"Evan." Setelah mengatakan itu, Riski melirik Evan diam-diam. Sebenarnya Riski tidak mengharapkan Evan membantunya. Jika Evan tidak mau, Riski sudah mempersiapkan kandidat lain.
Namun, Keisya tidak mengetahui itu tentu saja sekarang benar-benar terkejut mendengar siapa yang menjadi pasangannya. Tidak hanya Keisya, Evan juga memberikan reaksi yang serupa.
"Apa kamu kurang informasi terbaru tentang apa yang terjadi di sekolah?" tanya Evan setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja diminta Riski padanya. "Aku sama cewek ini masih jadi trending topik. Aku juga masih dihukum." Evan masih tak habis pikir dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Lalu pandangan Evan tertuju pada Keisya yang masih terdiam. Setelah berpikir beberapa detik, akhirnya Evan memutuskan.
"Ok deh."
Dengan mengatakan itu, artinya Evan tertuju untuk menjadi model Riski. Sekaligus menjadi pasangan Keisya nantinya.
Riski senang dan sedikit lega, tetapi dia berpikir kenapa Evan tiba-tiba mau direpotkan membantu seseorang?
*****
Dengan langkah yang mantap, Evan memasuki sebuah bar yang suasananya cukup tenang malam itu, hanya terdengar alunan musik lembut menemani orang-orang menikmati minumannya. Tak butuh waktu lama, begitu berada di dalam Evan langsung menemukan seseorang yang memang berniat ditemuinya malam ini. Liana ada di sana, di sebuah meja paling pojok dengan sebuah minuman dan kepulan asap di sekitarnya.
Evan mengambil sebatang rokok dari jemari Liana. Tanpa mengatakan apapun, Evan mematahkan rokok itu menjadi dua bagian lalu membuangnya dengan asal ke wadah perak berukuran kecil di meja.
"Ada apa?" tanya Liana dengan nada kesal begitu Evan duduk di hadapannya. Dia tidak suka Evan membuang rokok terakhirnya yang sedang sangat dia nikmati.
"Sebenarnya ada orang yang lihat aku di lokasi pertama, dan gak sengaja lihat aku lagi bareng korban kedua," papar Evan dengan serius langsung mengatakan tujuannya menemui Liana malam ini.
Liana yang mendengar itu langsung tertarik dengan apa yang Evan katakan. "Apa dia punya bukti? Sejak kapan kamu tau itu?"
"Dia gak punya satupun bukti," jawab Evan dengan tenang, lalu dia berpikir sejenak untuk menghitung. "Mmm ... sekitaran dua minggu lalu. Dia bilang sendiri ke aku."
Liana merasa semakin tertarik. "Udah kamu beresin?"
Evan menggeleng.
"Kenapa?" tanya Liana semakin penasaran saat melihat ekspresi aneh di wajah Evan. "Kamu mau main-main sama dia?" Liana terdengar seperti tidak menyukai Evan membiarkan sesuatu yang menjadi ancaman.
"Semacam?" selama dua minggu kemarin, setelah pembicaraan itu, Keisya tidak pernah mengatakan apapun lagi. Namun, Evan tetap mengawasinya. Entah saat itu Keisya masih terfokus pada masalah yang dihadapinya di sekolah akibat rumor yang Nadira sebarkan, Evan tidak melihat tanda-tanda Keisya akan melaporkannya.
Pagi ini, secara mengejutkan Keisya menunggunya untuk memberikan seragam yang Evan pinjamkan kemarin. Lalu, mereka berbicara seperti dua orang teman yang kembali berbaikan setelah bertengkar. Dan yang paling membuat Evan penasaran adalah Keisya malah meminta maaf. Seolah dia yang bersalah.
Gadis itu membuat Evan bertanya-tanya. Bagaimana isi otaknya? Itu yang membuat Evan tertarik untuk mengetahui. Tindakan gadis itu benar-benar tidak terduga. Di luar prediksi BMKG. Seharusnya, jika dia menuduh Evan sebagai pembunuh dari dua kasus yang terjadi secara berurutan, alih-alih mengajak Evan ke belakang sekolah, gadis itu harusnya memberikan laporan ke polisi.
