"Jadi, apa yang membuat Karin pendarahan seperti itu? Orang rumah berkata kalau Karin terjatuh."
"Jen"
"Ya?"
"Pernahkah kau memeriksa CCTV rumah?"
Jeno mengangguk, "seminggu sekali aku memeriksanya."
"Cek CCTV hari ini."
"Ren, aku mau mengetahui keadaan Karin bukan untuk melihat--"
"Sudah ikuti saja perkataan ku. Aku mencurigai sesuatu."
Jeno mengeluarkan ponsel miliknya. Meletakkannya di atas meja agar temannya itu bisa melihat juga. Awalnya tidak ada apa-apa, semuanya terlihat baik-baik saja. Jeno memang hanya sering melihat interaksi istrinya dengan penghuni lainnya. Hanya melihat sekilas, tidak benar-benar memperhatikan.
"Jen, perbesar volumenya."
"Nyali kau besar sekali akhir-akhir ini, ya. Apa kau kangen dengan rasa kena tusuk jarum? Kalau iya, maka dengan senang hati kami di sini membantu mengurangi rasa kangen kau itu. Kau, ambil yang biasa."
"Ternyata jarum, ya ...."
"Apa maksud Anggia dengan nyali? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Jeno yang masih tidak mengerti dengan situasi sekarang.
"Begini, mereka ini mengarah ke mana?" Tanya Renjun setelah memutar kembali rekaman CCTV yang terlihat mencurigakan baginya.
"Itu bagian rumah belakang, gudang."
"Apa ada CCTV?" Jeno menggeleng. "Aku akan menjelaskan hasil pemeriksaan tadi. Pertama, kau dengarkan Anggia menyebut nyali dan jarum di percakapan ini,"
"Iya, terus?"
"Metode penyiksaan yang paling aman tanpa meninggalkan jejak, jarum adalah pemilihan paling tepat dan mudah didapat. Aku menemukan jejak itu di telapak tangan dan kaki Karina, ditambah bukti yang menguatkan terdapat luka sobek di telapak kakinya. Kedua, terdapat memar samar di pipi kiri dan luka sobek bagian pipi dalam. Penyebabnya bisa saja tamparan atau pukulan. Ketiga, penyebab dari pendarahan karena trauma akibat benda tumpul. Seharusnya dalam kasus ini calon bayi tidak akan bertahan dilihat dari pendarahan yang tidak bisa dibilang sedikit. Benturan benda tumpul ini dibagian perut atas dekat tulang rusuk. Untung saja tidak terjadi keretakan. Jadi, Jeno apa kau mendengar perkataan ku?" Renjun berhenti menjelaskan lalu menepuk-nepuk lengan temannya. Pasalnya Jeno duduk bersandar sambil memejamkan matanya.
"Berapa usianya?" Tanya Jeno masih dengan posisi yang sama.
"Apa?"
"Usia calon bayi kami. Berapa?"
"Dua Minggu."
"Kau yakin dia masih ada?"
"Aku yakin. Pada trimester awal rahim dilindungi oleh panggul. Rahimnya belum nampak keluar karena masih kecil. Beda lagi kalau sudah lewat trimester awal. Walaupun begitu, untuk kasus ini aku menganggapnya sebuah keajaiban. Calon bayi kalian kuat. Untuk dugaan penyiksaan aku melihat dari kondisi Karina. Tidak mungkin Karina menyakiti dirinya sendiri." Jelas Renjun panjang lebar.
"Aku tahu. Aku memasang CCTV di dalam kamar, Ren. Apa aku harus melihatnya?"
"Terakhir Karina ada di kamar, kan, Jen. Kejadian di kamar aku rasa bisa menyimpulkan semuanya."
"Oke."
Bugh
"Akh!"
"Ya ampun Karina--"
Brak
Jeno melempar ponselnya ke sembarang arah. Enggan melihat kelanjutannya karena awal rekaman sudah membenarkan dugaan. Sooyoung, wanita tua itu semakin bertingkah.
"Aku akan pulang sebentar. Aku titip Karin, Ren."
"Tenang saja, aku akan menjaganya."
...🕊️...
"Jangan biarkan satu pun orang keluar dari rumah. Jika ada yang kabur, seret dia kembali dalam keadaan hidup."
"Baik."
...🕊️ ...
"Kira-kira Jeno tahu tidak ya? Kira-kira kita masih aman tidak? Itu tadi Karina kenapa? Bagaimana kalau Karina mengadu? Bagaimana kalau dokter menemukan kejanggalan? Bagaimana ini, Ma? Jangan diam saja dong." Rentetan pertanyaan Anggia layangkan. Ia sungguh khawatir sekarang. Sedangkan mama mertunya ini cuma diam saja.
"Daripada bicara tidak ada gunanya, mending pikirkan cara apa saja agar Jeno tidak mencurigai kita." Timbal Sooyoung.
"Aku tidak tahu caranya bagaimana. Kita keluar dari zona aman, Ma. Aku takut Jeno tahu." Anggia tidak bisa berpikir lagi. Otaknya yang bisanya licik itu seperti orang bodoh sekarang. Ia tidak bisa memikirkan apa pun.
"Apa kamar mereka ada CCTV?" Sooyoung akan berdalih kalau tidak ada bukti nyata.
Anggia terdiam sejenak. Lalu menoleh perlahan ke arah Sooyoung dengan tatapan putus asa yang tercetak jelas dimatanya.
"Anggia, ada apa?"
"Kamarku dan kamar Karina ada CCTV. Jeno sengaja memasang CCTV untuk memantau keadaan kami." Ucapnya pelan.
Plak!
Anggia terperanjat kaget memegang pipinya yang terasa panas.
"Bodoh! Kau malah menyarankan menyiksa Karina di kamarnya. Kemana perginya otak yang kau bilang cerdas itu?!" Marah Sooyoung. Kenapa dia bertemu dengan orang bodoh ini. Sungguh hidupnya tidak beruntung.
"Aku lupa, oke. Kau tidak bisa menyalahkan aku sepenuhnya. Kau melimpahkan semuanya kepadaku, dan kau cuma mau terima beres saja. Kenapa bukan kau yang menyingkirkannya? Kenapa lewat aku? Harusnya sejak dari awal aku masuk rumah ini Jeno sudah menjadi milikku seutuhnya, dan kau bisa memiliki harta Jeno sebelum Jeno mengatasnamakan Karina atas seluruh hartanya. Tapi kau bertele-tele! Kau yang bodoh!"
"Mudah sekali kau bicara. Jeno itu bukan anak kandungku. Dia juga tidak punya banyak kepercayaan atas sikapku padanya. Jalan satu-satunya mendapatkan kepercayaan dengan membantunya mendapatkan keturunan. Itulah kenapa aku menyarankan Jeno untuk menikah lagi. Ada alasan kenapa aku tidak langsung membunuh Karina, tapi membuat Karina tidak bisa hamil supaya lambat laun Jeno melupakannya. Dan tugas kau di sini memupuk rasa benci Jeno terhadap Karina. Tapi sampai sekarang kau masih belum berhasil. Dasar tidak berguna."
"Hei, kau! Kau yang tidak berguna, dasar tua bangka!"
Plak!
"Berani sekali kau!" Lagi Sooyoung menampar Anggia.
Tidak terima ditampar lagi, Anggia balik menampar Sooyoung.
Mereka berdua sibuk saling maki sampai tidak memperhatikan sekitar.
"Kapan selesai?"
Deg... Deg...
Jeno sudah berdiri tegak tidak jauh dari mereka berdua sekarang. Dengan tongkat besi ditangannya yang terlihat tidak asing. Itu tongkat besi yang mereka gunakan untuk memukul Karina tadi. "Aku mau reka adegan ulang. Jadi, pegang mereka."
"Heh! Jangan berani kau menyentuh ku!" Anggia teriak tidak terima orang-orang bawahan itu menyentuhnya.
Jeno berjalan mendekat, dengan tongkat besi yang ia seret hingga menghasilkan bunyi nyaring memekakkan telinga.
"Kau akan memukul aku dengan tongkat itu, Jeno? Hahaha .... Maka kau akan berhadapan dengan Jaehyun." Sooyoung berucap sombong dan menatap Jeno meremehkan.
"Kau punya urusan dengan daddy ku. Tapi aku tidak punya urusan apa pun dengan kau. Kau bukan siapa-siapa bagiku. Mulai saat ini, tidak ada lagi yang bisa menghalangiku dengan alasan apa pun. Tidak ada yang akan menjadi pertimbangan ku untuk memberikan pelajaran atas ide kau yang memaksa ku untuk memadu istriku." Kilat mata Jeno berubah. Seolah ada kobaran api kemarahan di mata itu. Bahkan Sooyoung dibuatnya gemetar.
Bugh!
"AAAAAAA!" Anggia teriak histeris melihat Jeno tanpa segan menghantam tongkat besi itu ke kepala Sooyoung. Saat itu pun Sooyoung tidak sadarkan diri.
...🕊️...
"Kenapa tidak bilang, Rin? Kenapa diam saja? Padahal kalau langsung bilang sama Jeno, pasti tidak akan terjadi hal seperti ini. Kau tidak boleh menjadi orang terlalu baik." Petuah Renjun dari beberapa menit yang lalu sejak ia masuk ke ruang rawat temannya ini.
Karina menatap bingung laki-laki yang mengenakan snelli yang sibuk menasehatinya dari beberapa menit yang lalu. Tapi walaupun begitu, Karina suka. Apa yang dia katakan sangat benar.
"Harusnya sih begitu, hm .... Siapa namamu?"
"Hahaha .... Rin, haha .... Jangan pura-pura melupakan aku, ya. Kita tidak bertemu cuma sekitar 4 bulan, masa sudah lupa." Renjun diam sebentar menatap Karina intens, "kau tidak amnesia, kan? Perasaan tidak ada tanda-tanda benturan di kepala."
Karina terkekeh canggung sambil mengusap tengkuknya. Bagaimana, ya .... Karina tidak ingat sama sekali, tubuh ini tidak meninggalkan ingatan terhadap makhluk tampan dihadapannya ini.
"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi denganku?" Tanya Karina sekaligus mengalihkan topik.
Raut wajah Renjun berubah menjadi kesal. "Kalian hampir saja kehilangan calon bayi kalian!" Seru Renjun dengan penuh penekanan. Jari telunjuknya bahkan ikut-ikutan menekan perut Karina.
"Calon bayi?!" Tanya Karina kaget.
"Yap!"
"Calon bayi kami?! Aku dan Jeno?!" Tanya Karina lagi.
"Iya, Karina. Bagaimana bisa kau ceroboh membiarkan mereka memukul tubuh kau ini? Untung bayi kalian kuat."
"Aku tidak tahu kalau aku hamil! Ya ampun! Siapa namamu?"
"Renjun."
"Nah iya Renjun. Mana mungkin aku membiarkan kalau aku tahu! Kurang ajar mereka, awas saja. Akan ku balas berkali-kali lipat! Anggi sialan!" Karina sudah mulai memikirkan hukuman yang akan ia berikan untuk orang-orang kurang ajar itu.
“Karina, kau sakit sekali kelihatannya."
"Huh?" Karina menatap Renjun bingung.
"Kau bukan seperti Karina lemah lembut yang aku kenal."
"..."
Apa aku dicurigai? Mati aku! Batin Karina tidak tenang seketika.
...🕊️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
.🌱Pomhy.☕
Membacanya membuat aku merasa ikut terlibat dalam setiap adegannya
2023-09-30
0