Keisya hanya meliriknya dan terus berjalan menuju tempat duduknya, seolah dia tidak melihat Evan disana. Siswa nakal itu tiba lebih dulu datang pagi ini.
Saat Keisya meletakkan tasnya di atas meja, tiba-tiba Keisya merasakan ada sesuatu yang menyentuh bahunya.
Keisya sedikit terkejut saat melihat jaket Evan di pundaknya.
Evan menunjukkan sisi kepeduliannya? Mustahil.
"Apa maksudmu?"
“Apa." Evan balik bertanya membuat Keisya frustasi.
“Aku hanya ingin menyelamatkan mata suciku dari kegelapan di balik seragam basahmu.”
Setelah itu Evan pun pergi meninggalkan Keisya yang masih terpaku tak bergerak.
Keisya hanya bisa membuka mulutnya, ingin mengutuk pria ini, namun mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara apapun.
Apa yang baru saja terjadi? Bentuk perlindungan atau hinaan? Keisya tidak tahu apa dia harus berterima kasih pada Evan atau tidak.
Namun satu hal yang pasti, Keisya merasa malu. Sangat malu, bagaimana dia tidak menyadari kalau seragamnya basah dan transparan. Keisya ingin menenggelamkan dirinya di dasar bumi.
******
"Ah, karena tadi pagi hujan, seragamku saat naik motor jadi basah. Sayangnya kalau seragam putih itu basah langsung jadi transparan. Sumpah, bodohnya aku sama sekali tidak menyadarinya, untung saja ada adik kelas memberitahuku dan untungnya aku membawa jaket.
Kalau tidak, sekolah pasti tahu aku memakai dalaman warna pink!" Keyla menceritakan pengalaman buruknya pagi ini.
"Parah banget Key, untung cewek yang kasih tau. Coba kalau cowok? Auto tamat riwayat hidup kamu!" timpal Nurul.
Keisya hanya diam membisu saat mendengar pengalaman menyebalkan yang Nurul dan Keyla hadapi tadi pagi. Bagaimana dengan dirinya? Yang jelas-jelas cowok yang memberi tahunya. Jatuh sudah harga diri Keisya di depan Evan.
"Btw Key, jaket yang kamu pake sekarang kayak pernah aku lihat tapi lupa dimana aku lihatnya. Itu memang punya kamu' kan?" Pertanyaan Nurul membuat Keisya tersentak. Matanya berkedip beberapa kali, mencari alasan yang pas untuk keluar dari mulutnya. Memangnya Evan berapa kali sih pakai jaket sialan ini ke sekolah?
"Iya, ini memang punya aku," kata Keisya sambil menyeruput teh hangatnya. Tenggorokannya terasa tercekat saat mendengar pertanyaan dari Nurul.
"Kelihatannya besar banget. Tapi kenapa aku lebih percaya kalau itu jaket Evan," celetuk Nurul membuat Keisya tersedak.
Nurul dan Keyla ikut terkejut ketika melihat Keisya yang terbatuk-batuk. Keyla segera mengambil tisu juga air minum. Sementara Nurul yang duduk di sebelah menepuk-nepuk punggung Keisya.
Tiba-tiba ponsel Keisya berdering. Keisya langsung mengambil kesempatan itu untuk beranjak dari meja makan.
"Sebentar ya, aku angkat telepon dulu."
Ketika Keisya hendak memeriksa siapa orang yang baru saja meneleponnya, tidak lama kemudian sebuah pesan masuk membuat Keisya lebih dulu melihat pesannya.
Ibu Tiri
Berhenti ganggu pikiran suami saya, cepat pergi ke rumah sakit atau kamu mati aja sana.
Keisya memejamkan matanya lalu mengatur pernapasannya. Rasanya terlalu menyesakkan setelah melihat pesan itu.
Suaminya? Kenapa terdengar seperti membicarakan miliknya saja, padahal itu ayahnya. Ayah kandung, bukan ayah tiri. Bagaimana bisa wanita berhati iblis seperti itu mengatakan bahwa Keisya masih mengganggu, setelah dia mengusirnya dari rumah dan merebut segalanya. Memang ibu tirinya itu terlahir sebagai titisan iblis.
Semenjak Keisya meninggalkan rumah mewahnya di Jakarta, dia memutuskan untuk tidak pernah menghubungi ayahnya lagi. Keisya mematikan layar ponselnya dan akan kembali ke meja kantin. Tepat pada saat Keisya berbalik, bola basket melayang di udara dan mengarah pada Keisya. Gadis itu tidak sadar meskipun ada beberapa orang sudah berteriak memperingati Keisya untuk menghindar.
Ketika Keisya mengangkat kepalanya, bola itu tinggal beberapa meter lagi akan mendarat di wajahnya. Keisya memejamkan matanya, bersiap-siap akan menerima hantaman keras dari bola itu. Satu-satunya yang bisa Keisya lakukan adalah dengan menutupi wajahnya menggunakan tangannya.
Saat Keisya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, seseorang tiba-tiba saja berdiri di depan Keisya, memblokir bola basket itu dengan punggungnya.
Dengan perlahan Keisya menurunkan tangannya karena tidak merasakan hantaman keras bola itu. Saat membuka mata, Keisya melihat sosok laki-laki berbadan tegap dan tinggi ada di dihadapannya. Orang yang menyelamatkan Keisya dari bola basket dengan merelakan punggungnya.
"Evan?" Keisya sama sekali tidak percaya bahwa Evan yang telah menolongnya.
Ya, orang yang menolong Keisya adalah Evan Mahendra.
Evan melihat mata Keisya yang berkedip-kedip selama beberapa detik. Selama berdiri dihadapan Keisya, sesuatu terlintas begitu saja dipikirannya, kenapa hidup Keisya penuh dengan kesialan? Apa memang takdirnya dari lahir memang dipenuhi dengan kesialan? Tinggal di dekat lokasi pembunuhan, menjadi orang yang duduk di sebelahnya, dan menjadi orang yang berdiri di tepi lapangan saat sebuah bola basket mengarah ke sana.
Setelah tersenyum smirk, Evan memutuskan untuk beranjak pergi.
"Key, kami gak kenapa-kenapa kan?"
"Sini minum dulu!"
Kedua teman barunya menghampiri Keisya yang tampak terkejut, mungkin organ dalamnya pada kaget semua. Siswa laki-laki yang tidak sengaja melempar bola ke arah Keisya datang meminta maaf. Namun, Keisya belum bisa merespon dengan baik karena masih nge-lag. Fokusnya masih tertuju pada Evan yang berjalan menjauh dari lapangan dengan punggung bajunya yang kotor.
Kenapa orang gila itu melakukannya? Apa dia peduli?
....
"Karena jaket, aku gak mau jaket aku jadi kotor, kamu jangan geer."
Keisya memutar bola matanya malas, menyesal karena menanyakan pertanyaan konyol bagi Evan. Tapi bagi Keisya itu penting untuk dipertanyakan, agar tidak terjadi kesalah pahaman kedepannya.
"Oke, terima kasih banyak Evan Mahendra. Aku akan pastikan jaket ini kembali dengan keadaan bagus seperti sedia kala."
Evan menganggukan kepalanya. "Harus, jadi orang harus tau diri untuk ngembaliin barang dalam keadaan utuh."
Jam pelajaran telah berakhir, beberapa siswa sudah pulang. Keisya sengaja tinggal di kelas lebih lama untuk mengobrol dengan Evan tentang tindakannya di lapangan tadi. Tapi apa yang Keisya dapatkan dari jawaban Evan sangat menyebalkan. Keisya menyesal, sangat menyesal.
Namun, meskipun Evan menyebalkan. Tetap saja Evan tadi rela mengorbankan punggungnya demi menyelamatkan Keisya dari hantaman bola basket itu. Keisya membenci saat mengetahui kenyataan bahwa Evan baru saja membuatnya berhutang budi. Melelahkan.
"Kamu gak kenapa-kenapa kan?" Setidaknya hanya itu yang bisa Keisya katakan, meskipun terpaksa.
"Kamu mau lihat?" tanya Evan terdengar nakal sambil membuka satu- persatu kancing bajunya.
Melihat tindakan yang Evan lakukan Keisya menutup matanya, agar mata sucinya tidak ternodai.
Melihat sikap Keisya yang begitu membuat Evan tertawa dan berhenti pada kancing ke empat.
"Aku lihat kayaknya kamu baik-baik aja dan gak patah tulang!" seru Keisya cepat lalu menerobos Evan dan berjalan menuju pintu kelas. Sebelum Keisya sampai keluar kelas, Evan mengatakan sesuatu yang membuat Keisya berhenti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ayano Kouji
Ngakak!
2023-09-29
1