Bab 19 ~ Belum Ada Judul

“Sebenarnya kalian mau ke mana?” tanya Ibu heran.

Aku dan Andra saling tatap, sepertinya sudah waktunya Ibu tahu apa yang terjadi. Doa orang tua bisa memudahkan segala rencana. Aku pun mengajak Ibu duduk dan menceritakan apa yang terjadi dan yang aku alami termasuk bang Doni.

“Astagfirullah, Mel. Hal seberat dan mengerikan seperti ini kamu nggak kasih tahu Ibu. Bagaimana kalau Ibu kehilangan kalian berdua?”

“Maaf bu, aku hanya gak ingin Ibu khawatir.”

“Lalu abangmu?”

“Bang Doni aman Bu. Gagal menjadi tumbal pesugihan tidak akan dijadikan korban lagi.”

Ibu mengusap kepalaku. “Kalau Ayah masih ada, kamu nggak akan sesulit ini. Beliau pasti bisa membantumu.”

“Ayah datang Bu, dalam mimpi aku. Dia minta aku berani dan … hafalan. Dia minta aku menghafal doa, tapi doa apa aku tidak ingat.”

“Ya sudah berangkatlah, hati-hati ya.”

Hari ini jadwal shift siang, aku dan Andra bergegas mumpung masih pagi. Entah kemana dia membawaku, aku hanya ikut saja.

Tujuan kami ternyata pinggiran kota Jakarta, melewati kebun bambu dan perkampungan. Motor Andra berbelok ke pekarangan rumah yang terlihat besar, tapi sederhana. Lingkungannya terlihat masih asri dengan pohon-pohon besar dan pagar dari bambu.

“Ini tempatnya?” tanyaku.

“Hm.”

Aku pun turun dari motor, melepaskan helm dan jaket. Begitu pula dengan Andra. Mengekor langkahnya menuju beranda lalu Andra mengetuk pintu dan mengucap salam.

Seorang wanita mengenakan gamis dan jilbab, mungkin seumuran Ibuku menatap aku dan Andra bergantian.

“Bu,” sapa Andra lalu mencium tangan wanita itu.

Aku pun melakukan hal yang sama setelah Andra.

“Bapak ada bu?”

“Ada, masuklah!”

Sebenarnya siapa wanita itu dan Bapak yang dimaksud Andra. Pria ini benar-benar aneh, aku minta diajak menemui ustad atau kyai malah diberi teka-teki.

“Ndra, ini rumah siapa?” tanyaku sambil berbisik.

“Nanti juga tahu.” Aku melirik sinis dan mencebik mendengar jawaban Andra.

Tidak lama keluarlah seorang pria paruh baya dan Ibu tadi. Andra mencium tangan pria itu, aku pun melakukan hal yang sama.

“Sudah ingat jalan pulang,” ujar pria itu dan duduk bersebrangan dengan aku dan Andra.

“Nanti aja bahas masalahku, ada yang lebih penting,” ujar Andra.

Pasangan itu menatapku menelisik, lalu kembali menatap Andra. “Siapa gadis ini?”

“Amel, Amelia Citra. Dia teman kerjaku.” Andra mengenalkan aku pada pasangan itu, ternyata mereka adalah orang tua Andra.

Pelan-pelan Andra menceritakan apa yang aku dan dia alami di rumah sakit, juga gangguan yang lebih sering muncul menggangguku.

“Jadi kamu tidak bisa bantu Amel?” tanya orangtua Andra yang dijawab dengan gelengan kepala. “Bapak sudah bilang, jangan jauh dari Allah dan perintah agama. Kelebihan yang Allah berikan juga akan hilang karena kamu mirip-mirip setan.”

“Ck, ceramahnya nanti aja. Ini Amel butuh bantuan.”

“Nak Amel, perbanyakan ibadah dan semakin dekatkan diri pada Tuhan. Kelebihanmu adalah karunia, jangan dijadikan beban. Orang yang bersekutu dengan iblis tidak akan menang. Sabar dan jangan takut, derajat manusia lebih tinggi.”

Aku dan Andra mendengarkan nasihat dan petuah dari orang tua Andra, ternyata pria itu tokoh masyarakat di daerah tersebut. Bahkan sudah biasa dipanggil untuk mengobati penyakit non medis.

“Tapi Pak, semakin ke sini semakin menyeramkan. Saya sempat dibawa ke alam mereka, tempatnya mengerikan. Arwah-arwah itu tersiksa.”

“Semua ada hikmahnya. Nak Amel mengalami semua hal itu, pasti ada tujuannya.”

