Waktu menunjukan hampir pukul sebelas malam saat Keisya berjalan di jalan kompleknya untuk pulang. Sekujur tubuhnya terasa pegal akibat terus bergerak kesana-kemari seharian ini. Meskipun begitu, Keisya sangat bersyukur dan menghargainya. Ini adalah pertama kalinya Keisya melakukan pekerjaan paruh waktu, dan orang-orang disekitarnya sampai sekarang tidak tahu kalau Keisya adalah anak dari CEO Astra Light Company.
Apakah orang-orang disekitarnya akan terkejut jika tahu fakta itu? Nurul dan Keyla. Juga Evan? Yang selalu merendahkan Keisya dan bersikap arogan.
"Tapi kata Ibu jangan jadi orang yang sombong," gumam Keisya kecil saat teringat kembali kenangan ibunya yang membesarkan Keisya dengan baik meskipun dalam keadaan sakit.
Keisya merasakan badannya sedikit menggigil saat merasakan angin berhembus melewati lehernya. Selain suhu yang semakin dingin, suasana sekitar jalan sudah sangat sepi. Keisya menjadi satu-satunya orang yang masih di luar sana.
Masih tersisa sekitar 9 rumah untuk sampai ke rumahnya sendiri, belum lagi Keisya harus melewati minimarket TKP pembunuhan seminggu yang lalu.
Garis polisi berwarna kuning masih membentang di sana. Pada siang hari pun orang-orang di komplek enggan untuk lewat. Apa lagi pada malam hari seperti ini. Menakutkan.
Bagaimana jika arwah orang yang di bunuh itu tiba-tiba muncul saat Keisya lewat? Atau bagaimana jika pembunuhnya kembali ke sana seperti yang terjadi di film-film.
"Jangan mikirin hal yang aneh-aneh Keisya!"
Keisya segera mempercepat langkahnya dan berusaha menyingkirkan hal-hal mengerikan dari pikirannya.
Ketika hampir dekat dengan area minimarket itu Keisya menyadari ada suara langkah yang seperti mengikutinya dari arah belakang. Keisya menggeleng cepat. Mungkin saja itu hanya halusinasinya.
Meskipun Keisya sudah berusaha menepis pikiran buruknya, Keisya makin mempercepat langkah bahkan nyaris berlari. Tetapi suara langkah di belakang terdengar semakin dekat dan jelas, seolah memang benar-benar ada seseorang yang mengikutinya.
Tidak ada keberanian untuk melihat ke belakang. Keisya hanya memaksakan kakinya yang gemetaran untuk terus berjalan.
"Aaaaa!"
Pada akhirnya ... Keisya tidak bisa menahan teriakan saat ada sebuah tangan hinggap di bahunya. Lututnya langsung lemas hingga tubuhnya hampir ambruk.
Beruntung seseorang dengan sigap memeluk tubuhnya dari belakang sebelum benar-benar menyentuh Keisya.
Seseorang yang Keisya tidak tahu itu siapa siapa sampai dia benar-benar melihatnya.
*****
"Maaf, saya gak ada niatan mau kagetin kamu."
Keisya menengadahkan kepala dengan sisa kekuatannya, dia melihat sosok yang saat ini menopangnya. Seorang pria diperkirakan berumur 20an yang memakai jaket kulit cokelat. Pria itu menegakan tubuh Keisya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya dengan terburu-buru.
"Saya detektif yang sedang menangani kasus pembunuhan karyawan minimarket di komplek sini," kata pria itu sambil menunjukan Id Card dengan nama Alvian Leonard.
Akhirnya Keisya baru bisa bernafas lega. Setelah cukup menenangkan diri, Keisya mengingat kalau wajah pria ini seperti tidak asing baginya. Keisya sempat melihatnya beberapa kali dan sering mendengar ibu-ibu komplek membicarakannya, katanya ada seorang detektif tampan yang juga masih muda.
"Ah, iya. Aku minta maaf," Keisya membungkuk. Pikiran negatif membuatnya langsung menyimpulkan hal-hal buruk.
"Perkenalkan saya Alvian, detektif dari kepolisian. Kamu bukannya masih anak sekolah ya? Seharusnya anak perempuan jangan pulang larut, apalagi kamu tinggalnya di sekitaran sini," peringat Alvian.
Selama seminggu ini Alvian sering bolak-balik ke komplek untuk memeriksa TKP entah pagi, siang, ataupun malam seperti ini. Alvian pernah beberapa kali datang pagi dan melihat Keisya saat akan pergi sekolah.
"Saya antar kamu pulang," kata pria itu.
Keisya hanya mengangguk, menerima tawaran Alvian tanpa menolak. Malam ini, Keisya cukup takut untuk melanjutkan berjalan sendiri. Bagaimana dengan malam-malam yang akan datang?
"Mm ... apa pembunuhnya masih belum ditemukan?" tanya Keisya saat mereka berjalan bersama.
Alvian menggelengkan kepalanya. "Sampai sekarang masih belum, belum ada bukti yang menunjuk secara spesifik ke pelaku. TKP benar-benar bersih dari jejak pembunuhnya. Tanpa sidik jari, tanpa DNA yang tertinggal, dan pelakunya juga merusak CCTV di sekitar selama waktu kejadian."
Tidak ada jejak tertinggal pelaku itu menjadi hambatan utama. Senjata pembunuhan pun tidak ditemukan di TKP. Pembunuhan ini benar-benar sudah direncanakan, dan pelakunya benar-benar seorang yang ahli.
"Kalau aku boleh tau, gimana korbannya meninggal?" tanya Keisya dengan hati-hati, takut pertanyaannya mengarah pada hal-hal yang privasi.
"Penusukan dari belakang, ada dua belas tusukan artinya ketika korban udah meninggal, pelaku terus menusukan senjatanya ke korban."
Penjelasan dari Alvian membuat Keisya bergidik.
Tidak terasa langkah mereka akhirnya sampai juga di tempat tinggal Keisya. Keisya menghentikan langkahnya dan menunjuk rumah kecil 2 lantai di depan. Alvian menghentikan langkahnya dan melihat rumah itu, semua lampunya mati pertanda tidak ada orang dalam rumah.
"Kamu tinggal hanya sendiri disini?" Alvian terlihat terkejut. Karen tempat tinggal Keisya terletak cukup berdekatan sekali dengan minimarket itu.
Keisya kemudian mengangguk.
"Saran saya, sebaiknya kamu tinggal di rumah saudara kamu atau orang tua kamu sampai pelakunya kami tangkap," saran Alvian yang terdengar sangat khawatir.
"Aku baik-baik aja, makasih banyak pak detektif udah dianterin sampai rumah," kata Keisya. Lalu Keisya berbalik untuk masuk ke rumahnya.
"Sebentar," Alvian menghentikan Keisya yang hendak melangkah. Lalu detektif itu terlihat mengambil sesuatu dari dalam dompetnya, sebuah kartu nama. "Kamu bisa segera panggil saya kalau merasa ada orang yang mencurigakan."
Keisya mengambil kartu nama itu dan berterima kasih sekali lagi. Saat Keisya sudah berada di dalam rumahnya, Keisya mendengar suara ponsel yang berdering dan ternyata itu ponsel milik Alvian. Pria itu menerima telepon dari seseorang.
Percakapannya berlangsung singkat, Alvian segera pergi dengan terburu-buru setelah berpamitan pada Keisya dan menyuruh gadis itu untuk tidak lupa mengunci pintu.
Melihat Alvian yang pergi seperti itu membuat Keisya bertanya-tanya apa sesuatu terjadi? Bukannya tadi Devan datang untuk memeriksa TKP?
Menuruti perkataan Alvian untuk kebaikannya, Keisya memastikan semua pintu dari jendela terkunci sebelum dia berganti pakaian dan membersihkan diri. Karena perutnya terasa lapar, Keisya memilih untuk pergi ke dapur untuk membuat makan malam sebelum tidur.
Keisya membawa makanan mie rebus yang dibuatnya ke ruang tamu untuk di nikmati sambil menonton televisi. Ketika sedang asik menyeruput kuahnya, acara tv yang sedang ditontonnya tiba-tiba berubah menjadi tayangan berita sela tentang pembunuhan yang baru saja terjadi.
Keisya mendengus tidak ingin menonton berita buruk karena dia tinggal seorang diri. Saat mengambil remote untuk mengganti saluran, Keisya mendadak membeku saat tayangan berita itu memperlihatkan korban pembunuhan. Meski sebagiannya di blur, Keisya tetap bisa mengenali korban pembunuhan itu memakai hoodie hijau muda, celana dan juga tas yang mengingatkan Keisya pada bocil SMP yang berkencan dengan Evan hari ini.
Bagaimana mungkin pakaian bocil itu sama persis?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Anawahyu Fajrin
apakah Evan pembunuhnya???
2023-11-15
1