Syarifah mencoba membela diri, namun, wanita tua itu menarik hijab dan mendorong Syarifah.
Hijabnya terlepas hingga rambut Syarifah tergerai. sejenak, Bu Janu mematung saat melihat keindahan didepan matanya,
Tetapi, Bu Janu kembali menarik rambut Syarifah hingga tercabut dari kulit kepala nya
Syarifah menjerit, kulit kepalanya terasa perih, wanita itu terisak menahan sakit di tubuhnya.
Kemudian, Bu Janu mendekat dan mencoba meraih rambut Syarifah kembali, tiba-tiba Bibi Naima menjerit dari ambang pintu.
"Janu! Apa yang kau lakukan!" Bi Naima merangkul Syarifah.
"Pergi kamu Janu!, Syarifah bukan binatang yang kau perlakukan seperti itu." Bibi Naima marah.
"Kamu membelanya, Naima?" tanya Janu sembari menatap tajam.
"Aku bukan membelanya, tetapi, jangan hanya menyalahkan Syarifah, salahkan menantumu bahkan salahkan putrimu!" tuding Bibi Naima.
"Kamu menyalahkan putriku, Naima?, Mahira wanita kampung yang lugu, dia tidak tau apa-apa, dia hanya tau suaminya dan wanita ini bercumbu dihadapannya." tukas Bu Janu, seraya melangkah meninggalkan rumah Naima.
Wanita itu berjalan sampai ke rumah ketua adat, rumah Datuk Ahmad, dia ingin meminta perlindungan dan keadilan untuk putrinya.
"Assalamu'alaikum, Datuk."
"Wa'alaikum salam." sembari membuka pintu, seorang wanita paruh baya, parasnya masih cantik walaupun umurnya diatas Bu Janu.
"Apa Datuk ada, Kak Datin?" tanya Bu Janu pada istri Datuk Ahmad, saudara kandungnya.
"Ada Janu, masuklah." seraya mengantar Bu Janu ke saung di belakang rumahnya.
"Janu, ada apa kamu kemari" tanya lelaki berwibawa itu.
Bu Janu duduk disebelah saudara laki-lakinya.
"Aku membawa kabar buruk, saudara ku. Putrimu dikhianati suaminya." tutur Bu Janu.
"Apa ada buktinya, Janu?" tanya tetua adat itu.
"Iya Datuk, Aku dan Mahira melihat mereka di saung belakang rumah Naima."
"Ceritakan Lah, saudariku." ujar Datuk Ahmad
"Malam itu, tepat ditengah malam, Mahira tidak melihat Yusuf di pembaringan nya, putriku keluar melihat jejak kaki di depannya. Kemudian, mengikuti jejak itu hingga sampai di belakang rumah Naima. Yusuf dan wanita itu melakukan zina. Dan aku juga melihat nya ." papar Bu Janu.
"Kamu kenal wanita itu, Janu?" tanya pria tua itu lagi.
"Iya Datuk, dia wanita dari kota, hijabnya panjang." jawab Bu Janu.
"Deg"
Datuk Ahmad terkesiap. Putranya menaruh hati pada gadis kota itu. Dia juga senang dengan kelembutan wajah perempuan itu.
"Apa kamu jujur, Janu?" tanya Datuk itu meyakinkan.
"Iya, saudaraku. Demi Tuhan, dialah wanita itu." jawab Bu Janu.
"Baiklah, aku akan membantumu, menyelamatkan rumah tangga Mahira. Aku berjanji padamu akan memberikan keadilan untuk putriku." kata Datuk Ahmad.
"Baiklah, aku pulang Datuk." Bi Janu pulang, hatinya belum puas sebelum wanita itu di rajam.
***
Kepergian Bu Janu ke rumah Datuk Ahmad tidak luput dari pantauan dua sekawan itu, mereka seperti wartawan mengikuti kemana-mana hendak meliput.
Kasus perselingkuhan Yusuf tersebar, wanita selingkuhan Yusuf adalah wanita kota, pelakor syar'i kata Bi Tum, dan Bi Tim. Warga beramai-ramai ke rumah Datuk, mereka protes agar wanita itu di usir, dan di adili.
"Datuk! Kami tidak setuju pezina tinggal di kampung ini, usir perempuan itu!" teriak salah satu warga.
Teriakan itu mengejutkan Datuk Ahmad, lelaki paruh baya itu turun dari ranjang nya, sembari berjalan ke depan jendela.
"Ada apa ramai-ramai?" bisik nya.
Datuk Ahmad melangkah hendak keluar.
"Datuk, ada apa ini, mengapa ramai sekali?" tanya Datin, istri Datuk Ahmad.
"Saya juga tidak tau, Datin." sembari berjalan keluar rumah.
