"Jadilah seperti pohon yang tumbuh dan berbuah lebat. Dilempar dengan batu, tetapi membalasnya dengan buah." -Abu Bakar As Sidiq
***
Denting jam berbunyi pertanda sudah tepat ditengah malam. Syarifah tidak bisa tidur, dia gelisah berjalan kesana kemari menanti Kiara tidak kunjung pulang.
"Kemana anak itu?" Bisik nya pelan.
Syarifah menyingkap gorden jendela saat terdengar bunyi kendaraan berhenti.
"Apa mungkin itu Kiara ya?" Sambil mondar mandir di depan pintu.
Pintu diketuk, buru-buru Syarifah membukanya.
Kiara berdiri di ambang pintu, menatap Syarifah tidak suka.
"Kiara, kamu kemana saja?, Ini sudah jam berapa?" Tanya Syarifah.
"Is, bawel banget sih!, Awas!" Sembari menubrukkan badannya ke tubuh Syarifah.
Syarifah terdorong ke belakang, sembari beristigfar.
"Jawab Kiara, kamu dari mana?" Syarifah kembali bertanya.
"Bukan urusan Lo!" Seraya menunjuk ke wajah Syarifah.
"Kiara, mama mempercayakan mu pada ku, tolong jangan berbuat seenaknya." Syarifah berusaha selembut mungkin.
"Lo, tidak perlu tau gue dari mana , munafik!" Teriak Kiara sambil mengayunkan tangannya ke wajah Syarifah.
"Plaakk"
"Lo udah buat hidup gue tersiksa, najis banget punya saudara kayak Lo!, Pergi dari sini!" Pekiknya.
Tangannya menarik rambut Syarifah, hingga terjatuh.
Syarifah mencoba melepaskan tangan Kiara, dengan menggigit lengan gadis itu.
"Aaa," jerit Kiara
"pergi enggak Lo dari sini, gue laporin ke bokap nyokap gue. Ini buktinya Lo mau bunuh gue." Sambil menunjukkan bekas gigitan Syarifah.
"Tapi, Kiara! Kamu duluan 'kan yang narik rambut ku." Syarifah membela diri dan mengikuti Kiara sampai ke dalam kamarnya.
Sampai disana Kiara menjepret kamera ponselnya, terlihat Syarifah masuk kedalam kamarnya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Syarifah bingung.
"Ini adalah bukti bahwa Lo masuk ke kamar gue, ingin ngebunuh gue dan ingin merebut semua harta dirumah ini." Jawabnya seraya terkekeh.
"Jangan lakukan itu, Kiara." Sembari menggeleng menatap nanar.
"Pergi dari hidup gue, kalau tidak. Gue akan kirim ini ke orang tua gue, biar Lo di penjara dan dibuang dari sini"
"Baik, Kiara. aku akan pergi tapi, jangan fitnah aku seperti itu" lirih Syarifah meneteskan air mata.
"Ok, silahkan pergi." Balasnya tersenyum sinis.
"Kiara, tidak bisakah jangan malam ini, aku tidak tau harus kemana" pinta Syarifah menghiba.
"Tidak, pergi sekarang juga, gue muak sama orang sok suci kayak Lo." Jawab Kiara sambil masuk ke kamar Syarifah, kemudian melemparkan semua pakaian Syarifah dari dalam lemari.
Wanita berambut panjang itu memungut semua pakaiannya lalu, memasukkan kedalam koper miliknya.
Sembari mamakai hijabnya, Syarifah keluar membawa kopernya.
Kiara menutup pintu dan menguncinya sementara Syarifah masih di depan pintu itu.
Wanita berkerudung panjang itu menoleh, air matanya menetes tidak terbendung. Lalu, melangkah meninggalkan rumah Kiara.
"Non, mau kemana?" Tanya Pak Nanang.
Syarifah menggeleng, sembari terisak.
"Pak, boleh tidak, saya di sini dulu sampai pagi." Syarifah menghiba.
"Boleh, boleh Non, masuk saja kesini, biar Bapak diluar." Sambil keluar dari pos satpam.
"Terimakasih, Pak Nanang" lalu masuk kedalam pos satpam.
"Non, ada apa?" Tanya Pak Nanang lagi
"Tidak apa-apa Pak."
Pak Nanang tidak bertanya lagi. Dia memilih untuk berjaga di luar.
Sayup-sayup azan subuh terdengar, Syarifah bergegas keluar meninggalkan rumah Kiara, menuju mesjid terdekat.
Pak Nanang menatap pada Syarifah, namun ia tidak mampu menghentikan langkah wanita itu.
Setelah sholat, Syarifah melanjutkan langkahnya. Dengan uang seadanya dia mulai melangkah memulai hidupnya yang baru.
"Selama setahun ini, Tuhan sudah memberikan kenikmatan yang luar biasa kepadaku. Dan aku harus tetap bersyukur dengan keadaan hari ini." Sambil menghela nafas dan mencoba tersenyum, syarifah berjalan menyusuri Ibu kota.
Uang yang dia punya tidaklah banyak, selama ini hanya memanfaatkan pemberian Orang tua Kiara.
Ijazah dan surat-surat penting Syarifah sudah hilang saat musibah itu melanda. Makanya, Selama ini dia hanya bekerja serabutan sampai dia bertemu dengan mama Fatimah.
Sejak saat itu Syarifah memilih membantu pekerjaan Bibi di rumah Kiara. dan mama Fatimah tidak keberatan, malah sangat senang karena menyukai masakan Syarifah.
Setelah berputar-putar, Syarifah mendapat rumah kontrakan dengan harga terjangkau.
"Semoga senang di mari, ntar kalau Ade ape-ape hubungi saja Mpok ye." Ucap Mpok Yati dengan logat Betawi.
"Iya, Mpok, terimakasih." Balas Syarifah tersenyum, sambil menerima kunci dari Mpok Yati.
Syarifah mulai membersihkan rumah kontrakan nya, mencuci dan mengepel lantai yang sudah dipenuhi debu.
Mpok Yati turut membantu Syarifah, dia senang rumah kontrakannya sudah berpenghuni.
Rumah kontrakan Mpok Yati sudah sangat lama kosong, orang yang tau sejarahnya tidak mau mengontrak rumah itu. Rumah bekas ma*i bunuh diri.
Orang bilang rumah itu angker, sering ada penampakan- penampakan disana.
"Mpok harap, kamu betah di mari ye." Ucap Mpok Yati.
"InsyaAllah ya Mpok."
Setelah siap membersihkan, Mpok Yati pun pamit. Kemudian, Syarifah berangkat ke pasar untuk membeli beberapa peralatan masak dan perlengkapan lainnya.
***
Malam terasa begitu sunyi, dingin malam menusuk hingga ketulang.
Syarifah bermenung seorang diri, ada rindu terselip dalam hatinya, rindu akan cinta yang hilang, namun, Tiba-tiba terbayang sorot mata kedua bocah kecil itu. Syarifah menepis perasaan itu sambil mengucapkan istighfar.
"Ya Allah, begitu dalamkah Cinta ini sehingga susah untuk bersatu." Bisiknya, wajah menengadah ke atas, menghalau air mata yang ingin keluar.
Sekuat apapun dia ingin melupakan, sekuat itulah Cinta itu pada mantan suaminya.
Rasa yang belum usai itu sangat sulit di lupakan, walau kata talak merongrong seluruh jiwa nya.
Syarifah sendiri dikeheningan malam, mampukah ia melewati semua rintangan yang begitu terjal dihadapannya?.
Tiba-tiba,
"Brakk" suara pintu terhempas kencang. Syarifah terlonjak kaget.
"Astagfirullah"
Syarifah bangkit melihat ke arah suara itu, namun, tidak ada apa-apa.
"Apa itu?" Bisiknya pelan.
Setelah memeriksa semua pintu dan jendela, Syarifah kembali ke kamar tidurnya.
Mencoba untuk tidak menghiraukan apa yang di dengarnya, Syarifah membaringkan tubuhnya.
Baru saja hendak menutup mata, bayangan perempuan berambut panjang dan membawa bocah kecil botak dengan kulit hitam legam melintas di hadapannya.
Syarifah mencoba bangkit, tapi, tubuh nya terasa kaku.
Dia mencoba melawan tetap tidak bisa, penampakan wanita itu menatap tajam padanya.
Mulut Syarifah bergerak, berzikir melafazkan kalimah-kalimah tammah. Seketika, tubuhnya terangkat, lalu, terhempas kembali.
"Astagfirullahal adzim. Apa itu, kenapa jelas sekali." Ucapnya pelan.
Syarifah bangkit menunaikan sholat Sunnah nya, kemudian, memutar murrotal dari ponselnya.
Wanita berwajah teduh itu benar-benar kaget dengan apa yang dialami nya. Namun, dia mencoba membaringkan tubuhnya kembali, tidak menunggu lama Syarifah terlelap dibuai mimpi.
Pagi menjelang, wanita itu bergegas mencari pekerjaan, namun, hingga sore hari dia tidak mendapatkannya.
Seketika dia kepikiran dengan Malik.
"mungkin Malik bisa membantuku." bisiknya. lalu, mengusap layar ponselnya, mencari nama Malik,
"waduh, nomor Malik 'kan tidak ada di ponsel ku." sambil menepuk keningnya.
Syarifah kemudian mencari nama Malik di medsos, ternyata pemuda itu membuat wajahnya di foto profil media sosial Malik.
Syarifah kesal, apalagi membaca komentar-komentar di sana. Dan mata Syarifah tertuju pada satu komentar yang paling menyakitkan, siapa lagi kalau bukan komentar Kiara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments