“Mel, sarapan dulu yuk,” ajak Andra.
“Maaf, aku mau langsung pulang.”
“Gue sarapan di tempat lo ya,” pinta Andra sambil cengengesan. Aku menghela nafas dan menggelengkan kepala.
“Dih pelit amat.”
“Lain kali aja ya, aku lelah.”
“Semalam lo nggak jadi bahas sesuatu dan gue yakin ada kejadian lagi. Heran deh, perasaan kita satu tempat tugas, tapi kenapa nggak tahu apa yang lo alami ya?” tanya Andra, tubuhnya semakin dekat ke arahku membuat tidak nyaman dan aku perlahan melangkah mundur.
“Apaan sih?”
“Gue yakin lo merahasiakan sesuatu.”
Aku tidak ingin berbagi cerita dengan Andra, karena belum tahu apakah Andra terlibat atau tidak. Suster Dian sudah membuatku shock karena keterlibatannya, bisa jadi Andra atau ada orang lain yang terlibat juga. Entahlah.
“Nggak ada,” sahutku dengan pandangan ke arah lain.
“Lo nggak pinter bohong. Oke kalau nggak mau cerita sekarang, gue tunggu kapan waktunya. Bilang aja, nanti gue datang ke rumah lo sekalian ngapel.”
Aku berdecak karena Andra masih saja bergurau.
“Ngepel kali.”
Andra terkekeh, kami terpisah karena parkiran motor yang berjauhan lalu menuju kediaman masing-masing. Sampai rumah aku langsung tidur hanya mengganti pakaian tanpa membersihkan diri efek begadang semalam.
Tidak ada hal aneh yang terjadi sehari ini meskipun kepalaku tetap memikirkan semua masalah bangsal kamboja, termasuk keanehan suster Dian. Ponsel pun aku abaikan, bahkan pesan yang dikirim Andra tidak aku baca. Karena dua hari ini aku off, aku manfaatkan waktu untuk tidak peduli dengan tempat kerjaku.
“Mel ada yang nyariin kamu,” ujar Ibu yang membuka pintu kamar.
“Siapa bu?”
“Ibu lupa tanya namanya, yang jelas perempuan. Ada di depan, kamu temui sana. Kalau sudah dikunci lagi pintunya, Doni nggak pulang dan Ibu mau tidur.”
Aku melihat jam dinding sudah lewat jam sembilan malam, siapa teman tidak tahu waktu yang datang berkunjung. Jangan-jangan hanya datang untuk pinjam uang. Bergegas aku menuju ruang tamu, tidak ada seorang pun di sana, termasuk juga beranda rumah.
“Ibu gimana sih, katanya ada yang cari aku.”
Aku bahkan berjalan ke pagar dan melihat sekeliling memastikan siapa teman yang datang berkunjung. Namun, nihil dan pagar rumahku terkunci. Segera aku tambahkan gembok karena sudah malam dan tidak ada pria di rumah ini.
Tidak ada prasangka buruk sedikitpun karena masalah ini. Tamu yang tidak jelas, entah siapa yang Ibu temui. Ternyata kejadian itu hanya awal, karena malam ini aku mendapatkan gangguan. Gangguan dari penampakan yang berseliweran. Lewat tengah malam aku berlari dari kamar karena kamar jendela ku terus diketuk, sempat mengintip ternyata ada sosok pocong yang membenturkan kepalanya pada jendela.
“Ibu.”
Aku berteriak sambil mengetuk kamar ibu, tidak lama terbuka dan aku segera berhambur ke dalam kamar naik ke ranjang Ibu.
“Kamu kenapa?”
“Aku tidur di sini,” jawabku lalu menarik selimut dan menutupi tubuhku sampai kepala.
Entah bagaimana reaksi Ibu, aku hanya mendengar gumaman. Tidak nyenyak, itulah yang terjadi di istirahatku malam ini. Setelah dua malam menjalankan shift malam seharusnya malam ini aku tidur dengan lelap, tapi kenyataan malah sebaliknya. Berharap segera pagi dan aku harus bertemu Andra.
...***...
“Kamu nggak suka masakan ibu atau gimana? Akhir-akhir ini makan kamu sedikit.”
“Oh, bukan itu bu. Aku memang tidak berselera.”
“Awas nanti sakit, kalau memang profesi kamu berat. Ibu nggak masalah kalau kamu pindah kerja atau berhenti, kita masih bisa hidup dari harta dan usaha peninggalan Ayah.”
“Iya Bu,” sahutku. Tidak mungkin aku bercerita kalau di bangsal kamboja ada masalah gaib, juga gangguan semalam.
Aku bergegas menuju kediaman Andra, sesuai dengan shareloc yang dia kirimkan. Ternyata pria itu tinggal di rumah kost dan Amel menunggu di ruang tamu.
“Hah, kirain udah nggak butuh bantuan gue. Dari kemarin telpon nggak dijawab, pesan dibaca juga nggak,” sindir Andra yang mengenakan setelan rumahan, celana pendek dan kaos longgar.
