Mengambil hati

Tari mendengus geli "saya tidak butuh penilaian dari anda!"tekan Tari "Jika tidak tahu tentang saya, maka jangan mengambil kesimpulan dengan cepat!"

Reynand memejamkan matanya, sembari menelan pahitnya ludah yang tercekat di tenggorokan. Dirinya sendiri tidak menyangka akan berbuat sejauh ini.

Kemudian Reynand menatap dalam mata Tari.

"Lihat saya"Rey menaikan kepala Tari agar melihat dirinya.

"Apa saya orang lain bagimu?"tanya Rey dengan lembut, tatapan pria itu juga berubah menjadi hangat.

"Iya"jawab Tari tanpa keraguan.

"Apa kamu menyukai pria yang kamu layani?"

"Tidak"

Seolah terhipnotis dengan tatapan Reynand, Tari menjawabnya dengan jujur dan tenang.

"Apa kamu berbuat yang tidak-tidak pada mereka selain bersentuhan?"jujur, Rey ingin menangis mempertanyakan itu. Ia harap Tari tidak melakukan macam-macam seperti apa yang dia pikirkan.

Tari diam sejenak, lalu menggeleng.

Rey memeluk Tari dengan erat, ia sudah lelah menunggu sejak tadi hanya menunggu wanita ini pulang "saya tidak peduli kamu siapa dan bagaimana kehidupanmu, saya percaya kamu memilih semua itu ada alasannya"ucap Reynand.

Tari yang telah sadar mendorong tubuh Rey dengan kuat. Memberontak agar lepas dari dekapan pria itu, namun sia-sia tenaga Rey begitu besar sehingga membuatnya kewalahan.

"Apa yang anda lakukan!"

"Saya lelah, biarkan seperti ini sebentarrr saja"Rey berkata dengan lembut yang berhasil menghentikan Tari.

"Sebentar lagi"Tari mulai menolak.

Cup!

Reynand mencium singkat puncak kepala perempuan itu.

"Apa maksud ini semua?"tanya Tari.

"Ayo hidup bersamaku"ungkap Rey.

"Anda sudah gila!"Tari menjauh dan hendak masuk ke kamar.

"Saya gila karena kamu, saya serius menginginkan kamu hidup bersama saya"Rey menahan Tari untuk masuk.

Tari menepis tangan Rey dengan kasar.

"Anda jelas tahu siapa saya! Saya tahu diri, saya hanya manusia sederhana yang banyak kekurangan"

BRAAKK!!

Tari masuk ke kamar dengan amarah. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah karena sudah meluapkan emosinya pada Rey. Ia melihat Matcha tertidur dan langsung memeluk sang anak dengan sangat erat.

Di balik tubuh Matcha Tari menangis sejadi-jadinya tanpa suara. Hari ini begitu sangat menyakitkan, bukan perihal Rey saja namun juga semua yang telah ia lalui. Ia begitu lelah hidup penuh kepura-puraan.

"Maafkan Ibu, Maafkan Ibu nak"ucap Tari dengan air mata mengucur deras.

***

Pagi hari tiba, Tari yang biasanya pagi-pagi menyiapkan sarapan wanita itu kali ini memilih tidur di kamar. Ia tak mau melakukan apapun, padahal Matcha berkali-kali membangunkannya.

"Ibu kenapa ya Om?"tanya Matcha pada Rey.

Ya, pria itu masih ada disana. Malam tadi dia tidur di mobil sehingga Tari mengira pria itu sudah pulang namun nyatanya Tari mendengar Matcha berbicara dengan suara berat itu lagi.

"Ibu hanya kelelahan, dia butuh istirahat"

"Tapi Matcha dengar Ibu menangis malam tadi. Apa hanya mimpi aja?"pikir Matcha.

Rey menghela napas mendengarnya, ia telah menyakiti perempuan itu.

"Ayo kita sama-sama membangunkan Ibu, ini sudah mau siang pasti Matcha lapar dan Ibu juga lapar"

Matcha mengangguk menyetujui perkataan Rey.

"Mentari, bangunlah. Kasihan Matcha ingin makan"ucap Rey sambil menepuk-nepuk tangan Tari dengan lembut.

