Waktu bergulir, meskipun bisnis ayah terlihat begitu maju tapi hubungan antara kita sebagai anak anaknya dan ayah menjadi renggang. Ayah terlalu disibukkan dengan berbagai kegiatannya dan keliatannya ayah telah melupakan bahwa dirumah ini ada kami, selain sibuk sekali dengan bisnis. Hari harinya ia sibukkan dengan bu Siti, istri barunya.
Aku melihat perubahan didalam diri ayah tidak menjadi masalah bahkan sangat senang bahwa ahirnya ia menjadi seorang pengusaha sukses tapi melihat gaya kehidupan bu Situ sangatlah mengganggu pikiranku . Bu Siti tampak sangat manis dan manja didepan umum namun sebetulnya ia seorang yang galak dan kejam.
Tanpa bu Siti sadari, aku sering memperhatikan ketika ia membentak bentak ayah ketika berada dirumah, bahkan ia sering minta dibelikan berbagai macam tas jinjing yang bermerek. Ia akan marah besar apabila keinginannya tidak diberikan ayah.
Dalam satu bulan ada 2 kali ia minta dibelikan tas tas baru dan bermerek. Padahal dalam lemarinya sudah ada sekitar sepuluh tas yang bagus.
Kini bu Siti bergaya bak seorang selegram, semua pakaian dan aksesoris yang dikenakan branded. Dan anehnya ayah tidak pernah komplain sama sekali.
Aku kaget ketika satu hari bu Siti pulang kerumah mengendarai Mobil Honda Civic keluaran terbaru. Siapa lagi kalau bukan ayah yang memberikan mobil baru itu. Katanya malu kalau sedang arisan tidak datang dengan kendaraan baru.
Aku pernah menanyakan tentang perangai ibu tiriku ini. Ayah nampaknya justru merasa terganggu dengan pertanyaanku.
"Ah sudahlah jangan kau tanya itu, dia kan sering bergaul dengan ibu ibu pejabat. Malu dong kalau mobilnya tidak bagus" jawab ayah dengan ketus.
Ketika mendengar peringatan ayah, Rini adikku pun bersikap sama, ia justru memilih diam dan tidak merespon sama sekali.
"Rin, kenapa ahir ahir ini kamu sering dikamar?" tanyaku ketika makan malam berdua. Kebetulan kedua orang tuaku sedang ada acara diluar rumah. Kesempatan ini aku gunakan untuk berdialog dengan adikku.
"Aah ga apa apa mas, Rini banyak pekerjaan rumah saja" jawab Rini singkat.
Aku tau Rini menyembunyikan sesuatu tapi ia enggan mengutarakan.
"Rin, cerita ke aku ya kalau ada apa apa..aku pengganti ibu. Kini 'kan ia sudah tiada..akulah yang menjadi penjagamu sekarang. Lihatlah ayah, ia sudah sibuk dengan dunianya, aku satu satunya tempat untuk kamu berbicara..okay?"
Rini tidak menjawab, ia hanya menganggukan kepala. Aku tau tentang Rini, ia adikku dan ini bukankah sikap dia yang sebenarnya. Biasanya apabila ia pusing kepala saja, pasti mengadu kepadaku.
Sebuah kejadian pun terjadi, hari itu hari minggu dan setiap hari minggu pagi aku biasanya kelapangan badminton dengan beberapa teman kuliah berolah raga. Secara rutin setelah acara badminton biasanya kita akan kewarung bu Narti untuk melepaskan haus dahaga. Entah kenapa kali itu aku punya perasaan aneh pamit pulang duluan.
Baru saja aku mematikan mesin motor dan berjalan masuk dari arah ruang makan belakang terdengar suara teriakan bu Siti, Sepertinya ia sedang menghardik.
Langkahku terhenti ketika mendengar tangisan suara Rini.
"Jawab pertanyaanku! Dimana kamu simpan kalung emasku??"
"Aku tidak tau ibu! Kalung emas yang mana?" terdengar suara Rini sambil menangis.
Tiba tiba...Plak! Jelas sekali aku mendengar suara tamparan keras. Dengan cepat aku berlari dan betapa kagetnya aku melihat tangan kiri bu Siti sedang mencengkram kerah kaos Rini dan tangan kanannya diangkat keatas hendak melepaskan pukulan kedua.
"Hai stop! Ada apa ini?!" teriakku dengan kencang, aku menghampiri mereka dan langsung mendorong tubuh bu Siti. Wanita paruh baya itu kaget dan hampir saja jatuh karena doronganku.
"Hehe berani sekali kamu kurang ajar sama aku!" teriak bu Siti.
"Sabar ibu! Ceritakan Rini ada apa??"
Rini mengelus pipi kanannya yang kini menjadi agak merah, ia memandangku dengan penuh belas kasihan. Rini menundukkan tubuhnya dan memelukku.
"Mas..ibu menuduh aku mencuri perhiasannya"
Kaget atas peringatan Rini, aku langsung memalingkan wajahnya kearah bu Siti seakan meminta penjelasan darinya.
"Adikmu telah mencuri kalung emasku! Tadi aku baru pulang dari senam pagi dan melihat dia keluar dari kamar tidurku!" ucap bu Siti dengan nada tinggi.
"Apa benar itu? Ngapain kamu dikamar ibu?"
"Lho kan, memang itu permintaan ibu. Hari minggu pagi minta kamarnya dibersihkan" Rini mencoba menjelaskan, dan sebetulnya terus terang penjelasan ini baru pertama kali aku dengar.
"Bersihkan kamar? Sejak kapan?"
Aku memang tidak tau bahwa ternyata ada sebuah permintaan khusus kepada Rini untuk setiap minggu pagi membersihkan kamar tidur orang tuaku. Kurang ajar! Emangnya Rini seorang pembantu rumah tangga??
"Sudah lama mas aku kerjakan itu, mas ga tau karena kalo minggu pagi mas olahraga badminton"
"Ayah tau tentang ini?"
Rini menganggukan kepalanya dengan lemas.
"Kenapa ibu menyuruh Rini bersihkan kamar tidur? Rini bukan pembantu disini!" aku menghardik dengan keras.
"Lho dia kan anak gadis, dia harus dilatih untuk hal hal kaya gitu! Nah, tadi aku cek kalungku yang biasanya aku taro disamping tempat tidur sekarang ilang!"
"Mulai Hari ini Rini tidak usah bersihkan kamar ibu! sekali lagi Rini bukan pembantu! Mengenai kalung mungkin saja jatuh dibawah tempat tidur apa sudah diperiksa tempat lain? Satu lagi,. jangan pernah mukul Rini lagi!" uneg uneg yang aku simpan selama ini aku keluarkan dengan keras. Aku memang sudah males liat gaya wanita ini.
Memang kejadian pagi itu merupakan awal perpecahan diantara kita. Bahkan disiang hari itu ketika ayah pulang dari pertemuan dengan rekan bisnisnya, ayah juga ikut ikutan menyalahkan Rini.
"Kalau memang kamu menginginkan kalung, tinggal minta saja nanti ayah akan belikan. Sekarang kembalikan kalung ibumu!" ucap ayah dengan nada kasar.
Darahku naik seketika, bagaimana bisa ayah berpihak kepada bu Siti dan seakan akan mengarahkan bahwa pencuri kalung itu adalah Rini. Lalu,..bagaimana dengan penganiayaan tadi?
Aku kehilangan kata kata, sempat aku melirik kearah bu Siti. Wanita itu tersenyum sinis kepada diriku.
Tanpa basa basi aku menarik tangan Rini dan beranjak dari suasana yang sangat toxic itu.
"Kalian mau kemana?" Tanya ayah kaget.
Langkah kaki aku hentikan dan memutar tubuhnya menghadap ayah.
"Bagaimana ayah bisa menuduh Rini? Dia anakmu ayah! Mana mungkin Rini bisa menjadi seorang tukang nyuri!"
Kembali aku menarik tangan Rini dan beranjak meninggalkan mereka.
"Manto! Kembali sini!" Aku kaget, ayah memanggil nama asliku, bukan nama panggilan yaitu Gandung.
Tapi aku sudah marah dan muak akan semuanya.
"Rin, Ayo ganti baju..aku mau ngobrol diluar rumah"
"Mas...jangan, sudah lupakan saja.."
"Rin! Kamu tidak dengar tadi bagaimana ayah menganggapmu sebagai seorang pencuri! Aku tidak terima itu"
"Sudah mas, aku mau dikamar saja, terima kasih mas"
Aku Jadi bingung sendiri, ya sudah aku mengalah..aku antar Rini kedalam kamarnya. Darahku masih bergolak, dengan langkah cepat akupun masuk kekamarku.
...>>>>>...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments