Perjalanan bis ini terasa sangat kaku, bahkan seakan aku tidak merasakan naik bis..entah bagaimana, perasaan ini seperti tidak didalam bis. Kuncinya, selamat perjalanan hampir tidak pernah kena macet. Antara kelelahan dan keinginan untuk sampai dirumah beberapa kali aku terbangun dan tertidur. Setiap kali terbangun aku menoleh kearah adikku, istimewa sekali..Rini nampak terlelap dalam tidur yang dalam, begitu juga pak Hasbulah..
Tiba tiba..terdengar suara ponselku! Saking kagetnya aku terbangun dan menatap layar, beratus ratus pesan masuk. Cepat cepat ku pencet speaker ponsel, semua fitur aku matikan agar tidak ada suara suara lain yang keluar.. Aku tidak mau mengganggu penumpang lainnya dengan suara apapun.
Rupanya selama aku berada di Nur Zamata ponselku telah mati dan kini ketika kita berada didalam bis secara otomatis menyala. bermacam macam pesan masuk entah itu dari teman temanku atau bahkan ada yang dari bu Siti Daniah ibu tiriku.
Ketika kita memasuki daerah kampung rambutan, bis berhenti dan turunlah tiga wanita setengah baya. Setengah mata aku buka untuk melihat siapakah yang turun.
Beberapa saat kemudian setelah tiga wanita itu turun, tiba tiba pak supir pun berdiri dan diikuti seluruh penumpang..aku kaget ada apa?
Semuanya memberikan barang dan satu persatu melangkah kearah pintu keluar. Pada saat itu aku merasakan sentuhan ditanganku..
"Kita turun disini" ternyata Pak Hasbulah telah bangun dan menyuruhku bangun. Aku bingung, kenapa turun disini? daerah Bintaro masih cukup jauh.
"Bangunkan Rini, kita turun disini" ucap Pak Hasbulah lagi.
Saat itu aku sempat melihat pak supir, ia nampaknya berdiri disamping kursinya menatap kearah kita. ia tersenyum dan menundukkan kepalanya.
Cepat aku bangunkan Rini dan mengikuti langkah Pak Hasbulah yang mulai berjalan kedepan.
"Mas, aku ngantuk" gumam Rini.
"Nda apa apa, kita turun disini..ayok"
Ketika melewati Pak supir, sumpah aku mencium aroma bau kemenyan yang pekat. Entah darimana datangnya bau itu.
"Terima kasih Pak" ucapku.
Laki laki setengah tua itu hanya menundukkan kepala tanpa mengatakan apa apa.
Kami turun sebagai penumpang terahir,.keadaan diluar sungguh aneh. Kampung rambutan yang biasanya sibuk dan penuh dengan para ojek yang mangkal disekitar situ kini nampak sepi dan langit aku ingat berkabut.
Aku mencari kemana para penumpang yang telah turun tapi tidak satupun aku melihat mereka.
"Pak..kita dimana ini?" tanyaku heran.
"Sudahlah..ayok kita kesana" ucap Pak Hasbulah sambil menunjuk kearah sebuah lapangan yang luas. Aneh, setauku daerah sini tidak ada lapangan..Kenapa sekarang ada tempat seperti ini?
Pak Hasbulah menaruh satu jari dimulutnya menandakan aku tidak usah berbicara.
Dipojok lapangan Pak Hasbulah duduk bersila, ia persilahkan kita untuk bersila juga.
"Jangan kaget..bis yang kita tumpangi tadi adalah bis gaib..bapak memang sengaja ikut dengan bis gaib itu untuk mengantarkan ke Jakarta..liat, itu penumpang penumpang tadi" ucap pa Hasbulah sambil menunjuk kedepan.
Aku melihat dengan jelas kerumunan penumpang bahkan tiga wanita paruh baya itu berjalan paling depan. Mereka berhenti disebuah bis berwarna putih. Satu persatu naik keatas bis.
Setelah semua masuk, bis itu berjalan dengan pelan, didepannya nampak awan atau kabut yang gelap. Aku tidak bisa melihat bis itu ketika mulai bergerak dan kemudian masuk kedalam kabut.
"Kemana mereka?" secara tidak sengaja aku lontarkan pertanyaan.
"mereka adalah para penumpang yang telah meninggal dan bis yang kita tumpangi sebetulnya adalah sebuah bis yang telah hancur tertabrak, semua penumpangnya meninggal..kebetulan waktu kita berada dirumah makan, bis itu ada disana dan menuju ke Jakarta, bapak minta ijin untuk ikut"
Seketika aku merasakan tangan Rini merenggut tanganku.
"Tidak usah takut..mereka hanya menolong membawa kita kesini..sekarang mereka sudah naik bis menuju ketempat yang seharusnya mereka tuju..bapak naik bis itu agar tidak terdeteksi pasukan Dewi Mas"
"Lalu..bagaimana dengan kita?"
"Bapak akan bawa kalian ke tempatmu..dua minggu dari sekarang kalian siapkan diri dirumah, bapak dan Burwa akan datang menjemput untuk kembali ke Nur Zamata. Besok pagi, akan datang ketempatmu seorang laki laki membawa Wang..berikan kepadanya sebatang emasmu, yang kecil saja"
Aku hanya menganggukan kepala mendengarkan tuturan Pak Hasbulah.
"Wang itu cukup untuk membayar semua urusan sewa kontrak rumah, jangan lupa siapkan kebaya putih untuk Rini dan juga sarung putih untukmu"
Pak Hasbulah menutup kedua matanya seraya berkata..
"Ayok bapak antarkan pulang..disana ada batu besar kita berdiri disana"
Pak Hasbulah membelakangi kita, ia mengangkat satu tangannya. Sebuah hentakan terasa dikaki..tiba tiba kita telah berada disebuah lapangan bola. Aku ingat, ini adalah lapangan bola dekat daerah Organon Bintaro.
"Rin..mana Pak Hasbulah?"
Rini menoleh kekiri dan kanan..tidak ada siapa siapa..
"Ya udah mas..kita pulang aja yuk, ini sudah diBintaro" ucap Rini kalem..wah hebat justru Rini yang lebih kalem dan tenang dari aku.
®®®®®
Hari masih pagi bahkan suara azan subuh belum berkumandang. Aku yang tergugah turun dari tempat tidur dan meraih tas kulitku. Didalam tas putih ada tiga batang emas, dua berbentuk segi empat ukuran 15 sentimeter dan satu lagi berukuran kecil kurang lebih 5 sentimeter.
Pesan Pak Hasbulah serahkan emas yang berbentuk kecil, baiklah aku siapkan dulu..
Tepat jam 6.30 pagi aku kedatangan seorang tamu. Ia mengatakan datang dari luar kota untuk menyerahkan sebuah tas kecil.
Perawakannya tidak tinggi, ia memakai baju Putih dan celana hitam dengan kopiah hitam. Sosoknya mengingatkan aku kepada seorang santri. Senyumnya sangat menawan dan tutur katanya sangat halus.
Aku persilahkan ia duduk sambil aku mengambil emas kecil dari atas buffet.
"Ini mas, aku diberitahukan Pak Hasbulah untuk menyerahkan ini"
"Oh njjih, matur suwun..saya ambil ya, ini tasnya silahkan diambil..Saya harus langsung pulang sebelum siang datang..Mohon pamit dulu"
Setelah orang itu pergi aku dan Rini dengan berdebar debar membawa tas kecil itu masuk kekamar tidur.
"Rin, Kata pa Hasbulah akan ada wang didalamnya..coba kita liat, apa benar atau tidak"
Tas itu nampaknya terbuat dari anyaman daun kelapa, berwarna hijau muda. Dengan gemetar aku membuka tutup atasnya.
Saking kagetnya, aku sempat melepaskan tas itu keatas meja..aku melihat mata Rini yang terbelalak. Kami saling pandang, tidak percaya apa yang kita lihat.
Didalam tas itu dua tumpuk wang berwarna merah. Pelan pelan aku mengangkatnya keluar.
"Coba Rin, kamu hitung tumpukan yang itu, aku hitung yang ini"
Setelah beberapa saat selesailah kami menghitung, tumpukan Rini berjumlah lima puluh juta sama dengan tumpukanku..total ada seratus juta!
"Mas..apa tidak salah ini?" Tanya Rini gemetar.
"Rin! Itu ada sehelai kertas..coba liat"
Memang diantara dua tumpukan itu sehelai kertas berwarna ungu terlihat diantara dua tumpukan Wang tadi.
"Kakanda dan adinda sekalian, terimalah sekedar wang untuk urusan kalian disana. Wang wang ini adalah sah dan bukan wang palsu..gunakanlah sesuai keperluan kalian..tertanda Raden Parapat"
Rini tidak kuasa menahan tangis, ia menutupi wajahnya dengan kertas ungu itu. Aku memeluk tubuh adikku dengan erat..
"Sukurlah Rin, Hari ini kita lunaskan semua biaya kontrak rumah"
...>>>>>>...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments