Malam hari di tengah rasa gelisah yang tidak henti-hentinya, Rey memutuskan untuk segera menuju tempat tinggal Mentari yang dikatakan oleh Arvin, yaitu Perumahan Pondok Cemara.
Setelah tiba di tempat tujuan, dengan tidak sabaran Reynand langsung mengetuk pintu rumah nomor 24 tersebut yang terlihat sederhana,nyaman dan minimalis.
Cukup lama untuk menunggu pintu terbuka.
Sesaat kemudian seseorang membuka pintu. Dan benar saja, orang tersebut tidak lain adalah Mentari dengan wajah terkejutnya saat melihat wajah pria yang sangat tidak ingin ia lihat.
"Reynand"
"Iya, aku"Rey menatap dingin wajah wanita itu, langkah demi langkah ia lewati yang membuat Mentari mundur seketika.
"Dari mana kamu tahu aku ada disini?"tanya Mentari.
"Tidak perlu tahu, kenapa? kamu ingin lari dariku?"
"Tidak, aku tidak lari darimu. Aku hanya ingin membuat lembaran baru, meninggalkan semuanya termasuk kamu"
"Kenapa aku? Kenapa kamu ingin melupakan aku? Apa aku melakukan kesalahan sampai kamu ingin melupakanku?"
"Iya kamu melakukan kesalahan, jadi tolong jangan temui aku lagi. Jangan ganggu hidupku"Mentari yang tersudut melangkah maju, ia menatap Reynand seolah-olah ia membenci pria itu.
"Tari...."panggil Rey dengan lirih, ia sangat sedih Mentari bekata seperti itu.
"Kamu tau? Aku sudah cukup tersiksa dengan mencarimu, jangan berkata seperti itu. Aku sangat merindukanmu"Rey meraih tangan Mentari, menuntun tangan itu untuk memegang dadanya "jika kamu ingin memulai lembaran baru, ayo mulai bersamaku"ucapnya dengan tulus.
Tari menggeleng, ia menarik tangannya kembali. Jangan sampai dirinya juga ikut hanyut dalam perasaan yang telah Reynand berikan.
"Tidak bisa"ucap Tari bersikeras.
"Kenapa tidak bisa?"
"Karen---"
"Ibuuu huaaaa khkk.... Huaaaa"
Ucapan Mentari terpotong kala mendengar tangisan Matcha dari kamar. Reynand dan Mentari mendengar itupun langsung bergegas menghampiri Matcha.
"Matcha Ya Allah nak, kamu kenapa?"panik Mentari ketika melihat hidung sang anak keluar darah kental.
"Ibu... Khkk, Matcha pusing"keluh balita itu diiringi cegukan. Wajah imut itu berubah menjadi pucat seketika.
"Mimisan. Ayo bawa ke rumah sakit sekarang!"putus Reynand segera menggendong Matcha menuju keluar.
Tanpa protes, Mentari langsung menyetujui Matcha di bawa ke rumah sakit. Di tengah rasa panik karena Matcha terus mengeluh sakit kepala di perjalanan.
"Percepat!!"tegas Reynand pada Marshel yang juga ikut panik.
"Dia makan apa tadi?"tanya Rey pada Tari.
"Dia sedang demam dan sudah aku beri obat. Tapi aku tidak tahu kenapa Matcha tiba-tiba mimisan"jawab Mentari "Ya Allah nak...."Tari mengusap-usap tangan kecil itu yang sedingin es, sungguh. Ia ingin menangis saat itu juga.
Setibanya di rumah sakit, Matcha tiba-tiba saja pingsan yang membuat Mentari semakin khawatir dan panik. Para perawat sudah melarikannya ke ruang UGD agar di periksa.
"Jangan panik, Matcha tidak apa-apa"ucap Rey berusaha menenangkan Mentari yang berdiri sembari melihat-lihat jendela ruangan Matcha di periksa "duduklah dulu, ini minum"ucapnya memberikan botol minum pada wanita itu, tetapi tak digubris sedikitpun. Alhasil Rey menarik tangan Mentari hingga terduduk di sampingnya.
"Minumlah supaya kamu tenang"
Mentari dengan terpaksa menerima air itu dan meneguknya, rasa khawatir akan terjadi apa-apa pada sang anak membuatnya sangat takut.
Cukup lama, akhirnya dokter keluar dari ruangan.
"Bagaimana dengan anak saya dok?"tanya Mentari cemas.
Dokter tersebut diam sejenak, kemudian melepas maskernya "Anak ibu baik-baik saja, tapi...."ucap dokter itu menggantung, seperti berat sekali yang ingin ia ucapkan.
"Tapi apa dok?"tanya Rey.
"Sebaiknya bapak dan ibu ke ruangan saya dulu"dokter berlalu begitu saja, dan tanpa banyak bicara Rey dan Tari mengekor dokter sampai ke ruangannya.
Rey dan Tari duduk di kursi tepat depan dokter tersebut yang memeriksa beberapa berkas. Keduanya seolah lupa perdebatan beberapa saat lalu, kini berubah menjadi sangat serius.
"Ini hasil rontgen yang kami ambil dari anak bapak dan ibu"dokter menunjukkan sebuah kertas hasil rontgen di bagian leher Matcha pada Rey dan Tari.
Sebenarnya mereka sedikit kurang nyaman dengan ucapan dokter yang mengatakan Matcha adalah anak mereka berdua. Tapi saat ini tidak penting memikirkan itu, yang penting adalah kesehatan Matcha.
"Di bagian bawah rongga hidung terdapat tumor kecil yang menyebabkan dia mimisan. Untunglah kalian segera membawanya kesini hingga tumor itu bisa dapat di ketahui dari awal. Jika tidak, kemungkinan akan sulit untuk sembuh"jelas dokter itu pada mereka yang tentu terkejut mendengarnya.
"Tu-tumor?"kejut Mentari. Ia seakan tidak percaya anaknya memiliki penyakit serius itu.
Reynand mengelus pundak wanita itu perlahan guna menenangkannya.
"Lalu bagaimana cara penyembuhannya? Tolong lakukan cara yang paling efektif untuk mencegah tumor itu"Rey menimpali.
"Penyakit ini dinamakan nasofaring, untuk mencegahnya kami akan memberikan beberapa pengobatan dan operasi kecil di area hidung"
"Operasi dok?"Tari semakin syok mendengarnya.
"Iyaa..."
"Baik, lakukan yang terbaik untuk anak saya dok"putus Rey.
Mentari refleks memandang sinis pria di sebelahnya yang langsung meng'iyakan saja ucapan dokter yang mengatakan akan mengoperasi Matcha.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 23.21 malam.
Usai pembicaraan di ruangan dokter tersebut Mentari menarik Rey ke arah taman Rumah Sakit. Disana wanita itu menatap marah pada Rey.
"Sudah aku bilang jangan bertingkah seenaknya! Matcha bukan anakmu! Sadarlah! Jangan bersikap seolah kamu siapa-siapa, tolong jangan melewati batas! Hidupku, hidup anakku hanya bisa di tentukan oleh aku bukan olehmu!"marah Tari dengan emosi yang meluap-luap.
"Tolong mengerti, menjauhlah. Hentikan ini semua, aku tidak sanggup lagi.... Hiks"lirih Mentari menjatuhkan dirinya, air mata yang ia tahan sejak tadi tak terbendung lagi.
Semuanya tumpah disana, hatinya begitu hancur mendengar sang buah hati sakit. Rasanya dunia tidak ada gunanya jika ia tidak melihat senyum ceria dari sang anak. Hanya Matcha'lah satu-satunya ia bertahan hidup hanya demi anak hidup nyaman dan bahagia.
Di tengah rasa sedih di dalam tangisnya itu.
Mentari merasakan tubuhnya di peluk oleh seseorang, pelukan hangat dan nyaman yang Tari rasakan.
"Menangislah, hanya aku yang bisa mendengarnya"ucap Rey sembari mengelus punggung Mentari "maaf, jika aku selalu memaksa kamu. Biarkan kali ini saja sampai Matcha sembuh, aku akan pergi dari hidupmu. Aku memang tidak berhak atas kalian"tutur Rey dengan lembut. Suaranya terdengar sangat sedih dan menyayat hati.
Tanpa sadar Reynand menitikkan air mata, hatinya seperti di sayat sembilu tajam. Tak pernah sebelumnya ia merasakan sakit hati yang luar biasa ini, perkataan Mentari benar-benar menampar dirinya secara tidak langsung.
Rey menarik dagu Mentari agar menatap dirinya "biarkan kali ini saja, turuti aku. Matcha harus sembuh bagaimanapun caranya. Jika kita tidak cepat bertindak maka kemungkinan sesuatu yang buruk akan terjadi"
Mendengar itu Mentari menunduk lagi sembari menangis sejadi-jadinya.
"Tidak apa-apa, Matcha akan sembuh"Rey kembali memeluk tubuh itu, mencium puncak kepala wanita itu dengan tulus dan lembut.
Entah hasrat dari mana, Mentari membalas pelukan Rey. Mencurahkan tangisnya di dalam pelukan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments