Deep Talk

...Jangan menatapku seolah kamu menatap pria yang pernah kamu temui di masa lalu, jangan samakan. Tatap aku dengan apa adanya aku memperlakukanmu....

^^^_Reynand Dirga Grissham ^^^

***

Perjalanan yang panjang itu akhirnya tiba di lembah hijau dengan bukit dan pemandangan yang sangat eksotis. Bukit tersebut memang di sediakan untuk para wisatawan berkunjung untuk menikmati pemandangan matahari terbenam di ufuk barat tepat di tengah-tengah gunung hingga tidak hanya mereka saja yang ada di atas sana, pengunjung lainpun juga ada.

Tari dan Matcha di sepanjang jalan tertidur pulas, sementara Rey sendiri fokus menyetir dengan keheningan yang ada. Sesekali pria itu melirik Mentari yang tengah tertidur, seperti saat ini. Rey hendak ingin membangunkan wanita itu tetapi malah memandanginya dengan sangat lama, hingga Tari terbangun sendiri dari tidurnya.

Tari terkejut saat ia membuka mata, bagaimana tidak? wajah Rey yang sedang menatap lekat dirinya ter'tampang jelas depan matanya. Tari cepat-cepat menegakkan tubuhnya.

"Apa sudah sampai?"tanya Tari melihat sekitar.

"Iya, turunlah ayo kita mendaki!"

Mentari segera membangunkan Matcha yang langsung terbangun dari tidurnya. Kemudian membantu Rey untuk mengeluarkan keperluan dari mobil.

"Banyak sekali bawaannya, apa tidak keberatan untuk naik atas sana?"protes Tari dengan alat-alat yang Rey bawa.

"Tidak, ini hanya keperluan tenda. Lagi pula bukit tidak terlalu tinggi, mungkin hanya sekitar 15 menit saja untuk sampai ke atas"

Ya, Bukit tersebut tidak terlalu tinggi karena Rey sudah menanjak jalan yang tinggi untuk sampai ke kaki bukit.

"kamu bawa ini saja, yang lain aku yang bawa"Rey memberikan tas ransel yang lumayan besar itu pada Tari.

Tari menerimanya dan menggendong tas yang ternyata berat itu "berat sekali apa isinya?"protes Tari lagi.

"Itu hanya isi makanan ringan"jawab Rey.

"Astaga, hanya makanan ringan tapi beratnya minta ampun. Kaya mau nginap sebulan aja!"cicit Tari.

Rey memandang Tari jengah, tidak henti-hentinya dia protes.

"Sudahlah ikuti saja"

"Matcha bisa naik ke atas? Atau mau Om gendong?"tanya Rey pada Matcha yang asik memandang sekeliling yang juga ada beberapa pengunjung.

"Matcha bisa sendiri kok Om"jawab anak itu.

Dengan segala upaya mereka mulai mendaki bukit itu, Matcha kelihatan senang sekali hingga mendaki naik ke atas tidak sekalipun membuatnya kelelahan. Ini pertama kalinya ia berpergian sangat jauh.

Hingga tibalah mereka di puncak bukit itu dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Rasa lelah yang Tari rasakan kini tergantikan dengan rasa puas akan pemandangan gunung yang masih di selimuti awan-awan putih sehingga meninggalkan kesan indah di gunung tersebut.

"Kalian istirahatlah dulu, aku akan mendirikan tenda"ucap Rey yang langsung di angguki oleh Tari.

"Matcha senang?"tanya Tari melihat Matcha tak mengalihkan pandangannya pada gunung seberang sana, terlebih dari atas sini terlihat sungai yang mengalir dari kaki gunung itu.

"Senaaaanng sekalii"seru Matcha girang.

Tari tersenyum lalu beralih mengamati Rey yang sibuk merakit tenda.

"Apa perlu aku bantu?"tanya Tari, ia juga sudah berani mengganti kata 'saya' menjadi 'aku'.

"Tidak"

Setelah tenda berhasil di dirikan ketiganya duduk di depan tenda sambil memasak makanan dengan kompor gas yang sudah Rey siapkan. Mereka asik bercanda ria layaknya keluarga kecil yang sedang berkemah.

Mereka melalui banyak hal hari itu, tak lupa juga mereka mengabadikan momen saat matahari terbenam di ufuk barat. Hingga terbitlah gelap di temani bulan serta bintang yang menghiasi langit.

"Pakai ini agar kamu tidak kedinginan"Rey menyampirkan jaketnya pada Tari yang sedang mengusap-usap tangannya dekat api unggun.

"Apa kamu tidak kedinginan?"tanya Tari melihat Rey hanya memakai kaos biasa.

"Tidak, cukup melihat kamu saja sudah bisa menghangat dengan sendirinya"

"Jangan bicara seperti itu depan anak kecil!"tegur Tari, ia tak ingin sang anak mendengar omong kosong Rey.

"Om,"panggil Matcha.

"Iyaa"Rey melihat Matcha di sebelahnya.

"Apa kita bisa seperti ini lagi? Matcha tidak mau Om Rey pergi lagi seperti kemarin"tutur Matcha memandang Rey dan Tari, seolah ingin memohon untuk tidak pergi dari sisinya.

Rey dan Tari saling menatap mendengar ucapan Matcha.

"Tentu saja, Om akan selalu disamping Matcha jika Ibu mengizinkan Om untuk masuk"jawab Rey.

"Masuk kemana Om?"

"Kata Papa Om, tamu tidak akan pernah masuk jika tuan rumah tidak membukakan pintu. Jadi Ibu harus membuka pintu dulu baru kita bisa main selamanya"

"Kalau begitu, Ibu tolong bukakan pintu untuk Om Rey ya..."ucap Matcha pada sang Ibu dengan polosnya.

Sementara Rey tersenyum mendengar itu, hatinya senang sekali walaupun dia mendapat lirikan tajam dari perempuan itu.

"Matcha sayang, sudah ya... Sekarang Matcha masuk ke tenda. Anginnya terlalu dingin, nanti kamu masuk angin"Tari mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Tapi bukakan pintu buat Om Rey ya?"

"Iyaa nanti ibu buka"Tari ia-kan saja dengan cepat demi menyuruh Matcha masuk ke tenda.

"Nanti kapan?"tanya Rey setelah Matcha masuk tenda.

"Jangan manfaatkan Matcha agar niatmu tercapai! Sekali aku bilang tidak, selamanya akan tetap seperti itu!"

"Kenapa? Kamu seharusnya bersyukur, pria tampan dan kaya mengajakmu hidup bersama"

"Pria tampan dan kaya tidak menjamin hidup seseorang merasa nyaman. Justru aku takut seseorang yang seperti itu, tampan dan memiliki segalanya"

"Kenapa takut?"Rey mendekat, memandang perempuan itu dengan lekat dari samping.

"Belajar dari yang aku alami, mereka memiliki keluarga yang harmonis, utuh, dan nyaris tanpa kekurangan. Tapi dengan apa yang mereka miliki membuat mereka gelap mata dan merasa ingin lebih terus-menerus seakan tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki"ucap Tari menatap kosong langit malam itu."Aku wanita yang trauma dengan masa lalu Rey, begitu banyak pengalaman yang aku lalui"jujur saja, saat ini Tari seperti mencurahkan isi hatinya kepada seorang sahabat bukan seperti seorang wanita kepada pria.

Reynand meraih tangan Tari menangkupnya dengan kedua tangannya "apa kamu menilai semua pria seperti itu? Hingga tidak ada lagi pria yang menurutmu setia dan tulus?"Rey semakin ingin menggali kepribadian Tari sebenarnya.

Tari menggeleng, selamanya ia tidak akan pernah percaya dengan ucapan dari seorang laki-laki.

"Tatap mataku!"

"Tidak mau"

"Mentari..."

Tari memberanikan diri untuk menatap pria di sampingnya yang berjarak begitu sangat dekat hingga hembusan nafas Rey bisa Tari rasakan "Apa menurutmu aku pria yang seperti itu?"

Tari menarik sudut bibirnya "awalan yang manis memang membuat semua wanita mempercayai omongan semua pria, karena mereka terbuai dengan perlakuan dan sifat manis mereka. Namun, setelah di jalani pengkhianatan tetap saja terjadi"tutur Tari, olehkarena itulah wanita itu tidak pernah terbuai dengan rayuan pria manapun.

"Jangan menatapku seolah kamu menatap pria yang pernah kamu temui di masa lalu, jangan samakan. Tatap aku dengan apa adanya aku memperlakukanmu"

Tari mencoba menuruti, namun baru seperkian detik Tari menatap balik mata Rey ia menunduk "tidak bisa"

"Percayalah padaku, aku bukan pria seperti itu Mentari"tutur Rey dengan tulus.

Tari diam saja, ia tak merespon apapun.

"Aku mengantuk"ucapnya ingin beranjak dari duduknya. Namun secara tiba-tiba Rey memeluknya dari belakang "Rey! Apa yang kamu lakukan?"

"Dingin"hanya kata itu yang Tari dengar.

"Iya, tapi ini lepas"Tari berusaha melepaskan tangan Rey yang memeluknya.

"Tidak mau"bukannya dilepas, Rey malah mengeratkan pelukannya. Aroma rambut Tari begitu candu di penciumannya.

"Rey! Tolong jangan seperti ini!"

Dengan berat hati Rey melepas pelukan tersebut "ini pakai jaketmu! Jangan memelukku!"ketus Tari kesal, ia melempar jaket tersebut dengan asal hingga menutupi wajah Rey "Oya! Kamu tidak boleh tidur di tenda, tidur di luar saja!"tambahnya yang kemudian masuk ke dalam tenda itu.

Rey menghela napas pasrah, Perempuan itu tidak sesuai dengan wajahnya yang kalem dan ayu. Tapi sifatnya yang kasar dan suka nyerocos membuat siapapun pasti tidak betah kecuali dirinya.

Di dalam kamus Reynand Dirga Grissham, tidak ada kata larangan. Karena larangan menurutnya adalah perintah, jadi ia tak peduli jika Tari marah ia tetap masuk ke tenda yang sengaja ia pilih dengan ukuran yang lumayan besar.

Disana Rey sudah mendapati Matcha yang memeluk Tari, Ibu dan anak itu sedang berbagi kasih "sudah tidurlah, Matcha tidak usah takut. Ada Ibu"ucap Tari sambil mengusap-usap kepala sang anak. Barusan Matcha mengadu ia takut tidur di tengah-tengah hutan yang hening.

Dari sudut tenda sana, Rey melihat pemandangan itu sambil tersenyum.

Keheningan kembali menyelimuti saat Matcha mulai tertidur, dari tadi Tari berusaha tidak memperdulikan Rey yang tidak henti-henti menatapnya.

"Apa Matcha sudah tidur?"tanya Rey melihat Matcha sekilas memastikan anak itu benar-benar tidur.

"Hemm"Tari hanya menjawab dengan deheman, ia tak berani membuka mata karena pasti Rey masih menatapnya. Sungguh, ia tidak ada tenaga lagi untuk berdebat dengan pria itu.

Hening sejenak.

"Tar..."panggil Rey yang lagi-lagi hanya di jawab deheman dari wanita itu "kamu cantik"ungkap Rey.

Tari tidak merespon apa-apa. Dia tak kuasa memperdulikan Rey yang mulai nyeleneh.

"Tar..."panggilnya lagi.

"Nikah yuk!"

BUGH !!

"Diamlah! Hentikan omong kosongmu itu! Kalau tidak aku saja yang keluar dari sini"kesal Tari melempar Rey dengan boneka Matcha.

"Iya-iya aku tidak mengganggu lagi. Tidurlah"Rey sempat terkejut mendapat lemparan boneka dari Tari.

Huhh seram sekali.

"Selamat tidur Mentari Cahya Ningrum. Nama kamu sangat indah"ucap Rey sebelum ia menutup matanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!