“Tidak … pergi!!!”
“Mel, hei Amel. Sadar Mel.”
Aku mendengar suara Andra dan tepukan di wajahku. Saat aku mengerjap dan menyesuaikan bias lampu dengan kedua netra, aku melihat wajah Andra.
“Ndra, aku ….”
“Lo pingsan, terus teriak-teriak nggak jelas.”
“Sudah sadar?” Suster Dian berdiri di belakang Andra menatapku dengan raut wajah khawatir.
“Sudah nih, mimpi buruk kali,” seru Andra kemudian terkekeh dan membantuku beranjak duduk.
Ternyata aku bukan berada di ranjang sembilan melainkan di brankar yang ada di nurse station. Jam dinding menunjukan pukul lima, artinya sudah lewat subuh.
“Minum nih.” Aku menerima gelas yang disodorkan Andra.
Ketika dokter jaga dan beberapa rekan menanyakan keadaanku juga penyebab aku pingsan bahkan berteriak, aku tidak menyampaikan kejadian yang sebenarnya hanya mengatakan tiba-tiba black out.
“Udah lo di sini aja,” titah Andra tapi aku menolak karena sudah lebih dari dua jam aku meninggalkan pasien yang menjadi tanggung jawabku. Ternyata Suster Dian yang membackup tugasku selama aku tidak sadar.
“Tolong ganti linen Ningrum ya, tadi kena darah waktu jarum infusnya lepas!” titah suster Dian. Aku mengangguk dan segera melaksanakan perintah seniorku.
“Udah beres?” tanya Andra.
Pria itu sudah siap pulang karena sudah mengenakan jaket melapisi seragam kerjanya. Terus mengekor langkahku menuju loker dan mesin absen. Aku tahu Andra penasaran dengan apa yang terjadi dan memang aku berencana menyampaikan apa yang aku lihat dan aku alami.
Kami berjalan dan mengantri di depan lift. Andra menarik tanganku agar menunggu lift berikutnya. Pandanganku sempat tertuju ke arah toilet, mumpung ada Andra aku pun mengajaknya ke sana.
“Eh, lo mau ngapain ngajak gue ke toilet cewek?”
“Tadi aku lihat sesuatu, kamu harus lihat juga.”
“Kita bisa kenapa teguran masuk toilet berdua.” Andra pun menatap sekeliling, bertepatan dengan OB yang keluar dari toilet pria.
“Bang, temenin gue masuk ke dalam. Amel lihat ada yang rusak, ayo.”
Aku, Andra dan OB memasuki toilet perempuan dan hanya aku yang ragu-ragu melangkah di belakang Andra.
“Di mana Mel?”
“Bilik ujung,” jawabku.
“Ini apaan?” Andra sudah berjongkok di bilik yang aku maksud. Bilik yang tadi pagi aku lihat sesajen, si OB pun ikut berjongkok di samping Andra. Kembang setaman yang berserakan, tapi sudah tidak terlihat sesajen.
“Oh, kembang. Nggak aneh sih,” ujar OB.
“Maksudnya? Lo sering liat yang beginian?”
“Pernah, teman beda shift saya juga pernah melaporkan lihat kayak gini tapi bukan kembang. Pernah cerutu, kadang gelas kopi, ada telur ayam … pokoknya kayak barang-barang perdukunan gitu.”
“Lo udah laporin?”
“Udah, kata atasan kita abaikan saja selama tidak berbahaya untuk manusia. Mungkin saja untuk keselamatan manusia juga, kayak kemarin lift jatuh untung nggak ada korban jiwa.”
Andra dan aku saling tatap mendengar penuturan OB itu, lalu kami keluar. Si Ob juga berpesan agar jangan menyampaikan apa yang kami lihat ke yang lain, khawatir menjadi teguran karena tidak bisa menjaga kebersihan.
“Yang lo lihat kembang-kembang tadi?” tanya Andra ketika kami sudah kembali menunggu lift.
“Bukan.” Aku pun mengeluarkan ponsel dan menunjukan beberapa foto sesajen yang aku abadikan.
“Hah, ini yang lo lihat terus pingsan.”