Rey yang melihat mata perempuan itu sembab jadi merasa bersalah sekali.

Tari terbangun, ia duduk dan langsung menguncir rambutnya lalu memeluk Matcha seakan mengisi energi lewat pelukan hangat dari sang anak.

"Matcha ingin makan apa? Biar ibu masakkan"tanya Tari, seolah tak menganggap Rey ada disana.

"Nasi goreng?"

"Baiklah, akan ibu masakan"

Tari segera menuju dapur mencuci mukanya, setelah itu baru dia memasak makanan.

Rey dan Matcha sudah duduk di meja makan sambil mengamati sang ibu memasak dengan telaten.

"Matcha, bisa tolong belikan Ibu bumbu nasi goreng di warung depan?"Tari menyuruh Matcha untuk membeli bumbu masakannya di warung depan rumah yang baru saja di buka beberapa hari yang lalu.

"Iya Ibu bisa"Matcha segera berlalu menuruti perintah Ibunya.

Hening sejenak, hanya ada suara irisan bawang yang terdengar.

"Anda bukan lagi orang yang saya tolong waktu itu, tidak sopan jika masuk ke kamar membangunkan tuan rumah sedang tidur"ucap Tari dengan nada tidak mengenakan.

"Maaf"hanya itu yang bisa Rey ucapkan.

"Tapi saya serius dengan ucapan saya kemarin"

"Saya juga serius dengan ucapan saya kemarin"balas Tari.

Rey menghela napas, ia berdiri mendekati perempuan itu "apa kehidupan yang kamu jalani membuatmu senang?"tanya Rey menatap wajah Tari dari samping.

Pertanyaan itu berhasil menghentikannya yang sedang mengiris bawang "tentu saja, saya senang dengan apa yang saya jalani sekarang"ucap Tari dengan penuh percaya diri.

Rey memutar tubuh Tari agar menghadap dirinya "kamu berbohong"ucap Rey dengan menatap mata perempuan itu yang segera menunduk.

"Tolong jaga batasan anda! Saya berhak mengusir anda dari sini"

"Lalu kenapa tidak kamu usir sekarang?"

"Orang yang berakal sehat akan pergi dengan sendirinya jika dia membuat tuan rumah merasa tidak nyaman dengan keberadaannya"

"Jadi maksudmu saya tidak berakal sehat?"tanya Rey yang tidak mendapatkan respon apapun dari Tari.

"Baiklah anggap saja begitu"

"Ibu ini bumbunya"Matcha datang sambil berlari memberikan bumbu tersebut pada sang Ibu "Ibu, kata Ibu warung mobil yang ada di dekat pohon samping rumah kita milik siapa? Mobil itu menghadang jalan para bapak-bapak menuju kebun"

Tari yang mendengarnya langsung memandang Rey dengan tajam.

"Maaf, akan aku pindahkan"ucap Rey seakan mengerti.

"Oohh itu mobil Om Rey"Matcha mengangguk-angguk.

"Iya, ayo temani Om memindahkannya"Rey langsung mengajak Matcha keluar.

Tari yang melihat itu sedikit kesal, Rey bersikap seolah Matcha adalah anaknya.

Tari semakin takut jika pria itu akan kembali membuat hari-harinya seperti pertemuan pertama. Entah perasaan apa, dari dalam hati Tari Rey adalah orang baik, penyayang hingga membuatnya hampir jatuh hati.

Tapi setelah Tari mengetahui pria itu berasal dari orang yang berada dan memiliki kekuasaan. Tari rasa ia tidak pantas untuk jatuh hati pada pria itu dan memilih menepis jauh-jauh apa yang dia rasakan pada Rey. Tapi tidak dengan Reynand, pada awalnya ia juga sudah berusaha melupakan dan menepis perasaan yang tak biasa itu. Namun rasa itu lebih besar di banding Tari yang benar-benar menganggap sebagai angin lalu saja.

Selang beberapa menit, Nasi goreng sudah tersedia di atas meja. Matcha kelihatan senang sekali, akhirnya dia bisa makan.

"Apa aku tidak kebagian?"bak seperti seusia Matcha, Rey menatap Tari penuh damba berharap agar di beri makan juga.

"Iya Bu, kenapa Om Rey tidak Ibu beri?"tanya Matcha.

"Ibumu jahat sekali"cicit Rey pada Matcha yang masih bisa Tari dengar. Kalau begini ia seperti memelihara dua anak.

Akhirnya Tari memberi Rey sepiring Nasi dengan telur mata sapi di atasnya. Meski wanita itu kesal, ia tidak tega melihat seseorang kelaparan apalagi Rey dari semalam menunggunya pulang.

"Kamu tidak ikut makan?"

"Tidak, kalian saja yang makan"Tari hendak berlalu menuju kamar.

"Kami tidak akan makan jika kamu tidak ikut makan!"ucap Rey tiba-tiba, ia memegang tangan Matcha meminta dukungan dari anak itu.

"Iya kami tidak akan makan!"ucap Matcha tak kalah tegasnya.

Tari melihat itu tentu tidak terima, sudah di masakan, di siapkan dan sekarang Rey memaksanya untuk makan dengan dukungan dari Matcha. Sungguh! Tari ingin memaki-maki Rey saat itu juga kalau tidak ada Matcha disana.

Dengan kesal Tari duduk kembali di meja makan sambil menatap Rey dengan geram.

Namun pria itu malah biasa saja.

"Enaak"Rey mengangguk-angguk, rasa nasi goreng ini tidak berubah dari awal ia merasakannya.

"Matcha mau jalan-jalan?"tanya Rey di sela-sela makan.

Dan itu berhasil membuat Tari melotot tajam kearahnya.

"Mauuu!"seru Matcha antusias.

"Ayo kita jalan-jalan"

"Tidak, saya tidak mengizinkan Matcha jalan-jalan"ucap Tari.

"Aku hanya ingin mengajak Matcha, jika kamu ingin ikut boleh saja"tentu itu akal-akalan Rey saja, mana mungkin ia hanya membawa anaknya saja? Tentunya satu paket bersama ibunya juga.

"Ayoo Ibuuu! Matcha ingin jalan-jalan lagi sama Om Rey"mohon Matcha menatap Ibunya dengan tatapan memohon.

Dalam hati Rey tersenyum, ia berhasil mendekati Tari lewat Matcha.

Wanita bernama Mentari itu menghela napas panjang, ia menatap pria di depannya dengan sangat kesal. Ia tidak mungkin membiarkan Rey membawa Matcha, ia takut Rey membawa Matcha pergi dan tak kembali.

"Mau jalan kemana?"tanya Tari malas.

"Berlibur?"

"Jangan bercanda!"

"Apa wajahku tampak seperti orang bercanda? Aku serius, ayo kita berlibur ke Puncak"

Tari menarik paksa Reynand ke ruang tamu agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh Matcha.

"Apa yang anda la---"

"Berhentilah menyebut anda-anda! Panggil aku Rey!"tukas pria itu.

"Baiklah pak Rey ap---"

"Rey!"

Tari berdecak, menatap Rey dengan geram. Ingin sekali mencakar-cakar pria itu.

Dengan menarik napas Tari mulai berbicara dengan tenang "Tadi katamu ingin membawa Matcha jalan-jalan tapi kenapa tiba-tiba berlibur ke puncak? Saya tidak akan mengizinkannya!"tegas Tari.

"Kenapa?"Rey mendekat.

"Kenapa kamu tidak mengizinkannya?"Rey melangkah maju hingga Tari refleks mundur langkah demi langkah.

"berlibur juga jalan-jalan"lanjut pria itu tidak melepaskan tatapannya pada netra coklat milik Tari.

"tinggalkan duniamu itu, ayo mulai hidup baru bersamaku. Lupakan mereka yang telah kamu layani"tutur Rey dengan raut wajah sangat serius.

Tari terdiam, entah kenapa ia tidak bisa berkata-kata.

Tari yang dari tadi memundurkan langkahnya tak terasa sudah mentok pada dinding.

"Rasakan ah"Rey menaruh telapak tangan wanita itu tepat di dadanya.

Tari terkejut langsung saat merasakan debaran jantung Reynand begitu berdetak dengan sangat cepat.

"Aku tidak mengerti kenapa ini hanya bereaksi hanya padamu saja"ungkapnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!