Marni yang mengurus pasien dari UGD sedangkan aku masih duduk di kursi pojok nurse station. Gelas yang aku pegang berisi kopi sudah hampir kosong. Saat tiba sambil mendorong brankar pasien bersama salah satu perawat magang, Marni menyadari ada yang aneh dengan diriku. Dia hanya mengambil alih pasien dan meminta aku duduk.
Beruntung ada rekan kerja yang sangat memahami kondisi aku. Dengan kelebihan ini, kadang ada situasi di mana aku ketakutan atau bahkan lelah. Karena berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata menguras energi.
“Are you okay?” tanya Marni. Aku hanya mengangguk pelan.
“Pasien tadi ….”
“Sudah aman, bentar aku input di sistem,” sahut Marni.
Para perawat kumpul di nurse station. Menjelang subuh begini kondisi pasien biasanya terkendali dan landai, kami manfaatkan untuk beristirahat. Ada juga yang menelungkupkan wajah di atas meja.
“Eh, jadwal rolling hari ini ya?”
“Iya, moga aja aku dapat yang lebih kondusif,” sahut Marni.
Kebijakan rumah sakit, setiap tiga bulan lokasi tugas perawat akan dirolling dan hari akan terbit jadwal tersebut. Beban kerja di beberapa bagian biasanya lebih berat, tentu saja semua berharap dapat tempat yang tidak memberatkan.
“Semoga gue dapat di rawat jalan.”
“Aku sih mana aja, yang penting jangan UGD, rawat inap lagi atau ruang operasi,” ujar Marni sambil menginput status pasien yang baru masuk.
Harapanku pun hampir sama, malah aku berharap dapat bagian yang tidak ada shift malam. Karena malam banyak yang bisa aku lihat sedangkan orang lain tidak dan ini cukup menakutkan.
“Amel, kamu inginnya di pindah ke mana?”
“Hm, ke mana ya?” gumamku bingung menjawab pertanyaan rekan sejawat. “Di mana aja kali ya, habis kalau berharap A dapatnya B malah kecewa.”
“Aku sih berharap ada dokter yang meminang aku lalu jadi ibu rumah tangga dan fokus mengurus suami juga anak-anak,” seru Marni lagi.
“Kalau dokternya Duda anak tiga, gimana?”
“Mana anak paling kecil udah SMA.”
Aku hanya tersenyum mendengar Marni malah jadi bahan guyonan. Mendadak wajahku kembali menegang dan memastikan pendengaranku mendengar suara itu lagi. Suara benda bergeser yang sempat aku dengar saat hendak menjemput pasien dari UGD.
Srek Srek Srek
Lirih suara itu kembali terdengar, yang aneh adalah hanya aku yang menyadari itu. Yang lain masih berbicara sambil berbisik khawatir mengganggu pasien yang sedang istirahat. Sepertinya sosok suster yang aku lihat tadi, bukan manusia.
Jam dinding menunjukan pukul empat. Ternyata belum subuh, wajar kalau masih ada makhluk alam lain yang berkeliaran. Suara itu semakin terdengar jelas dan berhenti tepat di depan pintu bangsal. Pintu yang sebagiannya kaca. Perlahan aku menoleh ke arah pintu, entah makhluk apa yang sudah duduk di depan pintu karena hanya terlihat kepalanya saja.
Mendadak tubuhku merinding dan detak jantungku begitu cepat. Aku masih menatap ke arah pintu yang perlahan terbuka tanpa ada siapapun yang membuka dan tanpa suara. Sosok tadi melongokkan kepala, wajahnya terlihat begitu pucat dan menatap ke arahku.
“Eh pintunya terbuka,” seru Marni yang beranjak dari kursinya menuju pintu.
Aku ingin berteriak agar Marni tidak mendekat ke pintu, tapi lidahku rasanya kelu.
Brak.
Pintu ditutup oleh Marni.
“Belum dibenerin juga, udah longgar banget sering kebuka sendiri.”
“Nanti saya hubungi maintenance,” seru ketua shift.
Apanya yang longgar, jelas-jelas aku melihat makhluk itu yang menekan handle pintu dengan tangannya dan mendorong pelan.
“Mel, lo kenapa sih?” tanya Marni yang melihatku hanya diam dan sukses membuat yang lain menoleh ke arahku.
“Nggak apa-apa, ngantuk kayaknya. Pengen cepet selesai terus pulang dan tidur.
“Semua juga gitu, sabar ya Mel.” Aku hanya tersenyum sambil mengangguk pelan.
Ketika subuh, kami bergantian menunaikan ibadah lalu memeriksa tiap pasien sebelum berganti shift. Rekan shift pagi sudah datang dan siap menderima delegasi tugas. Setelah beres dengan rekam medis pasien tanggung jawabku, segera aku menuju loker mengambil jaket dan tas.
Masih berada di nurse station untuk absen finger, Dela dan Marni sudah mendapatkan jadwal rolling. Keduanya bersorak karena tidak mendapatkan tempat yang mereka tidak sukai.
“Kamu di mana Mel?” tanya Marni.
Segera aku mengeluarkan ponsel dari kantong celana dan membaca informasi rolling tugas. Marni, Dela dan temanku yang lain menunggu aku membaca informasi. Dalam hati aku bersyukur karena tidak ditempatkan di ruang operasi dan UGD.
“Kok senyum-senyum, kamu dapat di mana?” tanya Marni tidak sabar.
“Lantai tiga belas, bangsal kamboja,” jawabku lalu tersenyum.
Karena tidak ada respon, aku pun menatap teman-temanku yang terdiam dan saling pandang termasuk Marni. Sebenarnya ada apa dengan bangsal kamboja, sampai semua hanya diam. Kebetulan aku baru beberapa bulan bekerja di rumah sakit ini dan langsung ditugaskan di lantai lima.
“Kenapa?”
“Kamu yakin dapat bangsal kamboja?” tanya Marni lagi.
Aku pun kembali menatap layar ponsel dan membaca informasi penugasan yang baru. Tertera di sana Lantai tiga belas, bangsal kamboja.
“Iya, bangsal kamboja,” sahutku. “Memang ada apa dengan bangsal itu?”
“Tidak ada apa-apa, kamu harus lebih fokus bertugas di sana. Bangsal itu khusus ICU, termasuk juga tempat para pasien koma,” tutur ketua shift.
Kami pun bubar, sempat saling bersalaman karena tidak dalam satu tim lagi. Namun, masih ada yang mengganjal tentang bangsal kamboja. Aku pun menarik Marni untuk mengajaknya bicara.
“Marni, ceritakan ada apa dengan bangsal kamboja!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
malah dapat yang serem
2024-04-10
0
Ali B.U
.lanjut
2024-03-21
1
Kustri
walah RaS sakit ky hotel ampe ada lt 13
ini marni yg di pesan terakhir ya
2024-03-11
2