Berdasarkan apa yang disampaikan kemarin, Keisya dan Evan akan bertemu di luar sekolah. Sebenarnya Riski tidak ada keperluan, kemarin Keisya berbohong untuk memperbaiki sikap Evan agar tidak selalu bersikap dingin dan menanggapi seenaknya.
Mereka tidak akan nyaman mengambil gambar jika Evan tetap dalam kondisi seperti ini.
Saat Keisya sedang mencatok rambutnya, ponsel yang ada di meja rias miliknya bergetar. Keisya meletakan alat catok nya dan mengambil ponselnya.
"Kenapa dia telepon? Apa dia bakal batalin tiba-tiba atau udah datang di tempat?" Keisya melirik jam digital di samping tempat tidurnya, masih menunjukan pukul 19.15 sedangkan mereka berjanji akan bertemu di tempat pukul 20.00 malam.
Keisya menggeser menu hijau di layar dan menempelkan ponselnya ke telinga.
"Dari minimarket kemana?"
Keisya terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu. Apa Evan menjemputnya? Keisya segera memberikan detail lokasi rumahnya. Setelah menutup telepon, Keisya kembali mencatok rambutnya berusaha selesai dalam waktu secepat mungkin.
Untuk terakhir kalinya Evan melihat cermin memastikan tidak ada riasannya yang terlihat aneh, karena jika itu sampai terjadi, Keisya pasti akan mendapat cibiran dari Evan.
Tanpa berlama-lama lagi Keisya segera keluar untuk menemui Evan.
"Kenapa kamu gak bilang mau jemput?" Keisya langsung mengeluh sesaat setelah menutup pintu mobilnya.
Evan memperhatikan seseorang yang duduk di sampingnya itu lalu tersenyum sinis saat menyadari, "Ini pertama kalinya ada manusia duduk di sini." Setelah Liana. Bahkan dia tidak pernah mengantar Liana.
"Apa kamu lagi berusaha menggoda dengan bilang gitu?" tanya Keisya dengan cuek.
Evan menggeleng tak acuh sambil melajukan mobilnya. Selama perjalanan mereka hampir tidak berbicara. Evan fokus berkendara sementara Keisya melihat keluar jendela. Tidak ada musik yang dinyalakan membuat suasana benar-benar hening sampai mereka tiba, masuk ke restoran dan duduk di meja.
Masih tidak ada yang memulai pembicaraan.
Keisya mulai merasa jengkel. Apa dia yang harus mulai berbicara? Tentang apa? Keisya memutar otaknya.
"Apa kamu menghindar dari aku?" pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Keisya.
"Apa kita sebelumnya deket?" satu pertanyaan Evan langsung membuat Keisya merasa skakmat dan menyesal kenapa harus pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya.
Apa mereka dekat? Tentu saja tidak.
"Sekarang aku yang nanya deh," kata Evan tiba-tiba terdengar serius.
Keisya mengangguk. Jika ada yang ingin ditanyakan kenapa tidak sedari tadi dan malah membuat Keisya yang memulai dengan pertanyaan yang spontan langsung disesali.
"Kenapa kamu belain aku di depan Adrian?"
"Hah?"
Pertanyaan Evan cukup tidak terduga. Keisya kira Evan tidak ingin membahas tentang itu.
"Kamu merasa aku belain kamu?" Keisya malah bertanya balik, karena Keisya tidak merasa bahwa dia sudah membela Evan.
Laki-laki itu terlalu menyimpulkan berlebihan.
"Ya. Kalau itu bukan bentuk pembelaan terus kenapa kamu lakuin itu? Kamu bisa aja tutup mata dan gak peduli dengan apa yang di bilang Adrian. Untuk apa kamu melempar diri untuk ikut campur daripada akhirnya kamu kena tampar?"
Perkataan panjang lebar dari Evan membuat Keisya sedikit kebingungan, ia berpikir sejenak. Kenapa pada saat itu dia melakukannya? Apa alasan tepatnya? Keisya berusaha untuk memberikan jawaban.
"Aku gak tahu bakal kena tampar." Pertama itu yang keluar dari mulut Keisya. "Aku cuma merasa marah waktu itu," lanjutnya.
"Marah?" ulang Evan memastikan dengan senyum miringnya.
Keisya mengangguk. "Iya aku merasa marah."
"Kenapa? Adrian ngomong buruk tentang aku, bukan tentang kamu." Evan terus mengulik Keisya tentang kejadian kemarin dengan benar, karena dia ingin benar-benar mengetahui apa tepatnya. "Kenapa kamu merasa harus marah?"
Keisya tidak mengira jika Evan bertanya dengan sedetail ini. Ia kembali mencoba mengingat apa yang membuatnya merasa marah? Apa seperti yang dikatakan Evan, dia membela Evan? Kenapa Keisya membelanya?
"Aku merasa marah lihat kamu yang diam aja dan dengerin semua yang Adrian bilang," Keisya mengungkapkan alasannya.
"Kenapa kamu marah? Itu faktanya, nyokap aku emang kayak yang Adrian bilang," Evan menanggapinya dengan tenang.
"Adrian terlalu menyudutkan kamu, apa kamu punya pilihan untuk terlahir dari ibu yang seperti apa? Itu takdir. Untuk jadi orang seperti apa setelah kamu lahir, itu keputusan kamu," papar Keisya.
Evan mulai terlihat Gusar, dia menatap lurus Keisya yang ada di depannya. Masih berusaha memahami pemikiran gadis itu. "Apa yang mau kamu bilang sebenarnya?"
"Artinya terlepas kamu lahir dari ibu yang seperti apa, kamu punya kesempatan untuk jadi orang baik sejak lo dilahirkan karena ini hidup kamu."
Dari tatapan Keisya, Evan merasakan kalau gadis itu sedang memberikan rasa iba padanya. Evan mengalihkan pandangannya dan masih berusaha mencerna apa yang baru saja di dengarnya.
Kesempatan untuk menjadi orang baik? Apa dia pernah memilikinya?
Evan tertawa hambar, ia merasakan berbagai macam emosi sekarang.
"Berhenti denger hal buruk yang Adrian bilang, kamu bisa punya banyak teman dan jadi orang baik," kata Keisya sekali lagi dengan tulus.
"Aku gak bisa." Evan membantahnya dengan cepat tanpa berpikir lebih lama lagi, karena Evan merasa dia hanya mendengar omong kosong. "Lo gak tahu aku seburuk apa."
"Iya aku gak tahu. Apa kamu bisa jelasin?"
Evan menggeleng singkat dengan sorot mata yang dingin. Evan tidak bisa mengatakan apapun saat ini. Keisya tidak tahu bahwa Evan pembunuh, Evan hampir memutuskan untuk membunuh Keisya saat gadis itu mengetahui dia ada di dua lokasi pembunuhan. Keisya tidak tahu, sisi dirinya yang kejam.
"Berhenti lakuin apapun untuk aku. Aku lebih buruk dari yang kamu kira. Jangan pernah menunjukan di depan siapapun kalau kamu ada di pihak aku, kamu bisa aja mati karena itu."
Evan sangat serius saat mengatakannya.
Tetapi Keisya hanya mengeluh karena menganggap Evan berlebihan dengan menyebutkan kematian sebagai ancaman.
Tidak ada yang berbicara lagi sampai makanan di meja habis.
Saat berjalan keluar restoran, mereka berpapasan dengan seorang pria berpostur tinggi dengan tato naga di leher yang berhenti di depan mereka. Keisya kebingungan melihat orang di depannya itu, tetapi saat melihat sorot matanya tertuju pada Evan, Keisya menebak kalau itu adalah kenalan Evan.
"Siapa ini? Wah! Evan Mahendra?" pria itu melebarkan tangannya menyapa Evan terlihat antusias. Namun Evan tidak menanggapi dengan hangat, menjelaskan bahwa ia tidak senang bertemu dengannya.
Keisya memperhatikannya dan menangkap kalau itu bukan hubungan yang baik.
Lalu pandangan pria itu beralih pada Keisya yang berdiri di samping Evan, menyadari itu Evan menarik Keisya ke belakang tubuhnya seolah tidak membiarkan pria itu menyentuh Keisya.
"Siapa ini? Mainan baru?"
Evan tidak menjawab.
"Target?"
Rahang Evan mengeras seperti sedang berusaha menahan diri. Tanpa berkata apapun Evan pergi dari sana sambil menarik Keisya. Saat mereka lewat, pria itu mencekal tangan Keisya membuat Evan langsung berbalik secepat kilat dan menarik kerah bajunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
AtiVeD²¹
bukan target kok, tapi calon ayang mbeb
2023-11-10
1