Aku memukul lengan Andra, bukan sesajen yang membuatku semaput tapi makhluk-makhluk lainnya.
“Ceritanya nanti aja, aku takut buka mulut di sini.”
Aku dan Andra mampir di warung sarapan, sepertinya langganan pria itu karena terlihat akrab dengan penjualnya.
“Sebenarnya lo kenapa sampai pingsan dan teriak-teriak nggak jelas?” tanya Andra yang duduknya agak menjauh karena sambil menghi_sap rokoknya.
Aku menceritakan kalau aku berbicara dengan Ningrum agar dia muncul juga kejadian di toilet sampai makhluk itu mengejarku ke bangsal.
“Pocong, genderuwo, hantu penampakan suster, mereka reuni di toilet karena ada sesajen. Lo udah ganggu reuni mereka, makanya dikejar.”
“Siapa yang simpan sesajen itu dan untuk apa?”
“Bisa jadi untuk memanggil para makhluk atau juga sengaja karena sajen makanan para hantu. Lo dengar OB bilang udah biasa ada barang-barang perdukunan, artinya sering sesajen disimpan di sana.”
“Andra, bisa kamu cek CCTV untuk tahu siapa yang udah simpan sesajen.”
“Nggak bisa Mel, dikunci untuk melihat rekaman. Sudahlah Mel, nggak penting siapa yang simpan sesajen karena orang itu hanya disuruh oleh pelaku yang asli. Mungkin nggak, ada hubungannya dengan jatuhnya lift kemarin?”
“Hubungan gimana?”
“Karena kejadian itu hampir merenggut nyawa. Coba kalau kita telat lari, jadi manusia geprek dah.”
“Iya juga ya. Bisa jadi masalah tumbal dan pesugihan yang kemarin kamu bilang itu benar.”
Aku dan Andra saling tatap, ternyata masalah bangsal kamboja semakin kompleks dan penuh misteri. Pernyataan di benakku adalah kenapa harus aku yang mengalami hal ini.
“Pulang ah, ngantuk aku.”
“Ngantuk? Udah tidur juga tadi.”
“Itu pingsan bukan tidur,” sahutku.
...***...
Masih harus menjalani shift malam dan dua hari ke depan aku off. Berharap malam ini aku tidak mengalami hal yang membuat takut. Tiba di rumah sakit masih satu jam sebelum jadwal shift dimulai, aku menunggu Andra di lobby dan sudah komunikasi sebelumnya. Pandangannya tertuju pada beberapa orang yang berada di lobby, salah satunya aku kenali sebagai orang yang kemarin berkunjung ke bangsal kamboja … pemilik rumah sakit.
Gerombolan itu melipir mendekat ke arahku yang sedang menunggu Andra di kursi tunggu Lobby. Entah apa yang terjadi dan apa yang mereka bicarakan karena pria itu tampak marah, aku yang berada tidak jauh dari mereka mendengar percakapan meskipun tidak mengerti.
“Jangan sampai gagal, waktunya hanya seminggu lagi. Aku tidak mau tahu, siapapun yang akan jadi korban. Perbanyak pasien ke bangsal kamboja, harus banyak yang mati di sana.”
Deg.
Apa aku tidak salah dengar?
Segera aku menundukan wajah dan pura-pura sibuk dengan ponsel, jangan sampai orang-orang itu tahu apa yang aku dengar.
“Ada petugas di bangsal kamboja yang cukup berbahaya, auranya berbeda. Sangat bertolak belakang dengan rencana kita. Selesaikan juga!”
Siapa petugas yang dimaksud oleh pria itu? Mungkinkah Andra, artinya pria itu dalam bahaya. Dari obrolan itu menandakan kalau bangsal kamboja menjadi tempat persugihan. Pasien yang meninggal ternyata ditumbalkan.
"Mbak."
Deg.
Tubuhku menegang mendengar seseorang memanggilku. Tunggu, mungkin saja bukan seseorang tapi sesuatu dan itu adalah ... hantu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
kayaknya Amel nih yang di maksud
2024-04-28
0
Ali B.U
next
,
2024-03-22
1
Isnaaja
kayanya yang dimaksud itu amel
2023-12-17
1