"Jadi kamu mau bantuin Riski untuk foto couple sama Evan?" tanya Keyla.
"Keisya kamu serius?" Nurul memastikan dengan mata melotot.
"Aku gak tahu." Keisya terlihat putus asa dengan membenturkan kepalanya ke meja kantin berulang kali.
Kemarin itu, sedetik setelah terkejut saat Keisya mendengar bahwa pasangannya adalah Evan, Keisya berpikir bahwa Evan pasti menolaknya. Maka dia akan mengikuti apa yang Evan katakan untuk menolak juga. Diluar dugaan Evan menyetujuinya.
"Kamu mau amnesia?"
Sebuah tangan tiba-tiba menghalangi keningnya yang akan membentur meja lagi. Keisya langsung menegakan tubuhnya dan melihat si pemilik tangan itu. Ternyata Evan yang sudah mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Kamu kenapa gak nolak sih?" tanya Keisya penasaran bercampur frustasi. Evan malah tidak menjawab dan menunjukan senyumnya lalu menunjuk ke satu sudut.
"Kamu bisa senyum? Kita lagi di foto."
Keisya mengikuti arah yang ditunjuk Evan, beberapa meter dari tempatnya ada Riski yang dengan sebuah kamera di tangannya dan terlihat sedang mengambil gambar mereka.
Sudah dimulai, ya?
"Riski lagi ambil foto, apa kita harus pergi?" Keyla menyadari situasinya, lalu ia berdiri dan mengambil makanannya sambil menarik Nurul.
Nurul terlihat seperti enggan pergi. Dia malah senyum-senyum sambil memperhatikan Keisya dan Evan di seberang mejanya.
"Kenapa kalian cute banget?"
Sejak dua hari kemarin Nurul sudah mengagumi Evan karena tindakan yang begitu mengejutkan ketika menyebarkan foto di kantin. Sekarang, Nurul kembali mengagumi Evan karena bertingkah manis. Saat tangan Evan menghalangi kening Keisya tadi, menurut Nurul, itu sangat-sangat manis.
Sayangnya, Nurul harus segera pergi karena Keyla terus menariknya.
"Kamu gak nolak karena mau terus sama aku?" Keisya akhirnya menyimpulkan sendiri karena Evan belum menjawabnya.
Keisya berusaha menampilkan senyum terbaiknya meskipun berbicara dengan nada kesal. Karena Riski terus mengambil fotonya, Keisya tidak ingin hasil gambar memperlihatkan wajahnya yang jelek.
"Kalau anak itu menang, dia dapet beasiswa di Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kamu gak mau bantuin anak itu?" Ucapan Evan membuat Keisya bungkam.
"Aku pikir kamu orang baik."
Evan masih melihat ke arah kamera menunjukan gaya sok kerennya yang sebenarnya memang keren.
Jawaban Evan membuat Keisya merasa buruk karena sempat ingin menolak membantu Riski, hanya karena dia merasa tidak percaya diri.
"Jadi sekarang kamu lagi cosplay sebagai orang baik?" tanya Keisya mencibir Evan secara terang-terangan.
"Enggak," Evan menahan ucapannya. Dia mengalihkan pandangannya pada Keisya yang berada di sampingnya, "Gue cosplay jadi pacar kamu."
"Evan!" teriakan Riski membuat kepalan tangan Keisya yang semula sudah dipersiapkan untuk memukul Evan mengambang di udara. Keisya melihat ke arah lain berusaha membuang kekesalannya sementara Evan sedang berbicara dengan Riski melalui bahasa tubuh dari tempat masing-masing.
"Apa? Pipinya?" Evan mencoba menangkap apa yang Riski pinta padanya yang berusaha mengatur pose mereka agar gambarnya kelihatan lebih bagus. "Pipi gue? Pipi dia?" saat telunjuk Evan menunjuk Keisya, bertepatan Keisya menggerakkan kepalanya untuk kembali menghadap ke depan, akhirnya telunjuk Evan menusuk pipi Keisya cukup dalam.
"Aw!"
"Aku di suruh," kata Evan saat melihat Keisya akan marah.
Setelah mengambil cukup banyak foto di kantin. Spot foto mereka pindah ke koridor. Riski meminta kedua model amatirnya itu berjalan saja di koridor sambil berpegangan tangan, sisanya biar Riski mengatur sudut fotonya sendiri.
