Mencari Tahu

Vina kembali mengingat sosok laki-laki berkemeja yang dilihatnya di sekitar mushola saat Ogen membagikan nasi kotak saat itu. Iya, laki-laki itu adalah yang pernah dilihatnya memasuki lobi kantor saat malam hari. Artinya, ini semua pasti bukan lah suatu kebetulan.

Di tengah lamunannya, Arno menghampiri meja Vina dan memanggilnya. “Vin, Vina.”

“Eh iya, Pak,” sahut Vina yang gelapan saat menyadari Arno memanggilnya.

Arno pun meminta Vina untuk tidak melamun saat di kantor. Arno juga menanyakan perihal yang dilihat Vina saat di pengajian kemarin. Vina menceritakan bahwa lelaki yang dilihatnya kemarin adalah sama dengan yang ia lihat di hari pertamanya lembur.

“Kamu masih ingat bagaimana wajahnya?” Arno mengejar jawaban Vina.

Vina mengangguk. “Dia tampan, Pak. Seperti laki-laki yang masih berusia 32-33 tahun. Tapi saya seperti tidak asing dengan laki-laki itu. Seperti pernah melihat tapi lupa di mana.”

Arno tampak berpikir dan menunggu Vina yang masih berusaha mengingat.

Kemudian, Arno memperkenalkan dan memperlihatkan foto ayahnya yang ada di ponselnya. “Apa ini orangnya?”

Vina menggeleng. “Hampir sama tampannya, tapi bukan, Pak.”

Setelah itu, Arno berpamitan menuju ruangannya.

Arno kemudian pergi menuju ruang kerjanya dan Vina masih tampak mencerna percakapannya dengan Arno. Tak lama, Ogen datang dengan kehebohannya.

“Sssttt, Gen!” tegur Vina.

Seketika Ogen pun terdiam dan memberi kode pada Vina tentang apa yang baru saja terjadi. “Kenapa?”

Vina menceritakan percakapannya dengan Arno yang baru saja terjadi. Vina juga mengatakan keanehan saat Arno menebak arwah lelaki itu adalah ayahnya. Kenapa? Ada apa?

“Mungkin karena ayahnya ‘kan sudah meninggal, jadi Pak Arno takut kalau arwah ayahnya ternyata masih gentayangan di kantornya,” jawab Ogen santai.

Vina seakan tak mau sependapat dengan Ogen. “Iya memang benar, tapi kenapa dia bisa menebak ayahnya? Kalau memang ayahnya mati dengan wajar, tidak mungkin arwahnya gentayangan.”

Ogen seakan paham maksud temannya itu. “Vin, masih pagi juga.”

Vina kembali mengingat arwah lelaki yang baginya tak asing itu. Sekian menit kemudian ia teringat akan sesuatu. Vina bergegas berdiri dan berjalan menuju pintu ruang konsultasi klien. Ia melihat beberapa foto yang dipajang di tembok sebelah pintu ruangan.

Setelah itu, Vina berjalan menuju ruangan Pak Arno. “Pak, saya tahu siapa dia.”

Arno seolah memberi kesempatan Vina untuk memberitahunya.

“Danu, salah satu karyawan terbaik yang mendapat penghargaan karena desainnya. Foto serah terimanya itu ada di tembok dekat ruang konsultasi klien,” jelas Vina.

Arno terdiam. Ia kemudian berterima kasih pada Vina dan mempersilakan kembali ke mejanya. Vina pun pergi meninggalkan ruangan Arno.

Mendengar informasi dari Vina, Arno kembali teringat Danu. Salah satu karyawan di kantornya, semasa kepemimpinan sang ibu. Ia memang lumayan hafal akan Danu, bukan karena dahulunya sering di ajak ke kantor oleh ibunya, tapi karena Arno sering melihat ibunya berduaan bersama Danu. Tak hanya di kantor namun juga ia pernah melihat Danu keluar dari kamar sang ibu. Hal itu ia lihat saat dirinya remaja hingga ia kuliah.

Seiring waktu, Arno memahami apa yang Danu dan ibunya lakukan kala itu. Arno juga sempat mengikuti Danu hingga ke rumahnya saat Arno berusia 20 tahunan. Entah mengapa setelah itu, ia tak lagi melihat Danu di kantor. Kabar terakhir yang ia dengar adalah Danu meninggal. Yang ternyata, kematiannya sesaat sebelum Arno dan Dimas mengetahui dan menghancurkan barang-barang persembahan pesugihan ibu Arno.

“Apa Danu ditumbalkan juga oleh ibu saat itu?” Arno tampak mengingat kejadian belasan tahun lalu.

Mengingat hal itu, Arno bergegas pergi ke rumah Danu, dengan harapan ia bisa mendapat informasi dari keluarganya.

###

20 menit perjalanan, Arno sampai di rumah Danu yang masih diingatnya. Namun sayang, rumahnya tampak sepi, walaupun tidak banyak yang berubah. Arno segera mendekati pintu rumah Danu dan mengetuknya.

Tak lama, keluar seorang wanita paruh baya menemui Arno.

"Maaf siapa ya?” tanya wanita tersebut.

Arno memperkenalkan dirinya kemudian ia dipersilakan duduk. Arno sengaja berbohong akan identitasnya dan seolah-seolah tak tahu bahwa Danu telah meninggal. Ia mengaku sebagai teman Danu.

"Kebetulan saya lagi ada pekerjaan di daerah sini, jadi sekalian ingin menemui Danu karena sudah lama kami tak bersua. Apa Danu ada?" tanya Arno polos.

“Saya adiknya Danu. Semenjak keluarga Danu pergi, saya yang tinggal di rumah ini,” jelas wanita tersebut.

Arno kemudian menanyakan kepergian Danu dan keluarganya.

Wanita itu tertunduk lesu. “Satu tahun sebelum Danu meninggal, istrinya meninggal. Satu tahun sebelum istrinya meninggal, anak perempuannya yang meninggal, dan satu tahu sebelum itu, anak laki-lakinya meninggal. Mereka anak kembar Danu yang meninggal secara berurutan di usia 6 dan 7 tahun. Entah ada apa dengan Danu, semenjak bekerja di Jakarta, ia menjadi berbeda, padahal ia baru saja menikah. Dulu istrinya sering curhat sama saya katanya Danu selingkuh, tapi saya tidak percaya begitu saja karena kakak saya bukan tipe lelaki sepeti itu. Namun saya baru percaya ketika saya melihat sendiri dia menjadi tak perhatian dan kasar pada istrinya yang sedang hamil kala itu. Ia juga sering pulang malam, dan setelah itu entah karena takdir atau hal lain, keluarganya tiba-tiba meninggal secara berurutan di tahun-tahun yang berdekatan, termasuk dirinya sendiri,” ungkap adik perempuan Danu.

Arno tertegun mendengar penjelasan wanita tersebut. Arno juga sempat mengamati pajangan foto keluarga Danu saat bersama istri dan anak kembarnya. Setelah puas melihat foto tersebut, ia kemudian pamit pada adik Danu dan meminta maaf telah menggangu waktunya. Wanita itu pun mempersilakan Arno pergi.

Selama perjalanan, ia terus mengingat penjelasan wanita tadi. Pikiran Arno melebar ke mana-mana. Ia juga tiba-tiba teringat akan cerita Vina yang menemukan susuk jarum di kantor. Juga opini Dimas tentang susuk tersebut, yang membuat ibunya masih lumpuh saat ini.

“Apa Danu tertarik dengan ibu karena susuk yang ibu pakai? Rasanya tak mungkin jika seorang laki-laki seperti Danu yang masih muda dan tampan bisa jatuh cinta pada ibu yang sudah tua, meskipun ibu memang cantik. Apa karena susuk juga, ayah tertarik pada ibu? Mengingat usia ayah juga jauh lebih muda dari ibu,” gumamnya.

“Dan kalau benar keluarga Danu menjadi tumbal pesugihan ibu saat itu, sungguh ibu tega sekali, menghancurkan 1 keluarga kecil hanya demi nafsu dan egonya,” lanjut Arno.

Tiba-tiba, Arno juga teringat akan kematian sang ayah. “Apa jangan-jangan, ayah juga menjadi korban tumbal pesugihan ibu? Apa ibu setega itu? Ah aku sudah lupa saat kematian ayah dulu,” ingat Arno saat usianya masih kecil.

Arno pun menghubungi Dimas untuk membicarakan tentang solusi dari permasalahan susuk yang membuat ibunya seperti mayat hidup sampai saat ini.

“Menurutku, Ar, kalau pun memang benar susuk ibumu masih ada, kita akan sulit mengeluarkannya karena dia sudah tua. Setau aku, susuk itu tetap harus dilepaskan, bisa dengan operasi kalau seandainya ibumu masih muda, atau dengan tobat. Tapi sayangnya, ibumu sudah seperti itu, apa mungkin dia bisa sholat dan mengucap kata-kata ampunan pada Yang Maha Kuasa? Di ruqyah pun dulu juga kita sudah sempat melakukannya, tapi ibumu masih sama seperti itu,” ucap Dimas dalam panggilan telepon dengan Arno.

“Jika sudah memang tak ada cara lain, Vina lah solusinya,” batin Arno sambil terus mengemudikan mobilnya.

...****************...

Terpopuler

Comments

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

hayoo

2024-02-04

1

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

apa maksud kata" Arno 🤔🤔🤔

2023-12-19

1

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Arno tu mo kasih ibunya darah siapa

2023-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!