"Mana Karina, Jen?"
"Ada, ini lagi makan. Kenapa?"
"Serius?"
"Iya, serius. Untuk apa juga bercanda."
"Kalau Karina di sana, terus yang aku tangani tadi siapa?"
"Langsung saja, Jun. Ada apa?"
"Pasien pendarahan atas nama Karina yang ditemani kedua orangtuanya dan pacarnya." Jelas Renjun.
"Jun, kalau ngantuk mending tidur sana." Suruh Jeno. Temannya ini ngelantur.
"Tidak percaya nih ceritanya?"
"Iyalah .... Mana mungkin aku percaya sedangkan Karina ada di sini." Balas Jeno.
"Datang ke rumah sakit dan lihat sendiri."
Jeno memperhatikan Karina yang sibuk makan dengan anggun serta aura lembut terasa menyebar di ruang besar itu. Ntah Jeno salah atau memang ia kurang peka, tapi rasanya aura Karina belakangan ini tidak pernah selembut ini, auranya terasa tegas malah sesekali terasa mengintimidasi. Terlebih lagi ketika tahu kalau dirinya hamil, rasanya Jeno agak menciut.Tapi apa ini?
"Kamu kenapa tidak makan? Apa makanannya tidak enak? Mau aku masakin sesuatu?" Tanya Karina.
Nah, ini satu lagi. Biasanya Karina itu kepo dengan apa yang akan dia lakukan. Apalagi ada yang menelpon seperti tadi. Karina pasti sudah merecoki dirinya dengan bertanya sampai ke akar-akarnya, hingga dia merasa puas. Tapi ini malah tanya soal makanan. Tunggu-tunggu! Bukannya dari awal Karina memang begini? baru beberapa bulan saja Karina terlihat berbeda. Duh, lama-lama Jeno bisa sedikit gila.
Terus maksud Renjun tadi apa?
"Kok melamun? Ada masalah di kantor?"
Oke, Jeno fokus!
"Cuma mikirin kerjaan, Rin. Tidak ada masalah kok." Dalih Jeno.
"Jangan terlalu dipikirkan nanti kamu sakit."
"Iya, Karin~ aku pergi dulu, ya. Hati-hati di rumah. Jangan terlalu bar-bar, nanti bayi kita ikut bar-bar juga." Nasehat Jeno sungguh-sungguh. Yang di nasehati malah bengong. "Dengar tidak, Karin sayang?"
Karin ngangguk cepat, "dengar kok dengar."
"Bagus."
"Lanjutkan makannya, sudah itu minum susu, jangan lupa."
"Iya~"
Jeno mencium kening Karina, barulah dia beranjak dari sana. Baru saja berbelok, suara nyaring Karina terdengar memekakkan telinga.
"Anggia!"
Sudahlah, Jen, jangan hiraukan.
...🕊️...
"Ruangan mana?"
Renjun cuma menghela napas lelah sama kelakuan temannya ini. Untung dia sedang tidak ada pasien. Main masuk tanpa mengetuk pintu, sudah seperti masuk ke dalam rumah sendiri saja. "Siapkan mental dulu gih." Suruh Renjun.
"Halah, untuk apa menyiapkan mental? Awas saja kalau bohong!" Ancam Jeno sambil menunjuk wajah Renjun, "aku sudah tidak pergi ke kantor hari ini gara-gara info tidak jelas ini."
"Kalau aku tidak bohong bagaimana? Karina jadi pacarku seminggu bolehlah ...." Senang sekali Renjun menggoda Jeno begini.
"Sadar, Jun, sadar. Kalau sudah punya orang ya sudah."
"Dih!"
"Renjun, ayo ruangan mana?!"
"Sabar kek jadi manusia." Protes Renjun.
Jeno mengikuti langkah pendek Renjun yang terasa sangat lamban seperti siput tenggelam ini dengan penuh kesabaran. Tidak tahu apa orang penasaran begini!
Sedangkan di tempat lain, seorang perempuan cantik berbadan dua ini tengah tertunduk dan diam membisu. Bagaimana tidak, jika sorot pandangan orang-orang disekelilingnya terasa mengintimidasi. Harusnya Katrina tidak perlu takut. Dia lebih galak dari mereka-mereka ini kok. Apa karena ada abayi di perutnya kali ya? Makanya Katrina agak menciut begini.
"Karina, siapa ayahnya?" Pertanyaan yang kesekian kali terlontar dari 2 jam yang lalu semenjak Katrina sadar. "Jika kamu tidak mau memberitahu, kalau Daddy mencari tahu sendiri dan menemukannya, jangan harap Daddy membiarkan dia menghirup oksigen lagi." Ancam Chanyeol.
"Kejam." Timbal Katrina.
"Jangan-jangan ayahnya kamu Mark?"
Yang namanya disebut langsung terlonjak kaget. "Secintanya aku sama Karina, aku tidak pernah berpikir melakukan hal begitu, Mom. Kalau Mommy sama Daddy tidak percaya, kita bisa melakukan tes DNA nanti."
"Padahal kalau memang iya tidak apa-apa kok," jawab Wendy santai.
"Mommy sesat." Protes Katrina lagi.
"Jadi, Karin? Daddy tahu seperti apa kamu. Tidak mungkin kamu diam saja kalau kamu tidak suka dengan dia. Apalagi sampai menghasilkan cucu."
Diam-diam Mark tengah nelangsang. Sepertinya Mark memang tidak ditakdirkan untuk bersama Karina.
"Ngomong-ngomong, Daddy sama Mommy tidak marah?" Tanya Katrina.
"Marah." Jawab Wendy singkat.
"Kok tidak teriak-teriak?" Heran Katrina. Biasanya mommynya ini cerewet sekali.
"Buang-buang tenaga saja."
Kok Karina jadi pengen ngejulid ya?
"Sebentar-sebentar! Ini bayiku apa kabarnya?!" Katrina tiba-tiba panik.
"Sehat. Cuma mentalnya agak terganggu punya ibu seperti kamu. Bar-bar." Julit Wendy.
Raut wajah Katrina berubah jadi masam."Padahal keturunan kalian makanya jadi bar-bar. Cuma Mark Oppa saja yang waras di sini." Cibir Katrina.
Tidak lama suara ketukan pintu terdengar. Mereka serempak menoleh ke arah pintu masuk.
"Selamat pagi."
"Oh, Dokter. Bukannya tadi Dokter sudah dari sini? Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan Karina sehingga Dokter datang lagi?" Tanya Wendy.
"Em, begini ...." Renjun jadi kikuk sendiri ditatap intens oleh ke-empat orang di sana. Dan dari yang lain, yang paling intens disertai hawa menyeramkan adalah tatapan Katrina. Rasanya Renjun akan dikuliti saja oleh Katrina.
Sedangkan Katrina sendiri mana sadar kalau dia seperti itu.
Masih dengan keterdiaman menunggu jawaban Renjun, ntah bagaimana ceritanya hidung Katrina mencium wangi yang familiar. Mata Katrina langsung tertuju ke arah pintu masuk yang tertutup.
"Jeno." Gumaman Katrina berhasil membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
Waoh~ apakah ini kekuatan seorang istri? Renjun merasa dia tengah melihat kejadian yang woah sekali.
"Siapa Jeno? Ayah dari calon cucu Mommy?" Tanya Wendy.
"Sebenarnya ada yang ingin bertemu dengan kalian. Orangnya ada di luar sekarang. Kalau begitu saya pamit dulu." Buru-buru Renjun keluar dari ruangan. Dia tidak mau terjebak di sini.
"Bagaimana?" Jeno bertanya dengan tidak sabaran, sekaligus merasa kalau Renjun ini berbohong soal Karina dan keluarganya.
"Jangan banyak tanya. Masuk sana." Renjun mendorong Jeno masuk. Jeno ikut-ikut saja toh dia memang mau masuk.
Deg
Demi Jeno bucin istrinya. Apa ini?!
Mati Aku." Rasanya jantung Katrina mau keluar dari tempatnya.
Jeno tanpa berkedip berjalan mendekati Katrina yang terduduk kaku. Tapi sebelum itu, Jeno menyadari atensi orang lain yang mungkin bingung dengan kehadirannya.
Selamat pagi." Sapa Jeno ramah.
"Pagi. Kamu siapa ya?" Jawab salah satu wanita di sana yang Jeno yakinin bahwa itu adalah ibu dari istrinya sesuai informasi yang diberikan oleh temannya.
"Sebelumnya terima kasih sudah membawa istri saya ke rumah sakit. Perkenalkan saya Lee Jeno, suaminya Karina."
"Hah? Suami?!" Chanyeol melotot kaget. Tak ayal Wendy dan Mark pun begitu. Kapan menikahnya coba?!
"Iya. Sekali lagi terima kasih," ucap Jeno tulus.
Wendy yang masih dalam kondisi kaget berkata, "Karina putri saya, dan saya tidak pernah merasa menikahkan dia dengan siapapun." Kemudian menatap Jeno penuh tanda tanya.
...🕊️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments