Karina Katrina 11

Pagi hari menjelang, pagi yang tidak pernah Karina bayangkan hal ini akan terjadi. Kejadian beberapa bulan lalu ysng Karina berusaha melupakannya, tapi pagi ini Karina malah melihat wajahnya lagi.

"Jangan dilihat seperti itu." Jeno menutup mata Karina dengan tangannya.

"Kenapa dia di sini?" Tanya Karina gelisah. Tangannya sudah meremat ujung bajunya kencang.

"Dia harus mati. Aku tidak suka dia sudah menyentuh tubuh istri tercintaku," bisik Jeno dengan suara berat yang teredam emosi. Jeno menggenggam tangan istrinya, mengelus tangan yang terkepal kencang itu.

Karina ngedongak menatap Jeno penuh dengan rasa penyesalan. Penyesalan tidak bisa menjaga tubuhnya. Rasanya Karina sudah menjadi seorang penghianat. Bagaimana mungkin ia melakukan ini kepada orang berhati malaikat seperti Jeno? Bukankah dia sangat jahat? 

"Ssttt .... Kamu istri yang terbaik." Jeno mencium kening Karina, menyalurkan rasa sayangnya yang amat terlampau besar. Tidak perlu ada rasa penyesal. Yang salah di sini adalah orang-orang bak setan itu. Bukan istrinya.

"Kau tahu?"

Jeno melirik seonggok mahkluk kurang ajar yang terlihat lumayan mengenaskan terikat di atas kursi.

"Aku masih mengingat jelas malam panas kami walaupun sudah lewat beberapa bulan. Dia sangat menggairahkan, hahaha ...."

Bugh

Sekali tinju dia terjatuh ke lantai masih dengan posisi terikat di kursi.

Karin yang melihat itu terpaku di tempat. Pergerakan Jeno cepat sekali.

"Hari ini hari terakhir kau bisa bicara!" Seru Jeno penuh penekanan. Dengan emosi yang meluap-luap, Jeno keluar dari sana.

Tidak lama Jeno masuk lagi diikuti dua orang dibelakangnya. "Buka mulutnya." Perintahnya.

"Kamu mau ngapain?" Karina melihat gunting yang Jeno pegang. Apa yang akan dilakukan suaminya ini?

Jeno menghampiri Karina. Mengecup sekilas pucuk hidung istrinya, kemudian membisikan kalimat yang membuat Karina merinding. "Aku akan menjadi orang yang tidak punya hati jika mereka mengusik orang tersayang ku."

"Jeno ...." Karina mengelus rambut Jeno perlahan. Karina tidak akan menyalahkan sikap Jeno. Walaupun sebenarnya Karina tidak suka sikap seperti ini. "Mereka yang bersalah memang pantas mendapatkan hukuman." Kalimat itu membuat senyum Jeno mengembang. Bukan senyum teduh yang menenangkan, tapi senyum yang mengerikan. Karina sampai merinding.

"Ya …, mereka memang pantas mendapat hukuman." Jeno berbalik menatap si calon korban dengan pandangan meremehkan, "adakah kalimat terakhir yang ingin kau ucapkan? Aku beri waktu 30 detik mulai dari sekarang."

"Sial--"

"Waktu habis. Buka mulutnya lebar-lebar!"

"Baik, Tuan."

Jeno memasang handscoon sebelum jarinya menarik paksa lidah si korban.

Kret ... Kret ... Kret ...

Karin menutup mata sekaligus telinganya. Bagaimana mungkin dia bisa kuat melihat langsung apa yang Jeno lakukan. Suara gunting memotong sesuatu terdengar sangat mengerikan. Seharusnya Katrina yang di sini, bukan dia.

"Sayang, kenapa menutup telinga begitu?"

Karina menoleh, kemudian dia buru-buru menghampiri seseorang yang berdiri diambang pintu.

"Daddy, tolong aku." Karina menyembunyikan tubuhnya dibalik tubuh Jaehyun, mertuanya.

"Kok sembunyi? Bukannya Karin suka menyiksa orang?" Jaehyun bingun tentu dengan sikap menantunya.

"Huh? Tidak. Aku kurang suka, Dad. Ayo kita pergi dari sini." Karina menarik lengan mertuanya mengajak menjauh dari sana.

"Daddy ke sini mau ikutan Jeno. Karin sama mama saja di ruang sebelah sana."

"Mati tidak semudah itu ya, Sooyoung!"

"Nah, itu suara mama. Sana lihat apa yang mama lakukan."

Sepertinya Karina kena tekanan batin kalau lama-lama di sini.

...🕊️...

"Karina, jangan lari-lari!" Peringat Wendy untuk yang kesekian kali sepagi buta ini.

"Tidak bisa, ini buru-buru soalnya." Ia buru-buru menghabiskan minuman di gelasnya.

"Minum apa itu?"

"Susu, Mom."

"Sejak kapan mau minum susu?!" Wendy bertanya keheranan sekaligus kaget. Putrinya yang anti dengan olahan susu, dan pagi ini ia minum seperti tidak ada keanehan sama sekali.

"Sejak kemarin," jawab Katrina santai. Ia meletakkan gelasnya ke atas meja. Lalu berjalan menuju toilet yang tidak jauh dari meja makan.

"Dad, keluar dong, aku kebelet, nih." Katrina mengetuk pintu toilet dengan tidak sabaran.

"Nanti." Saut sang ayah dari dalam.

"Sudah diujung, huweee!" Katrina merengek sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Itu anak ketempelannya apa kok agak imut, ya?" Wendy bergidik melihat tingkah putrinya.

"Daddy!" Ketukan pintu terus Katrina lakukan, pokoknya ia tidak perduli.

"Kalau Daddy tidak keluar aku marah, nih ...." Masih tidak ada tanggapan dari yang di dalam, Katrina jongkok di depan pintu, matanya sudah berkaca-kaca. Tingkah laku Karina tidak lepas dari pandangan sang ibu.

"Sebenarnya putriku ini kenapa?"

"Huwaaa, Jeno ...."

Ceklek

"Kamu ngapain jongkok begitu?" Belum sempat Chanyeol menyentuh pundak putrinya, putrinya itu malah buru-buru berdiri, kemudian menjauh darinya.

"Daddy tidak sayang aku lagi. Aku mau Jeno saja." Tuturnya sesegukan.

"Siapa Jeno?" Chanyeol bertanya kepada istrinya.

"Nama tengah Mark mungkin." Wendy juga tidak tahu.

"Setahuku bukan."

"Pagi Dad, Mom."

"Nah, itu anaknya panjang umur."

Mark dibilang begitu cuma plangak-plongok. Orang baru sampai sudah dibilang panjang umur. Tapi iya sih, semoga panjang umur biar bisa menikah dengan Katrina.

"Sudah sarapan belum? Kalau belum, ayo sarapan sama-sama." Ajak Wendy.

"Ini Mark mau nemenin Karina sarapan, Mom. Katanya mau sarapan salad buah." Lanjut Mark.

"Bukannya Karina tidak suka sama olahan susu? Salad buah ada susunya, kan?" Chanyeol bingung tentu saja.

"Mommy juga bingung, tadi dia minum susu. Itu gelasnya." Tunjuk Wendy ke arah gelas bekas Katrina minum tadi.

"Tapi perasaanku Karina memang suka susu beberapa hari ini kok, Mom."

Brak

Mereka yang sibuk berpikir langsung menoleh ke lantai atas.

"Itu anak kamu kenapa? Coba lihat sana."

"Ikut, Dad."

Chanyeol mikirnya kalau Ktrina ini mengamuk karena perkara tadi. Tapi ternyata tidak sesuai dugaan. Katrina malah terduduk di dekat meja, dan sekelilingnya berhamburan skin care serta helm yang biasa Katrina pakai untuk keluyuran malam-malam ada ditangannya. Orangnya sendiri menunduk entah melihat apa.

"Sayang." Yang dipanggil menoleh dan memperlihatkan wajahnya yang tengah menahan sakit.

"Sayang, kenapa?!" Chanyeol buru-buru masuk diikuti Mark dibelakangnya.

"Perut keram," ucap Katrina waktu daddynya itu jongkok di depannya.

"Kok bisa? Kena apa?"

"Ujung meja."

"Angkat ke kasur saja, Dad." Saran Mark.

Tanpa banyak omong, Chanyeol menggendong putrinya. Baru saja tubuh Katrina menyentuh permukaan kasur, terdengar seruan Mark yang membuat Katrina kaget, dan membuat Mark sama Chanyeol bingung.

"Ini cairan apa, kok merah?"

"Cairan apa, Mark?" Tanya Chanyeol penasaran.

"Coba Daddy lihat."

"Ah, jangan lagi." Katrina meraba-raba celananya. Bagus sekali. Bisa kena marah Jeno kalau ketahuan kamu Katrina Lee.

"Tangannya luka?" Katrina kaget tangannya dipegang oleh Mark.

Katrina refleks menggeleng. "Terus?" Tanya Mark lagi

"Mau Daddy." Pinta Katrina

Chanyeol yang merasa terpanggil jalan mendekat.

Karina menarik daddynya mendekat terus berbisik, "ayo ke rumah sakit, Dad .... Aku berdarah."

...🕊️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!