"Keisya, kamu bisa jalan sambil lihatin Evan. Evan kamu juga lihat ke Keisya. Jalan aja yang natural ya," pinta Riski lalu mulai mengatur posisinya sendiri untuk mengambil gambar.
Evan menunjukan telapak tangannya pada Keisya. "Pegang tangan aku."
Tidak ada yang bisa Keisya lakukan sekarang kecuali meletakan tangannya di atas tangan Evan sambil mengalihkan pandangan ke arah lain.
Saat tangan Keisya jatuh di telapak tangannya, Evan tertawa sendiri melihat perbandingan ukuran tangan mereka. Tangan Keisya begitu kecil dengan jari-jarinya yang ramping dibandingkan dengan tangannya sendiri.
"Tangan kamu sekecil ini?" Evan dengan terang-terangan meledeknya. "Aku bisa patahin jari tangan kamu kalau aku mau," kata Evan sambil menggenggam tangan Keisya dengan erat sebelum gadis itu menariknya kembali.
*****
Entah sudah ke berapa kalinya, Keisya terus terkagum saat melihat hasil foto-foto di kamera yang diambil Riski hari ini.
Sepulang sekolah tepatnya setelah menunggu Evan menyelesaikan hukuman, Riski mengajak Keisya dan Evan untuk ke kafe di dekat sekolah untuk mentraktir mereka sebagai bentuk terima kasih atas kontribusinya menjadi model amatir hari ini.
Saat melihat suasana kafe Evan teringat akan sesuatu, dia menendang kaki Keisya di bawah meja. "Hei! Bukannya kamu punya hutang untuk traktir aku?"
Keisya mendengus. "Aku gak lupa."
Saat Riski datang ke meja dengan membawa pesanan mereka, Keisya masih fokus melihat wajahnya sendiri di foto itu yang terlihat cantik menurutnya.
Tiba-tiba saja Keisya merasa percaya diri. "Apa aku jadi model aja untuk kerja sampingan?"
TAK! Evan memukul kepala Keisya dengan sendok. "Sadar!"
Keisya balas memukul Evan dua kali lipat sementara Riski membagikan pesanan mereka dan untuk dirinya sendiri. Segelas Ice Americano milik Evan dan Riski, serta milik Keisya Mocca Latte dan Rainbow Cake.
"Apa fotonya cukup?" tanya Keisya sambil meletakan kamera Riski di meja.
Riski sudah duduk di tempatnya. Riski menggeleng. "Karena waktunya masih sebulan lagi dan masih banyak spot foto bagus di sekolah, aku masih mau take lagi."
Raut wajah Keisya langsung terlihat tidak bersemangat. Artinya dia masih harus berurusan dengan Evan lebih lama lagi.
"Kapan kalian punya waktu?" tanya Riski melirik Keisya dan Evan bergantian.
"Aku besok kerja pulang sekolah. Kayaknya lusa," jawab Keisya sambil mengambil minumannya.
Riski mengangguk lalu bertanya pada Evan. "Kamu?"
"Terserah cewek itu," jawab Evan dengan cuek.
"Oke, jadi lusa ya. Aku mau ambil spot di lapangan, jadi waktunya pulang sekolah."
Evan yang mendapat tempat duduk di kursi yang menghadap ke pintu terus mengamati orang-orang yang keluar masuk kafe dengan raut wajah bosan. Setelah minumannya habis, Evan berniat akan langsung pergi. Dia sama sekali tidak tertarik untuk melihat hasil foto seperti Keisya.
Tetapi tiba-tiba saja, raut wajah Evan berubah saat melihat pria yang sangat dikenalnya memasuki kafe. Ekspresi Evan terlihat tegang tepat saat pria itu melihat ke arahnya dan tersenyum miring.
Seharusnya, Evan pergi dari sana. Segera dan secepat mungkin. Namun seperti terpaku Evan tetap bergeming saat orang itu berjalan mendekat ke meja yang mereka duduki. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya bahkan setelah pria itu berdiri di samping meja mereka.
"Boleh gabung?" tanya pria itu membuat Evan langsung merasa kalau setelah ini, hal buruk pasti akan terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Anawahyu Fajrin
siapa itu??? aku penasaran.
2023-11-15
1