Pamit

Hamparan kebun teh yang tertampang luas serta gunung yang ditutupi oleh awan putih membuat udara di kebun teh tersebut menjadi sejuk dan indah.

Matcha teriak girang sambil menaiki ayunan sehingga anak itu melambung tinggi menghadap kebun teh yang sangat indah.

"Dorong lagi Om!"teriak Matcha menyuruh Rey agar mendorongnya lagi lebih kencang.

"Jangan kencang-kencang Matcha nanti kamu jatuh!"teriak sang Ibu memperingati kegilaan anaknya.

"Iyaa Ibuuu"jawab Matcha.

"Ayo Pak Rey kita duduk. Biarkan saja Matcha main sendirian"Tari meninggalkan anaknya bersama Rey yang menurut. Ia juga lelah mendorong ayunan itu sendirian.

Keduanya duduk di gazebo kayu dengan atap daun kelapa yang memang sengaja di sediakan di tempat ini. Biasanya setiap akhir pekan banyak para ibu-ibu berkunjung untuk menikmati pemandangan indah disini.

Namun, ternyata ada yang lebih indah dari pada pemandangan ini. Senyuman Tari yang hangat saat melihat Matcha dari kejauhan mampu membuat Rey memandang Tari dengan kagum.

"Mentari"gumam Rey dengan suara yang kecil namun masih bisa Tari dengar.

"Iyaa"jawab Tari menoleh pria itu.

"Hemm, tidak saya tidak memanggilmu"

"Benarkah? Mungkin hanya perasaan saya saja"Tari kembali melihat Matcha.

"Saya bingung berbicara pada Matcha tentang kepulangan saya besok. Dia pasti akan sedih, saya tidak mau membuatnya sedih"terlanjur sayang, Rey jadi tidak tega meninggalkan Matcha.

"Kita akan bicarakan itu malam nanti"jawab Tari.

Rey mengangguk paham.

"Tari"

"Iya"

Rey menoleh ke sisi samping Tari membuat wanita itu kaget "ada daun di rambutmu" ucap Rey mengambil daun yang menempel di rambut Tari yang terkejut atas perlakuan pria itu apalagi Tari sempat menatap lekat wajah Rey di hadapannya yang hanya berjarak beberapa senti.

"Ibuu! Om!"teriak Matcha mengalihkan semuanya. Anak itu berlari menghampiri mereka berdua.

"Matcha ada sesuatu untuk Ibu dan juga Om"

"Apa itu nak?"tanya Tari.

"Ini untuk Ibu"Matcha mengikat sebuah benang berwarna hitam yang tergantung kerang kecil berbentuk lonjong pada tangan Tari.

"Dan ini untuk Om Rey"Matcha kembali mengikat benang hitam itu dengan bentuk kerang juga yang menggantung.

"Cantik sekali, Matcha dapat dari mana?"tanya Rey.

"Matcha yang membuatnya Om, tadi ada teman Matcha yang memberikan batu ini. Kebetulan Matcha lihat benang yang panjang di tanah"

"Teman siapa Matcha?"Tari yang mendengarnya bingung. Setahu Tari, Matcha tidak memiliki teman.

"Itu yang sedang bermain ayunan"tunjuk Matcha yang memang ada anak kecil yang sebaya dengan Matcha disana "dia bilang, dia baru saja habis dari pantai. Makanya dia kasih Matcha ini"

Tari dan Rey tersenyum bersamaan. Mereka senang Matcha bisa bersosialisasi secepat itu dengan orang sekitar.

"Anak pintar"ucap Rey mengelus kepala anak itu gemas.

"Ah iya, ayo kita foto"Tari mengeluarkan ponselnya bersiap untuk berpose namun Rey tidak masuk ke kamera. "Ayo Pak Rey ikut"ucap Tari menarik tangan Rey agar lebih dekat padanya. Matcha yang merasa terlalu rendah ia naik ke pangkuan Rey dan berpose dua jari.

Cekrek...

Cekrek...

Tari tertawa melihat hasil potretnya, ekspresi Rey yang datar tanpa senyum membuatnya terlihat lucu.

"Kenapa? Apa ada yang lucu?"Rey penasaran dan mencoba melihat hasilnya.

"Tidak ada yang lucu"ucapnya.

"Kenapa wajah Pak Rey datar sekali? Itu terlihat seperti patung"ucap Tari dengan masih ada sisa tertawa.

Rey yang kesal di bilang seperti patung. Ingin menghapus foto itu.

"Jangan di hapus! Ayo kita foto ulang saja"Tari kembali mengarahkan kamera dan tersenyum lebar.

"Senyum Om senyum!"ucap Matcha melihat Rey masih saja berekspresi datar, pantas saja ibunya itu tertawa.

Rey terpaksa tersenyum menampakkan gigi rapinya ke arah kamera. Sumpah, ini pertama kali Rey berfoto tersenyum dengan nampak gigi.

Cekrek...

Tari kembali melihat hasil potretnya, ia lagi-lagi tertawa . Namun saat melihat tatapan Rey, ia menutup mulutnya rapat-rapat agar berhenti tertawa.

"Wajah Pak Rey terlihat aneh"ucap Tari menunjukkan foto itu pada Rey yang hendak mengambil ponsel itu namun Tari menariknya.

"Hapus saja foto itu!"Rey dengan berusaha menggapai ponsel dari Tari yang menjauhkannya.

"Tidak mau!"jawab Tari.

"Tari berhentilah seperti anak kecil"ucapnya masih ingin menggapai ponsel tersebut hingga di posisinya yang seperti itu kembali menciptakan jarak yang dekat antar keduanya.

Tari yang sadar posisi mereka cukup dekat hingga ia bisa merasakan hembusan nafas dari pria itu mengehentikan aksi jahilnya.

"Jangan di hapus, biarkan saja sebagai kenang-kenangan"ucap Tari, sebenarnya ia sengaja mengabadikan momen hari ini untuk di kenang.

"Tujuan saya disini hanya sekedar singgah sementara, bukan untuk meninggalkan momen yang tidak pernah kalian lupakan"

"Saya tau, tapi entahlah. Saya rasa Pak Rey sudah tinggal cukup lama di rumah padahal baru saja tiga hari"tutur Tari sedih.

"Kamu sedih saya pergi?"

"Tidak, lagi pula Pak Rey bukan siapa-siapa saya. Mungkin Matcha yang akan sedih"kilah wanita itu melihat Matcha berlari-lari mengitari kebun teh.

**

Makan malam yang terasa hening, baik Rey maupun Tari tidak ada yang membuka pembicaraan. Matcha yang bingung dengan reaksi keduanya hanya menatap heran sambil memakan makanannya.

"Om kita tidur sama-sama lagi ya? Seperti semalam?"

Ucapan Matcha sontak membuat keheningan itu menjadi buyar. Rey tersedak mendengarnya, bukan tidak mau tidur bersama Matcha. Rey hanya menghindari ibunya yang saat tertidur terlihat sangat cantik seperti kemarin malam, ia takut. Takut jika ia menyukai wanita itu, karena setelah dia pulang ia yakin bisa melupakan kejadian yang ada disini termasuk Tari.

"Matcha, Ibu tidak akan memperbolehkannya lagi! Cukup satu kali saja!"tegas Tari, ia juga memiliki satu ketakutan. Jika ia biarkan Matcha berada di dekat Rey terus menerus, Matcha akan sangat menyayangi pria itu dan menganggap sebagai ayahnya sungguhan hingga tercipta keterikatan antara keduanya.

Matcha yang mendengar suara tinggi Ibunya menghentikan makannya lalu berdiri "Ibu jahaaat!"ucap Matcha dengan berlinang air mata, anak itu berlari menuju kamar dan mengurung diri.

"Tidak seharusnya kamu membentaknya seperti itu"ucap Rey memandang Tari.

"Biarkan saja, jika di turuti terus dia akan meminta lebih. Saya tidak mau Pak Rey repot karena Matcha"ucap Tari menyudahi makannya "saya pergi ke warung dulu"Tari mengambil jaket yang tergantung.

Rey melihat jam sudah menunjukkan pukul 20.23 "sudah malam, kamu mau kemana? Apa harus sekarang?"tanyanya yang melihat wanita itu hendak pergi. Ia tahu betul jalan menuju warung sepi dan gelap kalau malam hari.

Tidak ada jawaban dari Tari, Rey menahan tangan wanita itu "dengarlah Matcha sedang menangis. Besok saya harus pulang, ayo kita bicarakan padanya. Dan juga izinkan saya tidur dengan Matcha untuk kali terakhir, kali ini saya janji akan tidur di kursi setelah Matcha tidur"Pintanya memohon.

Tari memandang Rey sejenak, tangan pria itu masih mencekal lengannya mencegah untuk tidak pergi. Dengan berat hati, Tari mengiyakan permintaan pria itu.

"Sudah, jangan menangis"Rey mengusap air mata Matcha yang masih terisak. Rey bingung harus berkata apa untuk membujuk Matcha agar berhenti menangis, karena sebelumnya ia tak pernah sedekat ini sama anak kecil.

"Ibu jahat Om, Ibu marah pada Matcha. Padahal Matcha hanya mau tidur di samping Om lagi, Matcha sangat sayang sama Om Rey"tutur Matcha dengan masih terdengar isak tangisnya.

Perkataan Matcha semakin membuat Rey bimbang untuk mengatakan bahwa besok ia akan kembali "jangan bilang seperti itu, Ibu hanya cemburu melihat kamu dekat sekali sama Om"ucap Rey ngasal, Tari yang mendengarnya mendelik.

"Benarkah?"

"Iya Matcha, maafin Ibu ya. Ibu marah karena Ibu sayang Matcha, Ibu tidak ingin anak Ibu dekat sama orang lain selain Ibu"Tari membenarkan saja omongan pria itu. Ia memeluk Matcha singkat tanda ia meminta maaf.

"Iya Bu, Matcha juga sayang Ibu. Tidak ada yang bisa gantikan Ibu, maafin Matcha sudah bilang Ibu jahat"peluk Matcha pada sang Ibu yang membuat garis senyum Rey terukir tipis.

"Iya nak"jawab Tari sambil mengelus punggung Matcha.

"Matcha Om ingin berbicara sesuatu"Rey memulai obrolan, ia harus tetap pada pendiriannya.

"Iya Om"jawab Matcha menunggu pria itu berbicara.

"Besok Om harus pulang ke rumah Om, Matcha disini jaga diri baik-baik ya. Jangan nakal dan jadi anak yang baik"tutur Rey dengan lembut pada Matcha.

Mendengar itu semua seketika raut wajah Matcha berubah menjadi sedih lagi. Sungguh Rey tidak tega melihatnya, baru kali ini ia merasa kasihan pada seseorang.

"Om tidak kesini lagi?"tanya Matcha dengan harapan Rey akan ke rumahnya lagi.

Rey menjawab dengan gelengan kepala.

Tidak terduga, Matcha tiba-tiba memeluknya dengan erat "Om jangan tinggalin Matcha, Matcha tidak mau sendirian lagi"ucap balita itu sambil menangis di pelukan Rey yang entah kenapa tiba-tiba hatinya berdesir merasakan Matcha bukan lagi orang lain melainkan orang yang sangat berarti baginya.

Dengan segala pujukan dan juga pengertian dari Tari dan juga Rey. Akhirnya Matcha berhenti menangis hingga sampai tertidur dengan keadaan masih terisak.

"Tidurlah, saya akan tidur di depan Tv"ucap Rey menyuruh Tari tidur, wanita itu tampak lelah menghadapi Matcha.

Tari mengangguk dan memberikan selimut pada Rey yang segera menerimanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!