Banyak doa dan ayat suci yang diajarkan oleh Orangtua Andra dan aku baru ingat ada doa yang sama seperti yang Ayah pernah ajarkan ketika aku masih kecil dalam mimpiku.

“Apa nama rumah sakitnya?” tanya Bapak Andra.

Andra menyebutkan nama rumah sakit tempat kami bekerja juga alamat. Pria itu hanya manggut-manggut.

“Coba datangi ke sana Pak, bantu orang jangan setengah-setengah,” ujar Ibu Andra.

“Bukan setengah-setengah, ada Andra. Seharusnya dia bisa menolong dirinya sendiri juga Nak Amel.”

“Ibu ada perasaan tidak enak, ini bukan masalah kecil. Apalagi banyak nyawa taruhannya.”

Aku dan Andra hanya saling tatap mendengar perdebatan orang tua itu, tapi aku yakin keduanya orang baik dan bisa diandalkan kalau sewaktu-waktu aku membutuhkan bantuan mereka. Pesugihan adalah ilmu hitam, bisa hancur dan musnah dengan kepercayaan agama yang kuat.

...***...

“Menurut lo, nanti malam akan ada kiriman lagi nggak?” tanya Andra sambil berbisik di sela tugas yang kami kerjakan.

Aku hanya mengedikkan bahu, tidak bisa membayangkan kalau akan ada lagi makhluk lain yang datang. Sesuai arahan orangtua Andra agar aku semakin mendekatkan diri pada Tuhan. Sudah hampir jam sembilan malam, satu jam lagi jadwal shift pun selesai. Namun, suster Dian malah menugaskan aku dan Andra.

“Kalian harus lembur dua jam. Ada tiga orang yang malam ini berhalangan hadir.”

Aku dan Andra saling tatap, tidak ingin berprasangka buruk pada suster Dian kalau dia ada niat jahat pada kami. Hampir tengah malam, aku dikejutkan dengan kedatangan Ibu. Andra tidak tahu kalau aku keluar dari bangsal dan menemui Ibu.

“Ibu kenapa ke sini, bang Doni sama siapa?”

“Ada yang ingin ibu bicarakan, ayo.”

Aku merasa aneh, karena Ibu menarik tanganku menuju toilet dan tangan Ibu terasa begitu dingin. Aku hendak menolak karena ada pengalaman buruk di toilet, apalagi ada tanda toilet tidak bisa digunakan.

“Bu, jangan di sini.”

Ibu menghempaskan tanganku dengan kasar, tidak biasanya ibu bersikap begitu. Bahkan tatapan mata dan raut wajah sinis terlihat buat seperti ibu.

“Siapa kamu?”

Ibu terkikik, penampilannya berubah. Kulitnya yang halus perlahan berubah berkerut termasuk wajahnya. Bahkan rambut nya menjadi berantakan seperti tidak terurus. Kuku tangannya panjang dan menghitam.

Perlahan aku melangkah mundur menghindari sosok kuntilanak di hadapanku, tapi terbentur bilik toilet. Ternyata di dalam toilet seperti ada pesta makhluk halus, yang mengerumuni sesajen. Aku menutup mulut dengan kedua tangan agar tidak berteriak. bagaimana tidak, aku berada di tengah-tengah kumpulan makhluk gaib.

“Kamu ….” teriak sosok yang mirip sekali dengan ... Kuntilanak.

Teriakan kuntilanak membuat sosok yang mengerumuni sajen menoleh.

“Aku tidak mengganggu, lanjutkan saja aktivitas kalian,” ujarku lirih.

Sosok kuntilanak yang menghalangi pintu mengikik begitu nyaring dan melengking, sampai aku menutup telinga. Tubuhku terasa kaku dan tengkuk yang berat, kulitku merinding hebat karena ‘mereka’ semakin mendekat.

“Sabar dan jangan takut, derajat manusia lebih tinggi.”

 “Amel sayang, kadang kelebihan yang Tuhan berikan untuk kebaikan kamu, melindungi kamu dan juga bermanfaat bagi orang lain.

Ucapan Ayah dan orangtua Andra terngiang di telingaku. Setelah menghela nafas lega, aku memejamkan mata lalu melantunkan doa.

“Aaaaaa.”

“Panas!!!.”

Aku masih enggan membuka mata dan mulut masih terus merapal doa, sampai suasana mendadak hening. Perlahan aku membuka mata dan ….

Bugh.

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kenapa amel

2024-04-28

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kayak ya bapaknya Andra

2024-04-28

0

Ali B.U

Ali B.U

next.

2024-03-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!