Bab 9 ~ Hantu Dalam Lift

Jam kerja kami sudah selesai, aku sudah melapisi seragam kerja dengan jaket dan membawa tas keluar dari bangsal bergabung dengan yang lain menunggu lift. Karena jam pergantian shift, tentu saja dari atas lift sudah penuh. Gedung dimana tempatku berada ada dua puluh lantai. Kadang harus menunggu cukup lama untuk bisa turun.

“Yah nggak muat.”

"Keberatan dosa nih."

“Ngalah dong.”

Daripada debat kusur tidak ada yang mau mengalah, auu pun keluar dari lift karena kotak besi itu kelebihan muatan. Sempat tengok kanan kiri karena takut juga kalau hanya aku yang menunggu.

“Gue bilang juga bareng, mau ke mana sih buru-buru amat,” ejek Andra.

“Ck, aku lelah. Lelah melihat banyak keanehan,” jawabku lirih.

“Apa lagi yang lo lihat?”

Aku bergeming, rasanya membicarakan makhluk gaib seperti mengundang mereka untuk mendekat. Akhirnya aku mengabaikan pertanyaan Andra.

“Ditanya malah diam.”

“Penglihatan kamu tentang kejadian di bangsal, apa sudah ada petunjuk?”

Andra menggelengkan kepalanya lalu menunjuk lift sebelah kiri yang terbuka dan kosong.

“Jadi penasaran, tapi takut,” jawabku kemudian hening, di lantai berikutnya ada seseorang yang masuk lift dan langsung berdiri di depan pintu membelakangi aku dan Andra.

Tatapanku menatap layar yang menunjukan pergerakan lift, tiba-tiba Andra menyentuh tanganku lalu mundur dan merapatkan tubuh pada dinding lift.

Baru aku akan bertanya kenapa, Andra menunjuk orang yang tadi bergabung di lantai dua belas. Aku perhatikan tidak ada yang aneh dari orang tersebut, sama seperti orang-orang pada umumnya. Ada kepala, tangan dan kaki.

Tunggu, aku menajamkan penglihatanku memastikan kalau kedua kaki orang itu … melayang.

“Ssttt.” Andra meletakkan telunjuknya di depan bibir, sedangkan aku sudah komat-kamit baca doa.

Sejak tadi seseorang atau hantu itu memang menundukkan wajahnya dan kini tubuh itu berguncang dan terdengar isakan.

“Aku di mana?”

“Ke mana keluargaku?”

"Kalian mau temani aku?"

Aku merapatkan tubuh pada Andra bahkan mencengkram jaket yang dia kenakan. Entah nyali apa yang dimiliki oleh Andra, pria itu tampak tidak takut bahkan biasa saja.

“Mbak … mas.”

“Berisik!” pekik Andra. “Tempatmu bukan di sini.”

Penerangan di lift tiba-tiba berubah menjadi kedap-kedip.

“Ndra, ini kenapa?”tanyaku lirih bahkan dengan suara bergetar

“Pergi dan jangan ganggu kami,” teriak Andra.

Aku tidak berani menatap ke depan, meski sempat melirik sekilas penampilan hantu wanita itu berubah. Baju putih yang dikenakan seperti seragam perawat dan sudah pudar. Suasana semakin menegangkan membuat kulitku sontak merinding manakala sosok itu mengikik.

Mulutku terus mengucap doa dan wajah sudah aku benamkan di lengan Andra. Dalam hati aku bersyukur karena tidak sendirian.

Makhluk itu kembali terkikik

Aku mendengar Andra membaca ayat suci.

Makhluk itu kembali terkikik lalu menjerit.

“Mereka jahat, akan ada lebih banyak korban,” ujar makhluk itu lalu kembali mengikik. Entah bagaimana raut wajahnya karena aku hanya mendengar suara.

Andra melantunkan doa lebih kencang, penerangan yang awalnya berkedip kedip malah mati total. Aku berteriak merasakan hembusan angin padahal kami berada di dalam lift.  

Lampu kembali terang, aku masih dalam ketakutan dan Andra menghentikan doanya. Saat ini hanya terdengar nafas Andra yang terengah.

“Amel.”

“A-aku takut.”

“Dia sudah pergi.”

Perlahan aku menolehkan kepala menatap ke arah pintu, benar saja makhluk itu sudah tidak ada. Entah jenis hantu apa, mungkin saja kuntilanak atau ….

“Apa hantu tadi suster bopeng, aku tidak melihat wajahnya.”

Andra menggelengkan kepalanya, tatapan pria itu tertuju pada layar di mana menunjukan lantai lift berada. Tertera angka tiga belas dan angka tersebut kedap kedip. Aku dan Andra saling tatap, artinya kami sejak tadi masih berada di lantai tiga belas.

Brak

Pintu lift mendadak terbuka. Bangsal kamboja terlihat sepi dengan pintu tertutup rapat. Lampu-lampu di depan bangsal termasuk juga di dalam lift kembali hidup mati hidup mati seakan rusak atau terjadi konslet.

Aku menggenggam tangan Andra yang terasa dingin. Kami sama-sama takut.

“Ndra.”

“Keluar, kita harus keluar,” ujar Andra lirih. “Gue hitung sampai tiga. Satu, dua …tiga.” Aku dan Andra berlari keluar dari lift sambil berteriak. Tepat setelah kami keluar, lift langsung turun dengan cepat seakan terperosok.

“Astagfirullah, hampir aja.”

Aku tidak bisa berkata-kata, tanganku masih menggenggam erat tangan Andra.

Terdengar suara barang jatuh, sepertinya lift sudah terhempas di lantai satu. Lampu kembali terang benderang, dari sisi kiri bangsal keluar beberapa orang keluarga pasien yang mendengar keributan.

“Ada apa Mas?”

“Mbak kenapa?”

“Lift jatuh,” ujar Andra sambil menunjuk ke arah lift.

“Ndra, apa hantu tadi kasih peringatan untuk kita?” tanyaku lirih karena semakin banyak orang yang berada di depan bangsal.

“Mungkin, sepertinya ini hanya awal. Gue nggak tahu akan ada apa, tapi rasanya begitu kuat.”

“Aku mau pulang.”

“Mau pakai lift?” tanya Andra sambil terkekeh.

Aku memukul lengannya pelan dan menggelengkan kepala.

“Kuat turun lewat tangga darurat?”

“Memang ada pilihan lain, ayo sebelum makin ramai. Yang ada kita akan ditanya macam-macam.”

Aku dan Andra akhirnya menggunakan tangga darurat. Satu dua lantai kami masih kuat, baru sampai lantai enam langkah kami sudah pelan dan berat.

Andra yang sejak tadi bersenandung pun terdiam. Hanya terdengar tarikan nafas kami juga langkah kaki.

“Lantai enam,” ucapku.

Terdengar suara pintu besi tertutup kencang menimbulkan suara yang cukup bising dan suara itu dari atas kami.

“Ndra.”

“Ayo jalan. Lantai enam itu ruang operasi dan NICU PICU, pasti sepi. Lo mau ke sana?”

“Ogah.”

Aku bergegas menuruni anak tangga menuju lantai lima, di mana tempatku bertugas sebelum di bangsal kamboja. Lagi-lagi kami mendengar suara hentakan pintu darurat. Sampai di lantai empat, Andra menarikku keluar melalui pintu darurat.

“Sumpah, gue capek,” keluh Andra.

Aku menatap sekeliling … sepi. Karena sudah hampir jam dua belas malam. Ada beberapa orang menunggu di depan lift. Kami pun ikut bergabung setelah yakin kalau mereka adalah manusia.

Sampai di lantai satu, ramai petugas keamanan dan teknisi mengatasi lift yang terjatuh dari lantai tiga belas. Beruntung tidak ada korban jiwa, tapi kalau Andra dan aku tidak cepat keluar mungkin saja kami sudah … tiada.

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next

2024-03-22

1

Pena Hitam

Pena Hitam

walah mantan kerja di rs. pernah ngerasaiin horor. 😱

2024-03-13

0

Kustri

Kustri

hah!! 😤

2024-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!