Pagi hari dengan suasana yang masih dingin dan terdengar suara orang-orang beraktivitas di pagi hari membuat Rey susah untuk menutup matanya kembali. Alhasil pria itu membuka mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke netra matanya.
Namun, ia terkejut ketika bangun melihat seorang anak perempuan menatapnya dengan mata yang berbinar-binar. Pria itu segera duduk, tubuhnya mulai terasa sangat sakit.
"Matcha! Susunya sudah Ibu siapin"panggil seorang wanita dari arah dapur yang tidak lain adalah Mentari.
"Hello Om"seolah tidak mendengar teriakan Ibunya, Matcha malah menyapa Rey dengan riang.
Rey terpaku sejenak melihat bola mata anak kecil itu yang begitu bening dengan rambut pendek dan pipi chubbynya yang begitu mengembul. Tanpa sadar Rey tersenyum melihat Matcha.
"Matcha kamu tidak dengar Ibu bilang apa"ucap Tari pada sang anak. Namun ia terkejut ketika melihat Rey duduk disana dengan Matcha yang berhadap-hadapan "Maaf pak Rey, Matcha pasti menganggu. Jika ingin melanjutkan istirahatnya. Bapak bisa tidur di kamar saya"
"Tidak, dia tidak mengganggu saya"jawab Rey dengan suara sedikit serak.
"Ibu, Om ini siapa?"tanya Matcha pada Ibunya.
"Teman Ibu"tak mau Matcha bertanya-tanya Tari hanya berkata Rey adalah temannya yang numpang istirahat sebentar "ayo kita sarapan dulu, susu kamu sudah Ibu buat"Tari menarik tangan Matcha untuk segera menuju meja makan.
"Ayo Om kita sarapan!"ajak Matcha dengan polosnya. Tari yang mendengar itu melihat Rey sejenak, menunggu reaksi pria itu.
"Iya pak, sebaiknya kita sarapan terlebih dahulu mumpung nasi gorengnya masih hangat. Nanti siang saya tidak ada di rumah, saya harus pergi ke pasar"
Rey berfikir sejenak, perutnya sekarang memang terasa lapar lagi. Terlebih mendengar wanita itu ingin pergi ke pasar membuat Rey harus ikut sarapan bersama sebab pastinya nanti tidak akan ada yang membantunya.
"Baiklah, kalau begitu bantu saya untuk berjalan"jawabnya.
Tari tersenyum lalu kemudian merangkul Rey untuk berjalan. Rey yang merasa posisinya terlalu dekat dengan Tari sedikit merasa risih, terlebih tangan Tari yang berada di pinggangnya membuat getaran aneh dalam dirinya.
Nasi goreng dengan telur dadar menjadi menu sarapan pagi ini di rumah itu. Mereka bertiga makan bersama layaknya keluarga kecil.
"Wajah Om kenapa? Om habis terjatuh?"tanya Matcha di sela-sela makannya.
"Matcha, tidak boleh bertanya seperti itu ya. Nanti Om Rey tidak nyaman dengan pertanyaan Matcha, kalau mau nanya. Tanyakan ke Ibu saja"ucap Tari dengan lembut. Ia tahu anaknya memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi hingga ia tak heran jika Matcha akan membondong pertanyaan kepada Rey nantinya.
Matcha mengangguk patuh "Iya Bu, maafkan Matcha Om"tutur Matcha menunduk.
Rey yang melihat interaksi antara Ibu dan anak itu tersenyum tipis nyaris tak terlihat.
"Tidak apa, wajah Om terluka karena terjatuh hingga kaki Om sulit untuk di jalankan"tutur Rey memandang Matcha gemas. Pria itu baru kali ini merasa gemas pada anak kecil, sebelum-sebelumnya ia sangat cuek, mungkin karena Matcha pandai berbicara dan terlihat patuh.
"Benarkah? Apa itu sakit? Kenapa tidak di obati?"Matcha memandang luka Rey dan kakinya dengan prihatin.
"Iya sangat sakit, biarkan dokter saja yang mengobati"jawab Rey.
Tari hendak menyela pertanyaan Matcha agar anak itu berhenti bertanya. Namun sudah keduluan oleh Rey yang menjawabnya dengan cepat. Untunglah pria itu tidak terlihat keberatan dengan pertanyaan Matcha.
***
Jam menunjukkan pukul 2 siang, saatnya Mentari pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dan juga pergi bekerja.
"Sayang, Ibu pergi dulu ya. Matcha jangan nakal, kalau Om Rey butuh sesuatu Matcha harus tolongin ya"Tari pamit pada anaknya sembari mencium ke dua pipi Matcha dengan kasih.
Ya, Matcha memang sudah Tari biasakan untuk tinggal sendiri di rumah jika ia pergi bekerja. Untunglah Matcha sama sekali tidak rewel seperti anak pada umumnya, Tari sangat bersyukur memiliki anak yang mandiri sejak dini. Terkadang ia sedih harus meninggalkan Matcha sendirian di rumah, pulang kerja pada malam hari ia sampai sering menangis melihat Matcha sudah tertidur pulas.
"Iya Bu, Ibu jangan malam-malam pulangnya ya. Ibu jangan khawatir, kan ada Om Rey yang temenin Matcha"ucap Matcha sembari memeluk tangan Rey yang berada di sampingnya. Entah kenapa Matcha sangat sayang sekali pada Rey yang baru saja ia temui, meskipun Rey bersifat dingin terhadapnya.
Tari tersenyum, sebenarnya ia tidak enak hati pada Rey. Matcha sangat senang dengan kedatangan pria itu hingga Matcha terus berbicara dan bermain dengan Rey seharian ini.
"Baiklah, Pak Rey saya ke pasar dulu. Mungkin pulangnya agak malam, jika perlu apa-apa panggil saja Matcha. Dia bisa sedikit membantu meski badannya kecil"kekeh Tari sembari tersenyum.
Rey mengangguk paham, walau sebenarnya ia kurang percaya kepada anak sekecil ini untuk ia andalkan.
"Ini, jika sudah sampai di pasar tolong hubungi nomor ini. Katakan bahwa saya berada disini dan secepat mungkin untuk menjemput saya. Jika dia bertanya nama saya, jawab saja Reynand Dirga Grissham"Rey memberikan secarik kertas yang bertuliskan nomor telepon untuk Tari hubungi saat di pasar nanti.
"Baiklah"
Tari berlalu pergi, Rey melihat Matcha yang sama sekali tidak menangis melihat kepergian sang Ibu. Banyak muncul pertanyaan di kepalanya, tapi ia lebih memilih untuk diam.
"Ayo Om kita main ke kamar saja"ajak Matcha sembari mengiringi Rey yang berjalan sambil memegang dinding sebagai tumpuan.
Tiba di kamar Rey duduk di kasur, kamarnya kecil namun terlihat nyaman dan sangat rapi. Sementara Matcha mengeluarkan semua mainannya, ia senang ada Rey disini yang bisa ia jadikan teman.
"Om bisa susun Puzzel ini? Matcha sudah berkali-kali mencoba tetap saja gagal terus"Matcha mencoba memasang puzzel yang sudah beberapa kali ia coba itu dari awal.
"Om akan mencobanya"Rey yang memang bingung harus melakukan apa jadi tertarik untuk mencoba menyusun puzzel tersebut.
Matcha senang mendengarnya, Rey tampak begitu fokus memilah-milah potongan puzzel itu hingga menjadi satu yang hasilnya menjadi gambar Elsa dan Anna dalam 2 menit.
"Wooww!! Om hebat! Ibu saja butuh 1 jam'an untuk menyatukannya"decak Matcha kagum dengan kelihaian Rey.
"Itu hanya hal yang biasa Matcha"ucap Rey mengelus rambut Matcha sambil tersenyum.
"Tetap saja Om keren!"
Mereka berdua asik bermain bagai Ayah dan anak. Sesekali Matcha tertawa terbahak-bahak yang membuat Rey ingin selalu mencubit pipi gembul balita itu. Hingga pada akhirnya Matcha tertidur karena lelah bermain, Rey yang juga lelah ikut menyusul Matcha ke dalam mimpi.
***
Tiba di pasar Tari mengganti pakaiannya menjadi lebih elegant. Ia menambah sedikit make up dan lipstik yang lebih terang, rambut hitamnya ia biarkan tergerai indah sehingga terlihat cantik dan anggun sekali.
Mumpung masih ada waktu, Tari teringat untuk menghubungi saudara Rey. Ia pun menghubungi nomor yang telah Rey beri padanya hingga ia sudah mendapatkan jawaban dari sang penerima telepon.
Selang beberapa menit, mobil mewah hitam dari kejauhan menghampiri dirinya. Wanita itupun segera masuk ke dalam mobil.
"Hai Mas"sapa Tari pada seorang pria paruh baya itu yang sedang menyetir mobil.
"Haii cantik"ucap pria itu dengan nada yang menggoda.
Tari tersenyum, senyuman yang ia buat-buat namun terlihat tulus. Tentu Tari tidak senang dengan pujian itu yang keluar dari mulut pria yang sudah beristri.
Ya, Mentari Cahya Ningrum nama lengkap wanita itu. Dia seorang wanita simpanan para pria berkantong tebal, sering kali Tari selalu di ajak para pria itu ke kota untuk jalan-jalan dan belanja barang. Seperti inilah hidup yang Tari jalani, bukan sesuai kemauannya tapi demi mencukupi kebutuhan hidupnya yang ditinggal oleh sang suami begitu saja.
Tari tahu jalan yang ia lalui adalah suatu kesalahan yang seharusnya tidak boleh ia jalani. Ia sadar akan apa yang ia perbuat, namun satu. Ia harus mengumpulkan banyak uang untuk keluar dari desa itu dan pindah ke kota supaya bisa menyekolahkan Matcha di sekolah yang bagus. Itu saja, tunggu sampai tujuan itu tercapai.
Namun jangan salah mengartikan, menjadi simpanan para pria bukan berarti Tari harus melayani dan tidur bersama. Tidak, Tari tidak melayani di ranjang tapi dia hanya menemani mereka saat mereka butuh yang namanya refreshing. Prinsip tersebut sudah ia katakan saat perjanjian awal bertemu.
"Kita mau kemana lagi Mas?"tanya Tari. Terkadang wanita itu bingung, apa yang membuat pria-pria itu memilihnya untuk di jadikan simpanan. Padahal dari segi penampilan, Tari hanya wanita sederhana.
"Kita ke restoran dulu, aku lapar ingin makan sama kamu"ucap Arvin, dengan senyum menawan pria itu.
"Baiklah, aku juga lapar"seolah senang, Tari kembali tersenyum girang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Winda
Gimana nih episode duanya?
2024-05-07
1