Aku melihat batang pohon besar melintas di hadapan ku, aku menggapai nya agar tubuh ku tidak masuk ke dalam air.
Tidak jauh dari ku, seorang wanita meminta tolong, Dengan sekuat tenaga, aku mendorong batang pohon agar bisa melewati wanita paruh baya itu.
Setelah mendekat, Syarifah melompat, lalu menarik wanita itu, kayu yang membawa wanita itu seketika tenggelam.
"Tolong, itu suami ku! Katanya.
Kami mengayunkan tangan hingga sampai ke arah suami wanita itu.
Dengan penuh keberanian, Syarifah menggapai tangan Suami wanita itu.
Kami bertiga memeluk kayu besar itu. Tidak ada kata yang terucap kecuali menyebut Nama Tuhan. Dialah sebaik-baik penolong
Setelah selamat dari gelombang besar itu, aku dan Suami Istri itu berpisah.
Pasangan suami istri itu di tempat pengungsian, sedangkan aku kembali menyusuri puing-puing bangunan, sampah dan lumpur akibat air bah itu.
Aku mencari Yusuf kesana kemari, namun, harapanku sia-sia, suami ku tidak kunjung bertemu, Semua tim Basarnas di kerahkan, mayat-mayat bergelimpangan, namun hatiku masih percaya bahwa suamiku masih Hidup.
Enam bulan aku mencari di berbagai tempat pengungsian, Suamiku tidak pernah terlihat.
Aku membawa perut buncit ku kemana-mana dan mungkin itu yang membuat buah hati ku pergi, aku tidak mampu menyelamatkannya, putri ku pergi untuk selama-lama nya.
Aku terus mencarinya, menonton berita-berita di TV, masih berharap untuk bertemu dengannya.
Hingga suatu saat, Bibi Fatimah berkunjung ke yayasan tempat pengungsian tsunami, kami bertemu kembali dan wanita berhati mulia itu memberikanku tempat serta memberiku kasih sayang.
Dalam do'a, aku selalu minta agar dipertemukan dengan Suami ku, ternyata do'a ku terkabul.
Aku bertemu dengan nya walaupun semua sudah berbeda dan sekarang semua sudah berakhir setelah mengucap talak tiga itu.
Author
Syarifah menutup matanya, menahan perihnya kenangan itu.
Sementara Mahira, dia menggigit kuat tangan sambil menahan isak tangisnya, rasa bersalah semakin menggunung dalam hati.
Mahira berlari, kembali pulang menuju rumahnya, dia tidak kuasa bertemu dengan Syarifah,
Yusuf sesenggukan menahan tangis, dia mendengar semua penuturan Syarifah.
"Syarifah." Sapa nya
"Bang Yusuf?" sahut Syarifah sambil menghapus air matanya.
Mereka diam menatap haru mantan pasangan itu.
"Maafkan aku, maafkan Yusuf mu ini." Yusuf bersimpuh menangis di hadapan Syarifah.
"Bang, sudah lah. Takdir yang memisahkan kita dan mungkin ini yang terbaik." Meski hatinya sakit namun, Syarifah mencoba menerimanya.
"Abang mencari mu, tetapi, tidak menemukanmu. Abang pergi jauh dari desa karena tidak sanggup melupakanmu." ucap Yusuf.
"Pulanglah, Mahira menunggumu." pinta Syarifah. Dia menutup matanya, perih setiap menyebut namanya, setiap itu pula talak tiga itu terngiang di telinga Syarifah.
Yusuf menurut, kakinya melangkah hingga sampai di ambang pintu, Ia kembali memutar kepala, menatap Syarifah sang pujaan hati.
"Syarifah, nama mu tetap dalam jiwa ku, andai aku kembali, kuburkan aku di dekat putri kita." ucap nya,
Yusuf kembali melangkah, pulang menuju rumahnya.
Mereka terkesiap mendengar permintaan Yusuf, mata lelaki itu menyimpan banyak luka dan Cinta yang begitu besar.
Mereka menatap punggung Yusuf, sampai Pria itu menghilang.
Bibi Naima dan teman-teman Kiara memeluk Syarifah, sambil menguatkannya.
"Sabar ya, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik" ucap Maura tulus
"Terima kasih." balas Syarifah.
***
Tidak terasa waktu mereka tinggal satu hari lagi, mereka akan pulang kembali ke Ibu kota.
"Syarifah, kamu tinggal dengan Bibi saja ya?" pinta Bibi Naima, berharap Syarifah menemaninya.
"Bibi, jika Syarifah tinggal disini, akan lebih menyakiti Syarifah lagi." balas nya
Bibi menunduk sedih, dia sangat menyayangi wanita bermata hijau itu.
"Bi, Syarifah sangat sayang pada Bibi, Syarifah janji akan selalu menghubungi Bibi dan akan kembali ke rumah ini." ucap Syarifah.
Bibi mengangkat wajahnya, kemudian, tersenyum pada Syarifah.
"Assalamu'alaikum" terdengar salam dari balik pintu.
"Wa'alaikum salam, eh, Tuan Rahmad?" Sapa Bi Naima.
