sebab, pikirnya juga tidak ada kewajiban memberitahu dan juga ada guru lain yang akan mengajar anak-anak kelas TK A untuk satu pekan ke depan.
"Kok yang mengajar bukan Miss Irene sih Miss Ovi?"
"Miss Irene nya ke mana?"
"Yah, gak seru ... gak ada Miss Irene."
Para murid tampak mencari di mana Miss Irene. Untuk anak-anak TK A, Miss Irene sudah seperti sosok idola untuk mereka. Sehinggga ketika kelas TK A diajar guru yang lain, banyak anak-anak yang mencarinya. Termasuk Thania yang juga mencari Miss Irene.
"Miss Ovi, Miss Irene ke mana ya?" tanyanya.
"Miss Irene pulang ke Jogjakarta dulu, Nia. Ada acara keluarga."
Thania tampak menundukkan wajahnya. Dia sedih ketika ke sekolah ingin bertemu Miss Irene justru guru kesayangannya itu pulang ke Jogjakarta. Bahkan Thania bertanya-tanya kenapa Miss Irene pulang ke Jogjakarta tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu.
"Yahh, gak seru deh ... gak ada Miss Irene yang mengajar Thania," kata Thania dengan murung.
Selama kegiatan belajar mengajar, Thania tampak murung. Anak kecil itu tampak tidak bersemangat sama sekali. Hingga siang hari, saat Papanya menjemput pulang, Thania langsung bercerita kepada Papanya.
"Pa, Miss Irene pulang ke Jogja."
Rangga juga kaget. Miss Irene kenapa tiba-tiba pulang ke Jogjakarta. Dari raut wajah Thania sekarang pastilah terlihat bahwa dia sedih karena tidak bertemu dengan Miss Irene.
"Berapa lama?" tanya Rangga.
"Lima hari, Papa ..., tapi kembalinya minggu depan hari Senin. Boleh enggak, Pa ... kita susul Miss ke Jogja?"
"Kan Thania juga harus sekolah. Mana bisa libur?"
"Bisa, Pa. Temannya Thania ada yang libur buat liburan ke Bali kok. Thania juga boleh dong. Susulin Miss Irene, Pa," pintanya.
Rangga menghela napas panjang. Kadang kala putrinya itu kalau memiliki keinginan akan langsung dituruti saat itu juga. Jika tidak dituruti Thania bisa ngambek dan menangis. Namanya juga anak-anak, dia lebih memilih untuk mengedepankan keinginannya.
"Papa masih harus bekerja, Nia," balas Rangga.
Sekadar mendengar ucapan Papanya yang seolah-olah tak menuruti maunya, Thania menangis. Bahkan anak kecil itu terisak-isak di car seat yang sekarang dia duduki. Merasa harus menenangkan Thania, Rangga pun menghentikan mobilnya terlebih dahulu. Usai itu, Rangga pindah ke kursi belakang untuk berbicara dengan Thania.
"Thania kok menangis? Papa salah sama Nia?"
"Mau ke Jogjakarta, Papa ... mau temuin Miss Irene."
"Papa masih harus bekerja ke runah sakit," balas Rangga.
"Cuti dulu, Pa."
Ya Tuhan, agaknya memang Rangga harus ekstra sabar menghadapi Thania. Memang bisa cuti, tapi ke Jogjakarta pun jika hanya sekadar menyusul Miss Irene juga sungkan. Mengingat tidak ada hubungan di antara mereka. Selain itu, hanya Thania saja yang menginginkan Miss Irene untuk menjadi mamanya. Rangga harus mencari alasan yang tepat, tak mungkin juga dia datang tanpa alasan yang tepat dan logis tentunya.
Tidak mungkin berkunjung ke rumah keluarga besar Miss Irene hanya sekadar mengantar Thania yang memiliki hubungan hanya muridnya saja. Mau dipikir berapa kali pun rasanya juga tidak logis.
"Papa, Ayo ...."
Thania sudah sampai taraf memaksa supaya Papanya mau menuruti apa yang dia mau. Rasanya dia tak bisa jika menunggu waktu seminggu untuk bertemu Miss Irene lagi. Kalau bisa berangkat sekarang pun, Thania tak keberatan.
...🍀🍀🍀...
Malam itu juga Rangga bersama Thania pergi ke Jogjakarta. Si Papa akhirnya mengambil cuti untuk menuruti kemauan anaknya itu. Bahkan sebelumnya Rangga sudah mencari tahu alamat Miss Irene dari sekolah.
"Kita berangkat sekarang, tapi ketemunya Miss Irene besok loh, Thania. Tidak sopan bertamu ke rumah orang malam-malam," kata Rangga kepada Thania.
"Kenapa Pa?"
"Pertama, tidak sopan. Kedua, kita tidak tahu keluarga Miss Irene seperti apa. Ketiga, di Jogjakarta itu kental dengan adat dan tradisi. Tidak elok orang asing bertamu ke rumah seseorang malam-malam. Jogjakarta itu sangat berbeda dengan Jakarta," jelas Rangga.
"Oke, Pa."
Kali ini pun menjadi pengalaman pertama bagi Rangga pergi bersama dengan putrinya. Sebelumnya mana pernah Rangga pergi berdua hanya dengan Thania. Di bandara pun, papa muda itu hanya bersama dengan Thania. Beberapa penumpang pun mengamati keduanya. Pastilah banyak yang menerka juga bahwa Rangga itu Unclenya Thania, lantaran usia yang masih muda.
"Thania mau ke toilet dulu tidak? Kita masih harus naik pesawat loh," tanya Rangga.
"Enggak, Pa. Terbangnya masih lama ya Pa?"
"Satu jam lagi, Nia. Kalau Nia ngantuk, bobok aja. Nanti Papa yang gendong."
Akan tetapi, Thania tak tidur sama sekali. Sepanjang perjalanan dia tidak tertidur malahan. Bahkan ketika sudah berada di dalam pesawat pun Thania juga tak tidur. Ini bukan sekadar perjalanan ke Jogjakarta untuk Rangga, tapi juga momen lebih dekat dengan putrinya sendiri.
Di kesempatan kali ini juga Rangga mendengar cerita Thania. Ternyata, ketika sudah dekat, Thania adalah anak yang begitu ceriwis. Seolah dia tak pernah kehabisan topik pembicaraan. Mulai dari sekolah, teman-teman di sekolah, sepupunya, hingga kartun kesukaannya semua diceritakan kepada Papanya.
Waktu yang hilang selama tiga tahun membuat Rangga tidak mengenal dekat putrinya. Tidak tahu apa yang disukai putrinya. Tidak tahu kartun favoritnya. Sekarang, di dalam pesawat udara justru banyak yang Thania ceritakan.
"Thania takut enggak naik pesawat?" tanya Rangga.
"Enggak dong. Kan sering naik pesawat. Dulu, sering ke Bali, Pa. Ikut Oma mengerjakan bisnis. Sekarang aja, Oma jadi banyak di rumah. Daddy yang handle bisnis," cerita Thania.
Baru beberapa detik, Thania diam, sekarang dia sudah bertanya lagi kepada Papanya."Papa tidak berbisnis seperti Daddy dan Oma?" tanyanya.
Rangga kemudian dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, Papa pengen jadi seperti Opa. Memeriksa anak-anak yang sakit dan membantu mereka sembuh. Bisnis biar dikerjakan Oma dan Uncle Aksara saja. Sekarang Thania manggilnya Uncle, kan Papa sudah di sini. Sudah barengan dengan Nia."
"Kan dari kecil Thania manggilnya Daddy," balasnya.
Rangga kemudian tersenyum. "Ya kalau Thania mau. Kan sebenarnya Daddy itu Unclenya Thania, Kakaknya Papa. Papa aja manggilnya Mas loh ke Daddy Aksara."
Thania terdiam sebentar. Kemudian anak kecil itu berbicara lagi. "Kalau nanti Thania udah punya Mama, nanti manggilnya jadi Uncle. Makanya buruan jadiin Miss Irene mamanya Thania dong, Pa."
Seolah gadis kecil itu mengajak win-win solution dengan Papanya sendiri. Rangga hanya tersenyum. Putrinya itu memang paling bisa mendapatkan apa yang dia mau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Siti
gimana nanti ya kl pas papa rangga ama thania berkunjung kerumah bu guru ada yg lamaran duh jd deg...deg..an
2023-10-12
1
Holimah Holimah
Di lanjut Up lagi Thoor 💪💪😘.... Gemes aku sama Tania 😍😍
2023-10-12
0
anypuji
Thania gak sabar ya...sama para readers juga gak sabar
2023-10-12
0