"Ada apa ini, kenapa ramai-ramai?" tanya Tetua adat itu.
"Kami ingin wanita pezina itu di usir, Datuk!" seru mereka.
"Tenang.., besok datanglah kalian kemari. Kalian akan menyaksikan sidang perselingkuhan Yusuf dan wanita itu!, jangan kalian menjadi hakim sendiri." ujar pria berwibawa itu.
Setelah mendengar ucapan Tetua adat itu, Warga pun kembali ke kediaman masing-masing.
***
Mama Fatimah dan papa Husin sampai di kediaman Bibi Naima. Mereka berkumpul membicarakan masalah Syarifah.
"Bi Naima, kami akan membawa syarifah pulang." ujar mama Fatimah.
"Tidak bisa, Fatimah." sahut Bi Naima
"Kenapa?" tanya nya bingung.
"Syarifah harus di adili, jika terbukti bersalah, Syarifah akan di hukum cambuk atau di rajam." jawab Bi Naima.
Wajah mama Fatimah menegang, tangannya menggenggam tangan sang suami.
"A-apa harus, Bi?" tanya Mama Fatimah lagi.
"Iya." jawab Bi Naima.
"Besok sidang akan di gelar, kalian bisa melihatnya besok." sambung Bi Naima lagi.
Ucapan Bi Naima membuat Mama fatimah dan Papa Husin gelisah. Mereka kasihan dengan Syarifah tetapi, begitulah hukum di kampung Lestari. Adat istiadat masih di junjung tinggi, persaudaraan juga sangat kental di daerah ini.
Keesokan harinya, hari dimana sidang dan hukuman di laksanakan. Warga sudah berkumpul di depan rumah Datuk Ahmad. Kursi-kursi yang disusun rapi telah penuh.
Mahira dan kedua anaknya duduk di bagian depan, sebaris dengan tempat duduk Ibunya. Suara riuh terdengar, apalagi pembicaraan mereka, kalau bukan tentang, perselingkuhan Yusuf.
Di rumah Bibi Naima, Syarifah tidak mau mengikuti sidang. Wanita bertahan di dalam kamar.
"Syarifah! Keluarlah. Jangan membuat masalah." teriak wanita paruh baya itu.
"Tidak, Bibi." sahut Syarifah.
"Jika kamu tidak keluar, aku akan menghancurkan pintu ini." kata Bi Naima sambil menghitung.
"Ceklek."
Syarifah membuka pintu, wanita itu terlihat menyedihkan, rambut acak-acakan, darah mengering di pelipis dan disudut bibirnya. Wanita itu sudah beberapa hari tidak keluar dan tidak makan.
"Syarifah, putriku" ujar Mama Fatimah hendak memeluk Syarifah.
"Ma, jangan dekati dia!, Mulai hari ini, wanita ini tidak boleh tinggal dirumah. Sekarang dia berselingkuh dengan suami orang, tidak menutup kemungkinan dia juga merebut Papa." Sambil menunjuk Syarifah.
Air mata Syarifah kembali menetes.
"Bi, aku mohon, jangan bawa aku kesana." Syarifah menghiba.
"Jangan membuat masalah, ayo!" Bi naima menyentak tangan Syarifah.
"Ambil kerudungnya, Kiara." ujar Bi Naima.
Kiara memakaikan kerudung robek kepada Syarifah, hingga terlihat rambut panjang wanita itu.
Kaki wanita malang itu melangkah tanpa alas, sesekali dia meringis ketika kakinya memijak bebatuan runcing. Hingga kakinya berhenti di sebuah lapangan.
Warga begitu ramai, mereka seperti hendak menonton sebuah drama teater. Syarifah duduk tidak jauh dari Mahira.
Syarifah menunduk, tidak sanggup melihat sekelilingnya, karena semua mata tertuju padanya.
Mahira melihat selingkuhan suaminya itu, hatinya terusik saat Pandangan mata mereka beradu.
Mahira mematung saat mata wanita itu memandangnya.
"Wanita yang sangat cantik, kulitnya putih bersih tidak sepertiku." batin Mahira.
"Aku melihat mata wanita itu, mata yang menyimpan banyak kesedihan, tidak ada mata meremehkan ku" bisiknya pelan.
Sidang pun di mulai, Yusuf sudah duduk dihadapan Datuk beserta perangkat adat dan perangkat desa lainnya.
"Yusuf, apa benar kamu melakukan zina dikampung kita ini?" tanya perwakilan Datuk.
"Tidak, Tuan." jawab Yusuf.
"Bagaimana dengan berita yang beredar?"
"Itu tidak benar." balas Yusuf.
"Bagaimana Datuk?" tanya Perwakilan itu.
"Silahkan tanya lagi." ujar Datuk Ahmad.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments