Bab 20 ~ Lawan Mereka

“Pak Munir, ingat janji anda. Saya sudah lakukan sesuai perintah.”

“Jangan sangsikan aku, kamu akan dapat apa yang kamu inginkan. Jabatan?”

“Kepala perawat rumah sakit, sesuai janji anda?”

Sayup-sayup aku mendengar suara percakapan. Namun, aku tidak berani membuka mataku.

“Narto, Gopal, bawa gadis ini juga pria itu. Kita tidak punya banyak waktu, masih butuh dua nyawa lagi. Dian, urus sisanya. Ambil dari bangsal ini.”

“Oke, tidak masalah. Aku sudah ada kandidat yang cocok.”

Sepertinya itu suara Munir dan suster Dian. Tunggu, Pak Narto? Apa pria itu itu terlibat juga? Suster Dian, ternyata kamu kaki tangan Munir. Allah tidak tidur, Dia pasti punya rencana menghentikan ini semua.

Sebenarnya apa yang orang-orang ini cari dengan pesugihan, kekayaan sementara yang tidak abadi apalagi dibawa mati. Orang-orang yang mereka jadikan tumbal seakan tidak ada artinya.

“Hahhh.”

Sudah sepi, aku pun beranjak duduk dan ini masih berada di toilet. Terdengar langkah kaki mendekat. Tidak ada jalan keluar aku pun kembali berbaring berpura-pura masih tidak sadar. Berharap mereka tidak menyadarinya.

“Cepat bawa mereka!”

“Hah, berat juga pria ini. Narto gantian kamu yang seret.”

“Gopal, gopal. Kamu bod0h atau bagaimana sih. Kita bisa manfaatkan piaraan Tuan Munir untuk bawa mereka.”

“Ah betul.”

“Ayo cepat, kedua manusia ini harus menjadi tumbal pelengkap. Padahal mereka ini pasangan yang cocok, sama-sama baik dan punya jiwa murni. Kelebihan mereka saling melengkapi.”

“Halah, banyak omong kamu Narto.”

Aku merasakan tubuhku diseret, rasanya sakit ketika terbentur dan mengenai area yang tidak rata. Entah bagaimana bentuk kulitku, rasanya begitu perih.

Srek srek

Ya Tuhan, tolong aku. Andra, bangunlah. Aku tidak bisa melawan mereka sendirian.

“Mana Dian, kenapa belum ada juga dua arwah yang dia janjikan. Benar-benar menyusahkan, ayo kita temui Dian sebelum Tuan Munir selesai dengan ritualnya.”

Suasana kembali hening, perlahan aku membuka mata. Ruangan dengan nuansa hitam ada meja ritual, cermin besar dan Munir. Pria itu bersila di depan meja ritual lainnya. Ternyata benar, di sebelahku adalah Andra. Aku guncang tubuhnya agar sadar. Perlahan aku beranjak bangun menahan perih karena luka di beberapa area tubuhku.

“Ndra,” ujarku berbisik sambil menepuk pipinya. Pria itu belum sadar juga, entah apa yang membuatnya pingsan seperti ini.

Aku tidak mungkin menunggu Andra siuman. Aku harus keluar dari sini dan mencari bantuan. Orangtua Andra, aku akan menghubunginya lagi. Aku mendesis menahan nyeri ketika berdiri, ternyata pergelangan kakiku terluka seperti cakaran. Entah makhluk apa yang menyeretku tadi.

Aku berjalan tertatih dan menatap keliling ruangan mencari pintu. Tidak ada pintu di sini, lalu bagaimana aku keluar dan bagaimana bisa masuk ke sini. Memastikan Munir masih dengan semedinya, aku menyentuh dinding mencari pintu yang mungkin saja tidak terlihat.

Hampir putus asa, sampai akhirnya pandanganku mengarah pada area dinding yang terlihat tidak biasa. Aku yakin itu pintu penghubung dengan area lain. Aku yakin masih berada di rumah sakit, karena mereka menyeretku tidak lama.

“Ini seperti pintu rahasia,” gumamku pelan.

Tanganku kembali meraba dan … krak. Ternyata pintu geser. Saat aku ingin membuka lebar, tanganku ditahan oleh seseorang. Tubuhku seakan membeku, perlahan aku menoleh. Munir sudah berada di belakangku dengan seringainya.

“Mau ke mana kamu?”

Aku menghempaskan tangannya, tapi sulit. Cengkramannya di pergelangan tanganku seakan sebuah borgol.

“Lepas!”

“Aaa,” aku menjerit karena tubuhku diangkat dan dihempas ke atas meja ritual. Tentu saja aku melakukan perlawanan dengan menendang dan melepaskan pukulan ke sembarang arah dan berhasil mengenai tubuh pria itu. Dia mengeerang, aku bergegas turun dari meja.

Namun, kalah cepat. Tangannya berhasil menarik kerah seragam ku, membuat aku terpental ke belakang dan tersungkur. Keningku membentur kaki meja, rasa berke_dut nyeri dan hangat, karena ada darah mengalir.

“Jangan melawan, terimalah takdirmu menjadi tumbal bangsal kamboja. Aku bisa lakukan tanpa rasa sakit, saat kamu bangun akan berkumpul dengan arwah-arwah lainnya.”

“Dasar manusia lakn4t, apa yang kau cari sampai mengorbankan nyawa manusia!”

Munir terbahak lalu menginjak pergelangan kakiku membuatku menjerit. Aku sempat memegang kaki meja untuk menahan rasa sakit.

“Seharusnya kamu tidak berulah, jadi aku tidak menyakitimu seperti ini. Untuk ukuran gadis muda, kamu cukup berani.”

“Ningrum. Apa kau tidak merasa kehilangan Ningrum? Bukankah dia putrimu?”

Aku berhasil memprovokasi Munir, pria itu bungkam mendengar aku bicara masalah Ningrum yang aku dengar dari Andra semalam.

“Dia bukan putriku.”

“Putri yang tidak kau anggap, karena lahir dari seorang pelayan. Bahkan kau jadikan dia korban pesugihan. Sampai mati kau akan dihantui rasa bersalah atas Ningrum.”

“Diam!”

“Ningrum baik, bahkan setelah dia mati dia rela mengorbankan arwahnya tersiksa dengan menyelamatkan keluargaku. Aku bisa melihatnya, dia ada di sini.” Aku menunjuk cermin, Munir pun menatap ke arah yang aku tunjuk.

Tanganku meraih balok kayu di bawah meja ritual lalu aku pukulkan pada tubuh pria itu.

“Bangs4t,” teriaknya.

Aku menggeser tubuhku dengan mengesot karena pergelangan kaki yang mungkin saja patah diinjak Munir.

“Mau ke mana kamu?”

“Aaaaaa.”

Aku menjerit lagi, kakiku kembali diinjak oleh Munir.

“Tuan.”

“Bod0h kalian, dari mana saja. Aku sudah tidak ada waktu lagi. Segera lakukan ritual pelengkap, jadikan gadis ini tumbal ke dua puluh lima.”

Narto dan Gempal memandang ke arahku yang meringis kesakitan.

“Ada masalah tuan. Ada pria mencari Andra dan Amel, dia sangat yakin mereka berdua masih berada di rumah sakit. Dian tidak bisa berkelit, setengah jam yang lalu pria itu menghubungi Andra.”

“Apa susahnya mengusir orang itu, tinggal bilang kalau mereka berdua sudah pulang.”

Gopal dan Narto saling tatap, kemudian menoleh ke arahku.

“Gadis itu, dia melakukan panggilan pada pria di depan. Percakapan kita didengar oleh orang itu.”

“Gu0blok, kenapa aku punya antek-antek macam kalian. Masih mending lelembut yang tidak banyak bicara tapi kerja mereka efektif.”

Aku tertawa, sudah mengantisipasi segala kemungkinan. Sebelum memulai shift siang tadi, aku sudah menyimpan kontak Pak Burhan -- Ayah Andra dan mengatur panggilan darurat angka satu adalah kontak Pak Burhan.

Saat di toilet tadi, aku menghubunginya. Percakapan orang-orang ini tentu saja didengar Pak Burhan.

“Allah sudah memberikan petunjuk, kalau kalian tidak akan berhasil. Kali ini kalian akan gagal,” ujarku sengaja mengulur waktu dan kembali membuat Munir emosi.

“Bereskan pria itu!”

Gopal dan Narto pun keluar ruangan.

“Hei, jangan. Hentikan!” teriakku. “Andra bangun.” Tanganku meraih baskom di atas meja ritual entah berisi apa, aku lemparkan ke arah Andra agar pria itu sadar.

Entah apa yang dilakukan Munir, pria itu menghentakan kakinya ke lantai beberapa kali lalu mengatupkan tangan dan mulutnya komat-kamit. Ternyata dia memanggil makhluk-makhluk piaraannya.

Aku terbelalak melihat makhluk yang sebelumnya mengganggu. Pocong, genderuwo dan kuntilanak yang menyerupai sosok Ibu.

“Kuat Amel, kamu harus berani. Lawan mereka!” gumamku menguatkan hati.

 

 

 

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

menegangkan...😱

2024-04-28

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

Ter Narto jadi kaki tangan Munir

2024-04-28

0

A B U

A B U

next
.

2024-03-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!