Perasaan Tidak Rela

Pagi yang cerah diiringi suara kicauan burung membuat suasana pagi semakin berwarna. Tari yang memang bangun lebih awal tersenyum melihat Matcha tidur di rengkuhan Rey, tanpa sadar wanita itu menitikkan air mata. Matcha begitu sangat senang dengan kedatangan Rey, anaknya itu sangat antusias sekali ketika pertama kali melihat Rey yang tertidur di kursi.

"Maafkan Ibu nak"ucap Tari dalam hati. Ia sangat merasa bersalah pada Matcha, balita itu memang tidak pernah mengeluh dengan keadaan. Tapi ia tahu Matcha sangat kesepian, ia butuh sosok ayah di sampingnya karena bagaimanapun cinta anak perempuan adalah pada ayahnya.

Rey yang terbangun tiba-tiba melihat Tari sedang melamun sambil menatap kosong Matcha yang tertidur. Pria itu melambai-lambaikan tangan agar kesadaran Tari kembali.

"Kamu kenapa?"tanya Rey.

"Shuuuttt"Tari bersiut menandakan Rey untuk diam.

"Tidak apa-apa, tidurlah lagi"ucap Tari dengan suara yang sangat kecil. Kemudian Tari beranjak dari sana menuju dapur.

Tari berberes rumah, meja makan yang tampak berserakan barang ia kemas kan lalu ia cuci sambil memanaskan lauk yang ada di kulkas.

Rey melihat wanita itu tengah sibuk dengan kegiatannya. Ia berjalan dan duduk di kursi meja makan. "Pak Rey tidak melanjutkan tidur lagi?"tanya Tari menyadari Rey sudah bangun.

"Maaf semalam saya ketiduran, tidak sempat pindah karena Matcha terus memegang tangan saya"

"Tidak apa, justru saya berterimakasih Pak Rey bersedia menemani Matcha tidur. Matcha sangat merindukan sosok ayah di sampingnya, sehingga dengan kedatangan Pak Rey di rumah ini membuat Matcha senang. Maaf jika itu membuat Pak Rey tidak nyaman"

"Tidak sama sekali, saya ikut senang bisa menjadi ayah bagi Matcha. Hmm maksudnya saya senang Matcha menganggap saya sebagai ayahnya, saya juga mengerti apa yang di rasakan oleh Matcha"tutur Rey panjang lebar, pria itu mendadak pengertian. Rey juga tidak tahu mengapa dia menjadi seperti ini.

"Iya Pak Rey terimakasih sudah mau mengerti"ucap Tari kemudian mematikan kompor sebab makanan sudah panas.

"Aaww!! Huuuu panas"tiba-tiba Tari tidak sengaja terpegang besi panas hingga terkena jarinya.

Rey yang melihatnya terkejut dan segera menghampiri Tari melihat tangan wanita itu yang memerah "bagaimana bisa? Kamu tidak hati-hati?"ucapnya khawatir dan langsung mencelupkan jari Tari ke air es yang sudah ia siapkan dari dalam kulkas.

"Tidak apa-apa Pak, saya baik-baik saja"Tari yang melihat reaksi berlebihan Rey menjadi heran. Kenapa pria itu tiba-tiba mengkhawatirkannya?

"Bagaimana bisa baik-baik saja? Tangan kamu terkena besi panas Tari"ucap Rey dengan nada khawatir dan ini kali keduanya Rey memanggil nama panggilan Tari. Tari jadi merasa ada hubungan yang sangat dekat jika Rey memanggil namanya.

"Iya, tadi tidak sengaja terpegang"Tari menarik tangannya dan meniup-niup jari itu yang masih terasa panas "Pak Rey mengkhawatirkan saya?"tanya Tari, perempuan itu juga tidak suka basa-basi.

Rey diam sejenak, ia baru sadar apa yang ia lakukan. Sungguh itu di luar kendalinya.

"Ti-tidak, saya hanya terkejut mendengar kamu kesakitan"kilahnya yang kemudian pergi ke ruang tamu.

Tidak Rey, kamu tidak suka padanya. Kamu tidak boleh suka sama dia! Iya! Kamu tidak suka pada Mentari. Kamu hanya terbawa suasana saja!

Rey melamun, ia larut dalam pikirannya.

Tuk...

Tuk...

Tuk...

Seketika lamunan pria itu buyar ketika mendengar ketukan pintu. Rey yang memang tak jauh dari sana membukakan pintu, pikirnya siapa yang datang pagi-pagi begini?

"Selamat pagi Pak, apa benar ini alamat rumahnya Ibu Mentari?"tanya pemuda itu.

"Benar"jawab Rey memandang pria itu dingin.

"Apa Ibu Tarinya ada?"tanyanya lagi.

Tanpa mengucapkan kata Rey segera menuju dapur "Ada yang mencarimu"ucap Rey pada Tari yang tengah mengiris-iris bawang.

"Pagi-pagi begini?"Tari terkejut ada yang mencarinya di jam seperti ini. Ia segera keluar melihat siapa orang tersebut.

"Ada apa Pak?"tanya Tari, ia tidak mengenal pemuda itu.

"Saya dari deller mengantar satu unit motor untuk Ibu Tari"Pemuda itu mengarahkan tangannya ke belakang yang sudah ada motor matic dengan pita di spion kiri dan kanan.

Tari menutup mulutnya kaget "tapi saya tidak memesan kendaraan"ucap Tari.

"Itu hadiah dari Pak Arvin untuk Bu Tari. Silahkan tanda tangan disini sebagai tanda penerima, surat menyurat kendaraan sudah saya lengkap kan beserta alatnya di boks motor"

Tari menandatangani nota pembelian tersebut sebagai penerima. Ia tak percaya pria itu membelikannya kendaraan setelah memberinya kalung emas, meskipun terlihat berlebihan sebagai wanita disisi lain Tari harus terima.

"Kunci motornya Bu, dan ini kunci serepnya"

"Terimakasih"ucap Tari menerima kunci tersebut.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit pulang dulu"pamit pemuda itu yang di jawab anggukkan oleh Tari.

Tari menghampiri motor barunya di halaman rumah. Memegang-megang benda baru itu dengan senang.

"Apa kamu yang membelinya?"tanya Rey sengaja bertanya, padahal ia mendengar dengan jelas motor itu dikirim oleh orang bernama Arvin.

"Bukan, saya tidak mampu membeli kendaraan se'modern ini Pak Rey. Motor ini dari seseorang"jawab Tari tidak mau menyebutkan nama Arvin.

"Saya tidak tahu menggunakan kuncinya, apa Pak Rey bisa?"Tari terlihat bingung dengan bentuk kunci tersebut yang seperti remote.

"Tekan tombol ini untuk membuka kunci dan tekan kuncinya lalu putar"Rey mengajari Tari cara menggunakan motor tersebut.

"Remote ini harus kamu bawa kemanapun jika memakai motor, karena remote inilah yang menyalurkan signal agar motor bisa di hidupkan"jelas Rey, ia sudah seperti sales motor yang mempromosikan barang.

Tari mengangguk-angguk paham.

"Lalu tombol ini untuk apa?"

"Jika kamu tekan, motor akan berbunyi"Rey menekan tombol tersebut yang membuat motor langsung berbunyi dengan lampu yang menyala sekilas.

"Waahh canggih banget"takjub Tari girang.

"Ciihh senang sekali"

"Senang dong"

"Bahkan saya bisa belikan kamu 10 motor seperti ini"ucap Rey tiba-tiba.

Tari menghela nafas, lama-lama Rey mulai kelihatan sombongnya. "Ya, ya baiklah, ayo masuk kita sarapan dulu"ucap Tari menyuruh pria itu masuk.

"Saya serius, bahkan saya bisa belikan kamu sama pabrik-pabriknya"Rey semakin meracau yang membuat Tari tertawa terbahak-bahak.

"Pak Rey ini lucu juga yaa"tawanya.

Rey mendengus kesal, padahal kalau ia mau ia bisa membeli pabrik motor itu.

"Makanannya hanya ada sambal udang dan tumis sawi saya harap Pak Rey memakannya. Jika tidak pun tak apa"ucap Tari.

"Kamu tidak ikhlas memberi saya makan?"

"Ikhlas"

"Lalu kenapa berbicara seperti itu? Seolah saya tidak mau memakannya?"pria itu protes dengan perkataan Tari, entah kenapa dia pedulikan hal kecil itu.

"Karena saya tidak yakin Pak Rey suka makanan ini"ucap Tari apa adanya.

"Saya memang tidak suka makanan berlemak dan pedas. Terlebih menurut saya ini bukan lagi sarapan tapi makan siang"jawab Rey jujur dan sangat menohok.

Tari menatap Rey dengan tajam dengan kening yang berkerut "kalau begitu jangan sarapan, tunggu siang saja"ketus Tari mengambil piring yang ia siapkan untuk Rey.

Rey yang melihat wanita itu marah jadi merasa bersalah. Kenapa pula dia berucap demikian?

"Bukan seperti itu maksudnya sa--"

"Iya saya tahu anda tidak suka makanan ini, yasudah biar saya masak menu lain yang anda suka"tukas Tari memotong perkataan Rey.

"Bukan seperti itu Tari, sebenarnya menu sarapan saya hanya simple. Cukup roti tawar di oles dengan susu saja, jika saya langsung makan makanan berat saya akan sakit perut"jelas Rey dengan lembut namun Tari tidak meresponnya. Wanita itu hanya asik memasukan makanan ke dalam mulutnya.

Rey yang melihat itu membuang nafas panjang "besok saya akan pulang bagaimanapun keadaannya, saya takut akan lebih banyak merepotkan kamu dan Matcha"ucap Rey yang berhasil membuat Tari menghentikan makannya. Entah kenapa ada rasa tidak rela jika Rey pulang, di dalam hati Tari ia mengharapkan Rey agar tinggal lebih lama "kamu bisa kan mengantar saya sampai ke kota?"tanya Rey.

Tari diam sejenak, "iya saya bisa"ucapnya dengan lemah.

***

"Kamu tidak pergi bekerja?"tanya Rey pada Tari padahal jam sudah menunjukkan pukul dua lewat Rey belum ada melihat Tari berkemas-kemas.

"Saya hari ini libur"jawab Tari, karena memang hari ini dia tidak ada pertemuan dengan salah satu kliennya.

"Ibu, bagaimana kalau kita ke kebun saja?"mendengar Ibunya sedang libur, Matcha ingin mengajak Ibunya ke kebun Teh yang tak jauh dari desa mereka. Matcha dan Tari memang sering kesana kalau ada waktu luang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!