"Bi" Pria itu mencium punggung tangan Bibi Naima.
"Besok kalian pulang ya?" tanya Rahmad
"Iya, kenapa?" jawab Rosi sembari bertanya.
"Boleh tidak, aku bicara dengan Syarifah?" pinta Rahmad, putra Datuk Ahmad.
Rosi dan yang lain melihat pada Syarifah. Kemudian, Syarifah tersenyum sambil mengangguk.
"Silahkan, katakan disini saja." jawab Syarifah.
"Aku ingin melamar mu, Syarifah dan mungkin ini bukan waktu yang tepat, tetapi, izin kan aku mengungkapkan isi hatiku." ungkap Rahmad.
Mereka sedikit tersentak dengan ungkapan Tuan Rahmad.
"Sadarkah, kamu dengan ucapan mu itu, Tuan?" balas Syarifah.
"Iya, Syarifah." balas Rahmad.
"Katakan pada ayahanda mu Tuan, tidak baik melamar wanita yang baru di talak tiga oleh suaminya." ucap Syarifah.
Rahmad terdiam, wajahnya memerah menahan malu.
"Baiklah, Syarifah. Aku memang telah meminta kepada Ayahanda ku untuk meminang mu, namun, katanya, tunggu masa Iddah wanita itu. Dan ternyata inilah maksud ayahku. Maafkan aku, Syarifah." tutur Rahmad.
"Pulanglah." ucap Syarifah.
"Iya, terima kasih telah memberiku kesempatan mengungkapkan perasaanku." sembari berlalu meninggalkan rumah Bibi Naima.
Hatinya terkoyak, di desa nya dia adalah pria idaman wanita, namun itu tidak berarti untuk Syarifah.
Rahmad pulang membawa rasa sakitnya, dan menyampaikan ucapan Syarifah kepada ayahanda nya.
"Ayah, Syarifah menginginkan aku mengatakannya kepada ayahanda." ucap Rahmad setelah tiba di kediaman Datuk.
"Katakanlah, anakku." jawab Datuk.
"Tidak baik melamar wanita yang baru di talak tiga oleh suaminya." ucap Rahmad mengulang perkataan janda Yusuf itu.
Datuk Ahmad memejamkan matanya, sindiran wanita itu menggetarkan hati nya. Rasa bersalah kian menusuk menghujam jiwa.
"Suamiku, jika pedang lukai badan, masih bisa obat di cari. Jika lidah lukai hati kemana obat hendak dicari. Izin kan Istri mu ini meminta maaf atas kekhilafan kita." ujar Datin.
"Tidak Datin, jangan merendahkan dirimu pada wanita asing itu." balas Datuk Ahmad.
"Suami ku, rendahkan lah egomu, meminta maaf tidaklah merendahkan derajat." ujar Datin.
"Jangan, tidak akan aku izinkan kamu melangkah dari rumah ini, Datin." desisnya.
Datin hanya terdiam sambil menggeleng dan menatap dalam pada suaminya. sungguh Datuk Ahmad terlalu menjunjung tinggi yang namanya harga diri.
***
Hari yang dinanti pun tiba, mereka menjabat tangan dengan para penduduk desa.
Bibi Naima tidak kuasa menahan tangisnya, wanita yang sempat dia pukul itu akan Pulang kembali ke ibu kota.
Mereka menaiki Bus yang sudah di Carter, kemudian, melanjutkan penerbangan ke Ibu kota.
Sedari tadi Syarifah mencari pria buta yang di papah nya waktu itu. Namun laki-laki itu tidak terlihat.
"Lebih baik aku tanya Malik." batin Syarifah.
Pesawat mendarat dengan selamat, rombongan tour kembali pulang kerumah masing-masing.
Malik mengantar keempat gadis itu, tidak ada yang bersuara, semua diam dengan pikiran masing-masing.
"Malik" panggil Syarifah memecahkan kesunyian.
"Iya, Syarifah. Ada apa?" Sahutnya tanpa menoleh.
"Bagaimana kabar pria buta itu?, Aku tidak melihat saat kita pulang tadi." ujar Syarifah
"Ciit"
Tiba-tiba Malik mengerem, mobil berhenti mendadak.
"Ayam, ayam, ayam" latah Rosi.
"Hahaha" Malik malah tertawa.
"Malik, Kamu gila ya?" seru Kiara.
"Iya, Malik. Untung jantung ku sehat," ucap Maura sembari mengusap dadanya.
"Kurang ajar, kamu ngejek ya!" Rosi mencubit lengan Malik.
"Eeeh, maaf" Malik menghindar.
"Syarifah, kamu enggak apa-apa?" tanya Malik,
Syarifah menggelengkan kepalanya, wajahnya pucat pasi, jantung nya sudah mau copot.
"Maaf." Malik kembali menjalankan mobilnya.
"Syarifah, tidak usah mengganggu Malik saat menyetir, bahaya tau!" omel Kiara.
Syarifah mengangguk, tanpa membantah ucapan Kiara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
hìķàwäþî
tiba tiba Malik mengerem.. mobil berhenti mendadak..
2023-10-23
2