"Kamu senyum?" tanya Liana saat melihat Evan semakin jelas menunjukan ekspresi yang tidak wajar.
Evan menggeleng. Sambil berusaha terlihat seperti biasanya.
"Berhenti main-main." Liana masih mengatakannya dengan tenang. "Kamu tau, sampai saat ini aku masih gak suka kamu punya hubungan yang beresiko sama dokter di rumah sakit itu."
"Dokter Mika," Evan menyebutkan namanya dengan jelas. "Dia aku biarin hidup karena berguna."
Ada sebuah alasan kenapa Mika mau menjadi dokter pribadi Evan yang akan datang jika laki-laki itu mendapatkan luka yang parah.
Semua itu berawal dari tiga tahun lalu. Sebagai pembunuh bayaran Evan menerima sebuah misi dari seseorang untuk membunuh Mika. Namun, di ambang kematiannya Mika memohon untuk diberikan kesempatan untuk hidup, Mika tidak akan melaporkan dan menawarkan diri akan menyerahkan hidupnya pada Evan. Dengan pertimbangan bahwa Mika akan berguna karena pekerjaannya sebagai dokter membuat Evan mengabulkan permohonan Mika dan membunuh orang yang mempekerjakannya.
Begitulah hubungan Mika dan Evan terjadi. Karena ada sesuatu yang menguntungkan untuk Evan dan itu yang selalu Evan katakan pada Liana untuk tidak cemas dan tidak usah menghiraukan Mika yang mengetahui identitasnya.
"Terus sekarang? Apa keuntungan yang bisa kamu dapet kali ini dengan membiarkan dia hidup?" Liana ingin mengerti alasan Evan terlihat aneh. "Siapapun itu, apa dia punya power yang kamu butuhkan?" terka Liana.
"Mm, gue cuma bermurah hati ke orang yang sekarat," jawab Evan dengan santai. "Tanpa aku bunuh pun, dia bakal mati sebentar lagi karena penyakitnya." Ditambah entah karena alasan apa, Evan menilai kalau Keisya memang sudah tidak memiliki semangat hidup.
"Oke, anggap dia akan mati dalam tiga bulan. Apa jaminannya selama tiga bulan itu dia gak akan laporin kamu?" saat mendengar ucapan Liana, Evan menampakan senyum anehnya lagi.
Liana kembali merasa tidak suka saat melihat Evan menampakan senyum itu. Senyum yang tidak biasanya Evan miliki. Entah Evan menyadarinya atau tidak bahwa dia terlihat sangat aneh hari ini.
"Aku bakal ada di dekat dia sampai dia mati." Hanya itu alasannya, alasan yang terdengar konyol di telinga Liana, alasan sebenarnya Evan menyetujui untuk membantu Riski karena dia melakukannya bersama Keisya.
Karena Evan sudah memutuskan untuk berada di dekat Keisya Amora mulai hari ini, untuk mengawasinya, sampai gadis itu mati.
*****
"Jadi kamu mau bantuin Riski untuk foto Couple sama Evan?" tanya Keyla.
"Keisya serius?" Nurul memastikan dengan mata yang melotot.
"Aku gak tahu." Keisya terlihat putus asa dengan membenturkan kepalanya ke meja kantin berulang kali.
Kemarin itu, sedetik setelah terkejut saat Keisya mendengar bahwa pasangannya adalah Evan, Keisya berpikir bahwa Evan pasti menolaknya. Maka dia akan mengikuti apa yang Evan katakan untuk menolak juga. Diluar dugaan Evan menyetujuinya.
"Kamu mau amnesia?"
Sebuah tangan tiba-tiba menghalangi keningnya yang akan membentur meja lagi. Keisya langsung menegakan badannya dan melihat si pemilik tangan itu. Ternyata Evan yang sudah mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Kamu kenapa gak nolak sih?" tanya Keisya dengan penasaran bercampur frustasi. Evan malah tidak menjawab dan menunjukan senyumnya lalu menunjuk ke satu sudut.
"Kamu bisa senyum? Kita lagi di foto."
Keisya mengikuti arah yang ditunjuk Evan, beberapa meter dari tempatnya ada Riski yang dengan sebuah kamera di tangannya dan terlihat sedang mengambil gambar mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments