"Biar saya urut"
"Tidak!"Rey menolak dengan tegas sambil menatap Tari dengan tajam.
"Percayalah pada saya, ini tidak akan sakit"Tari berusaha meyakinkan.
"Tidak Mentari tidak!"Rey bersikeras menolak dan ini kali pertama Tari mendengar Rey menyebut nama lengkapnya.
Percuma, Tari lebih keras kepala lagi. Ia mengurut pergelangan kaki pria itu hingga memutar-mutar kakinya.
"Kreeekk!"
"Arrggghhhhh!!"teriak Rey merasakan tulangnya berbalik ketempat semula.
"Shuuuttt"
"Kamu mau bunuh saya?!"
"Tidak"Tari menggeleng, tak berani menatap balik Rey yang memancarkan kilatan kemarahan di matanya.
"Om Rey kenapa? Kok teriak-teriak?"ucap Matcha tiba-tiba datang. Rupanya anak itu belum tidur.
Tari dan Rey yang melihat Matcha segera membenarkan posisi mereka yang tadinya kaki Rey di pangkuan Tari. Dan tanpa sadar Rey berdiri dengan tegak.
"Itu, kaki Om Rey Ibu obati, dia merasa kesakitan"jawab Tari.
"Oohh, terus kaki Om gimana?"Matcha menatap Rey yang refleks melihat kakinya yang berdiri tegak tanpa rasa sakit.
Ketika Rey jalankan kakinya tidak sesakit sebelumnya. Bahkan untuk berpijak ke lantai saja sakit, dan sekarang telapak kakinya menyentuh lantai dengan utuh.
"Sudah tidak sakit lagi"jawab Rey.
Tari tersenyum sombong mendengarnya.
"Emm Ibu"panggil Matcha.
"Iya sayang"Tari mendekati Matcha mengsejajarkan tinggi anaknya.
"Boleh tidak Matcha tidur sama Om Rey?"
Tari diam sejenak, lalu menatap Rey yang juga bingung. Kenapa pula anaknya itu tiba-tiba ingin tidur bersama Rey? Apa mungkin setelah ia tinggal pergi anaknya dan pria itu menjadi akrab?
"Nak, Om Rey sedang sakit. Jadi tidak bisa di ganggu"Tari berusaha memberi pengertian.
"Matcha tidak menganggu Om Rey kok Bu, iyakan Om?"Matcha meminta Rey untuk membenarkan perkataannya.
"Iya Matcha tidak mengganggu"
"Baiklah kalau begitu Matcha dan Om Rey tidur di kamar. Ibu tidur di depan TV saja, bapak tidak keberatan kan tidur sama Matcha di kamar?"
"Jangan tidur di depan TV, tidur saja di kamar. Saya hanya akan menemani sampai Matcha tidur saja"
Tari berfikir sejenak, ia rasa itu akan membuat suasana canggung terlebih Rey adalah orang lain yang baru saja Tari kenal. Tapi ia yakin Rey adalah orang baik.
"Hmm baiklah"demi menuruti kemauan sang anak Tari setuju. Ia terkadang kasihan pada Matcha yang mungkin perlu kasih sayang dari seorang ayah sehingga memperlakukan Rey seperti ayahnya.
"Yeaayy terimakasih Ibu"girang Matcha sambil memeluk Ibunya.
"Ayo! Kita tidur"dengan semangat Matcha mengajak Rey dan Tari untuk masuk ke kamar.
"Kalian duluan saja, Ibu mandi dulu"
"Okee!"Matcha masuk kamar.
Saat Tari hendak berlalu Rey menahan tangan wanita itu "terimakasih"ucapnya singkat.
"Iya sama-sama"jawab Tari dengan senyuman.
Setelah mandi dan berpakaian Tari segera menuju kamar dimana Matcha dan Rey tampak asik bercengkrama. Entah apa yang di bahas.
"Pak Rey tidak makan?"tanya Tari sembari menyisir rambutnya. Lauk yang ia beli sama sekali tidak di sentuh hingga ia masukkan ke dalam kulkas lagi.
"Tidak, saya sudah kenyang. Tadi ada bakso keliling yang lewat, saya dan Matcha membelinya"tinggal disini Rey dapat merasakan sesuatu yang sebelumnya ia tidak pernah rasakan. Seperti membeli bakso keliling, ini kali pertama Rey membeli makanan itu, ternyata lumayan enak.
"Oh ya? Matcha pasti yang menyuruh pak Rey untuk membeli. Dia sangat suka bakso buatan mang Adi"Tari tahu bakso keliling yang Rey maksud karena dia dan Matcha sudah menjadi langganan tetap bakso tersebut.
"Ibu ini ! Matcha tidak ada menyuruh Om Rey untuk membeli bakso mang Adi tauu. Tapi Om Reylah yang bilang dia sedang lapar dan pas aja mang Adi lewat, yaudah Matcha bilang ke Om Rey mbbbhh"Rey menutup mulut Matcha dengan tangannya agar anak itu tidak berceloteh lebih lanjut. Sungguh, Matcha sangat lancar sekali dan pandai bercerita.
"Tidak, bukan seperti itu Matcha Om hanya---"ucapan Rey menggantung ia bingung harus bicara apa.
"Hanya apa?"tanya Matcha dengan nada yang menekankan agar Rey menjawabnya.
"Bukan apa-apa, sudah malam. Sebaiknya kita tidur saja"Rey mengalihkan pembicaraan.
Tari yang melihatnya mengulum senyum, ia tahu Rey malu saat Matcha bercerita kalau dia kelaparan. Tari tertawa dalam hati, kalau dipikir lucu juga.
"Baiklah"jawab Matcha membenarkan posisi tidurnya lebih mendekat pada Rey.
Sudah selesai memakai skincare, Tari juga ikut merebahkan dirinya membuat posisi Matcha berada di tengah-tengah antara mereka berdua.
Sesaat tanpa di sengaja mata Rey dan Tari bertemu. Mereka saling pandang, disitulah jantung Tari tiba-tiba berdegup kencang. Bukan karena tatapan pria itu yang tajam tapi tatapan Rey kali ini berbeda, sangat teduh dan hangat.
Tersadar, Tari menunduk dan ingin mencium pipi Matcha. Itu adalah rutinitasnya sebelum tidur, namun Matcha yang tidur telalu dekat dengan Rey membuat jarak antara mereka berdua hanya sejengkal saja bahkan Rey dapat mencium aroma wanita itu yang begitu wangi.
Muaach...
Muaach...
"Tidur yang nyenyak ya sayang"ucap Tari sambil mengelus kepala Matcha penuh kasih sayang.
"Hemm"jawab Matcha dengan mata terpejam.
Tari menjauh membiarkan malam ini Matcha tidur di dekat Rey yang sesekali mengelus kepala anaknya. Tari yang lelah dan memang sudah mengantuk perlahan-lahan tertidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.
Rey yang melihat pemandangan di sampingnya tanpa sadar tersenyum tipis. Ia seperti memiliki keluarga yang utuh dan bahagia, pandangannya beralih pada Tari yang tertidur pulas. Rey menatap wajah tanpa polesan make up itu lama, jika dilihat dari dekat wanita ini sangat cantik dengan hidung kecil mancung dan bibir tebalnya yang begitu... menggoda.
Rey menggeleng cepat, apa yang dia pikirkan? Kenapa tiba-tiba Tari berubah menjadi cantik? Arghh... Tidak-tidak. Ia harus sadar! Ia hanya mengantuk!
Rey menatap kembali Tari dengan kesadaran penuh, namun yang ia lihat Tari memang secantik itu terlebih mengingat wanita itu sangat penyayang.
Pria bernama lengkap Reynand Dirga Grissham itu menggapai wajah Tari. Ia hendak menyelipkan rambut yang menutupi wajah wanita itu. Tanpa sadar lagi, pria itu tersenyum yang akhirnya ia pun terlelap.
****
Dua hari berlalu, selama dua hari itu juga Rey belum pulang. Ia harus memastikan kondisi tubuhnya benar-benar sembuh, hari-hari telah pria itu lalui bersama Tari dan juga Matcha. Rey mulai nyaman tinggal disana. Entahlah, apa yang membuat pria itu betah tinggal di rumah itu sampai-sampai tidak berkeinginan untuk pulang secepatnya. Padahal, fasilitas disini sangat minim dan Rey yang notabenenya hidup tidak jauh-jauh dari internet dan alat-alat canggih menjadi terbiasa dengan apa adanya di desa tersebut.
Tuk... Tuk... Tuk...
Ketukan pintu menandakan sang pemilik rumah tiba. Rey segera membukakan pintu untuk Tari yang baru saja pulang bekerja. Rey sempat penasaran apa pekerjaan Tari, sebab setiap malam wanita itu selalu di antar oleh seseorang dengan mobil yang berbeda-beda.
Meski banyak pertanyaan di benaknya, Rey hanya bisa terdiam. Ia tidak ingin ikut campur dalam urusan orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
martina melati
tidak ada tetangga yg bore y...
2024-05-01
0