“Andra, aku diganggu.”
“Nggak aneh. Emang lo seneng gangguin gue, jadi itu balasannya.”
“Ish, aku serius.”
Andra mengusap wajahnya, sudah paham maksudku dengan kata gangguan. Tentu saja makhluk tak kasat mata.
“Gue heran ya Mel, perasaan gue ada kelebihan tapi nggak bisa lihat ‘mereka’, kadang-kadang doang. Nah lo, malah bisa lihat dan interaksi sama yang macem-macem.”
“Aku nggak ngerti. Sepertinya aku dalam bahaya, Ndra. Urusan bangsal kamboja, aku tahu terlalu banyak dan itu berbahaya.”
Andra menghela nafasnya, belum paham maksud Amel karena sejak tadi merepet tanpa bercerita lengkap dari awal.
“Pelan-pelan. lo ceritain dulu masalah kemarin, waktu lo ajak gue keluar.”
Aku pun menceritakan kejadian di lobby di mana aku mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh pemilik rumah sakit dan anak buahnya, juga kehadiran Ningrum dan hantu yang mengikuti sosok Ningrum.
“Lo panggil Ningrum dan arwahnya muncul?”
Aku mengangguk.
“Gila, parah bener. Terus apalagi?”
Aku sempat ragu dan menatap Andra mencari tahu dari tatapan mata pria itu, juga gestur tubuhnya apa dia di pihak yang benar atau memang kaki tangan pemilik rumah sakit seperti Dian.
“Heh. Kok diem?”
“Kamu bukan antek-antek dari pelaku pesugihan ‘kan?”
Andra sepertinya tersinggung dengan yang aku tuduhkan, tapi dia maklum dan manusiawi jika berada di pihak aku akan mencurigai siapapun.
“Gue dengar masalah pesugihan di bansal kamboja belum lama. Adalah beberapa bulan lalu, waktu gue ke kamar jenazah karena rekam medis kebawa di brankar jenazah pasien meninggal. Di sana ada Pak Narto, udah seniorlah dan beliau pernah bertugas di bangsal kamboja. Dulu bukan ruang ICU dan tempat pasien koma dan dia tahu masalah pesugihan itu.”
“Hah, jadi ini sudah lama?”
“Mungkin.”
“Lalu gimana dong, aku nggak mungkin tahan dengan gangguan-gangguan ini malah sampai ke rumah Ndra.”
Andra terlihat berpikir, dia menunduk sambil memijat kepalanya.
“Gue juga heran Mel, ada perasaan nggak biasa tapi gue nggak bisa lihat kejadian apa yang akan terjadi atau kita temui Pak Narto,” usul Andra dan disetujui olehku.
Dengan menggunakan motor matic milikku, kami berboncengan menuju rumah sakit. langsung menuju kamar jenazah yang ada di bagian belakang dua gedung rumah sakit.
“Lo tahu kalau di situ,” tunjuk Andra. “Akan dibuat jalan menuju tower sky yang sedang dibangun,” seru Andra menunjuk gedung yang sedang dalam pembangunan di belakang rumah sakit. Agak jauh, tapi karena bangunan itu lebih tinggi jadi bisa terlihat dari sini.
“Tahu, abang aku kerja di perusahaan kontraktornya.”
“Hah, serius?”
Aku mengangguk pelan, Andra mengernyitkan dahinya. Entah apa yang dia pikirkan. Kami pun tiba di kamar jenazah, terlihat sepi.
Andra menekan bel dan berteriak, tapi tidak ada yang keluar dari dalam bangunan itu. Suasana seram dan mistis sudah terlihat dari depan gedung dan sekitarnya. Apalagi ada pohon beringin besar di samping bangunan kamar jenazah, menambah kesan keangkeran.
Karena penasaran Andra membuka pintu yang ternyata tidak dikunci, aku mengekor langkahnya ke dalam rumah jenazah. Kami dikejutkan dengan seorang pria yang berpapasan dari dalam.
“Kalian siapa?”
“Pak Narto, kami dari bangsal kamboja. Ada yang ingin kami bicarakan,” ujar Andra.
“Keluarga pasien?” tanya Pak Narto.
Andra Menggelengkan kepala.
“Kami perawat,” jawabku.
“Oh, jenazah itu dari sana,” tunjuk Narto pada jenazah yang berada di atas brankar tertutup kain. “Nunggu keluarganya dari luar kota.”
Aku dan Andra saling tatap, kami penasaran dengan siapa jenazah itu. Andra mendekat dan membaca berkas yang ada di meja tidak jauh dari brankar, lalu menoleh ke arahku.
“Ningrum.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
Ningrum dah meninggal
2024-04-28
0
Ali B.U
next
2024-03-22
2
Bambang Setyo
Kasian ningrum akhirnya meninggal
2023-12-06
0