Bab 4 ~ Ningrum (1)

“Bangsal kamboja itu nama pengganti, awalnya hanya disebut lantai tiga belas. Katanya banyak kejadian aneh dan setiap hari ada aja pasien meninggal di sana. Jadi namanyanya diganti bangsal kamboja, tapi menurut cerita sama aja sih. Tiap hari ada aja pasien yang meninggal.”

“Tapi wajar dong, di sana kan ICU dan rata-rata pasien dalam kondisi kritis. Kalaupun ada yang meninggal ya mungkin masuk logika.”

“Bukan Cuma itu Mel. Keanehan lainnya, ada salah satu brankar yang disebut dengan brankar kematian. Karena setiap pasien yang menempati brankar itu pasti meninggal. Ada juga pasien yang sudah berbulan-bulan koma dan yang mengerikan, salah satu perawat bertemu dengan sosok yang mirip dengan pasien koma itu."

“Mungkin saja keluarga dari pasien yang memang wajahnya mirip.”

“Kamu gimana sih, diceritain tapi ngeyel terus.”

Aku menghela nafas, kalau benar cerita dan mitos yang disampaikan Marni pekerjaanku akan mirip dengan uji nyali.

“Kamu boleh percaya boleh tidak, tapi itu cerita yang beredar. Bukan hanya itu, ada juga suster bopeng dan dokter buntung. Mungkin hanya mitos, tapi kamu bisa buktikan sendiri nanti. Apalagi kamu bisa melihat mereka.” Marni bergidik padahal dia yang bercerita tapi dia yang ketakutan.

“Apa yang cerita ke kamu mengalami langsung kejadian itu?”

Marni menggelengkan kepalanya, membuatku sangsi akan cerita-cerita tadi. Kalau tidak dengar langsung dari yang mengalami, aku anggap kisah tadi hanya mitos.

“Aku nggak dengar langsung dari sumber dan aku yakin kamu nggak akan percaya, tapi kalau kamu menyaksikan keanehan dan mengalami keganjilan … cerita ke aku ya,” pinta Marni lalu terkekeh. “Semua tempat pasti ada penunggu dan kisah mistisnya, gimana masing-masing menanggapi dan aku yakin kamu berani dan kuat.”

Marni menepuk bahuku sebelum dia pergi. Aku pun bergegas menyusul langkahnya menuju parkiran motor. Kami berpisah karena berbeda tempat parkir dan arah tempat tinggal kami pun berbeda.

***

Hari pertama bertugas di bangsal kamboja dan dapat tugas shift pagi. Jam enam aku sudah berada di lantai tiga belas, bangsal kamboja. Ada enam orang perawat termasuk senior yang menjadi ketua shift. Mendapat penjelasan aturan di bangsal tersebut, salah satunya adalah tidak ada jam besuk. Karena lantai tersebut khusus ruang ICU dan perawatan intensif lainnya.

Pintu bangsal bahkan tertutup rapat, tidak bisa sembarangan keluar masuk. Perwakilan keluarga pasien yang ada di bangsal tersebut disediakan ruang tunggu di sisi kiri bangsal, tidak jauh dari lift dan toilet ada di sisi kanan bangsal tepat di samping janitor.

Rumah sakit ini cukup luas dan aku berada di gedung A, bangunan lama dengan kondisi bangunan tiap lantai hampir sama. Bedanya di lantai ini ada ruang khusus di sisi kiri.

“Kalian pasti sudah mendengar mitos tentang bangsal kamboja, itu hak kalian mau percaya atau tidak. Yang penting tugas dilaksanakan dengan baik.” Suster Dian ketua shift menjelaskan segala sesuatu terkait bangsal kamboja.

Suster Dian membagi tugas dan serah terima dari shift malam. Ada dua belas pasien, lima diantaranya dalam keadaan koma sedangkan sisanya dalam perawatan intensif pasca operasi ada juga karena kecelakaan kerja.

“Gue Andra, nama lo siapa?”

“Amel,” jawabku pada pria yang berdiri di sampingku. Berbeda dengan tempatku sebelumnya, di sini ada perawat laki-laki, salah satunya ya si Andra ini.

“Sebelumnya tugas di bagian apa?”

“Lantai lima.”

“Semoga betah di sini sampai waktu rolling lagi,” ujar Andra lalu menepuk bahuku dan menghampiri Suster Dian.

Ternyata Andra adalah salah satu perawat yang bertugas di bangsal ini tanpa rolling, termasuk para ketua shift. Sudah hampir setahun pria itu bertugas di bangsal kamboja, lain waktu aku akan tanyakan langsung mengenai mitos yang disampaikan Marni.

Hari pertama ini berjalan lancar, tidak ada kendala berarti. Ada dua pasien yang bisa dipindah ke rawat inap. Bertugas mengawasi pasien ICU harus ekstra hati-hati, karena banyak alat terpasang di tubuh pasien. Aku membiasakan diri membedakan suara alat medis mana yang darurat dan mana yang hanya terlepas atau harus disesuaikan.

“Amel, brankar tujuh jadwal mandi. Kamu yang urus ya,” titah Suster Dian.

“Baik, mbak.” Aku melihat lagi data pasien di brankar tujuh, atas nama Ningrum. Bahkan memastikan penglihatanku kalau Ningrum sudah berada di bangsal itu hampir dua bulan.

“Aku bantu ya,” ujar Andra sambil melewatiku menuju brankar di mana Ningrum berada.

“Dia sudah lama koma ya?” tanyaku berdiri di belakang Andra yang menyiapkan handuk, sprei baru dan perlak.

“Baru dua bulan, sebelumnya pernah ada yang koma lebih dari satu tahun. Ambil air dan sabunnya, aku bantu angkat aja kamu yang mandikan.”

Tidak lama aku kembali mendorong troli dengan dua baskom terdiri dari air hangat dan air dingin. Segera aku pasang celemek dan sarung tangan juga masker, setelah selesai aku panggil Andra untuk bantu geser tubuh Ningrum.

Semua peralatan dan linen kotor, aku bawa ke tempatnya. Sempat melirik sekilas pada ranjang kosong di samping ranjang Ningrum. Tetiba jadi kepikiran dengan brankar kematian yang dikatakan oleh Marni. Entah brankar yang mana yang dimaksud, walaupun penasaran aku tidak mungkin menanyakan pada Andra yang sudah cukup lama bertugas di sini.

“Andra, Ningrum kenapa bisa koma?” tanyaku ketika kami kembali ke nurse station.

“Cedera otak,” sahut Andra sambil memperhatikan ruang ICU.

Bangsal ini terdiri 4 ruangan bersekat tanpa pintu hanya gorden pembatas, juga dua ruang ICU di kelilingi kaca. Setiap ruang sekat ada tiga ranjang dan setiap ruang ICU ada dua brankar pasien.

“Kalau mau tanya-tanya, beres tugas ya. Gue tahu, disini,” tunjuk Andra pada keningaku. “Pasti banyak pertanyaan dan lo ingin klarifikasi cerita yang beredar tentang keangkeran bangsal ini ‘kan?”

“Nggak gitu juga, tapi untuk antisipasi dan hati-hati nggak ada salahnya dong.”

“Beres tugas kita ketemu di kantin depan,” ujar Andra lalu menghampiri salah satu dokter yang baru keluar dari ICU.

Aku kembali larut dalam kesibukan. Saat akan berganti shift, seperti biasa berkas serah terima sudah kami siapkan dan sedang dicek oleh suster Dian.

“Kayaknya itu deh pasien yang arwahnya gentayangan.”

“Ningrum ya? Untung gue nggak urus dia. Semoga aja nggak pernah dapat tugas ngurus dia, takut didatangi arwahnya.”

Aku mendengar bisik-bisik dari teman satu tim, mereka membicarakan Ningrum dan arwah gentayangan. Mungkinkah Ningrum adalah pasien yang menjadi buah bibir karena ada sosok gentayangan menyerupai dirinya.

 

 

 

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

mulai deg deg an

2024-04-16

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

baru mampir... cerita nya bagus

2024-04-10

0

Ali B.U

Ali B.U

next

2024-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!