"Aku Riski,” kata pria tersebut sambil memperkenalkan diri. “kamu Keisya Amora? dipanggil apa?"
Keisya berusaha menyunggingkan senyuman di wajahnya yang mengantuk dan menggeleng. “Panggil Keisya aja”
Riski mengangguk. Perjalanan menuju kelas cukup jauh, akan terasa canggung jika mereka berdua berdiam diri. Oleh karena itu, Riski berinisiatif menemukan topik pembicaraan.
Setelah melihat ke arah Keisya beberapa saat, akhirnya Riski bertanya, "Key, mmm. Kamu terlihat lelah?'” tanya ketua kelas Riski dengan canggung. “Atau kamu lagi sakit?”
Keisya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sakit. Aku hanya kurang tidur tadi malam. Mmm...apa kamu tahu tentang pembunuhan di minimarket kemarin?"
Riski mengangguk paham dan bertanya-tanya kenapa Keisya tiba-tiba menyinggung soal pembunuhan kemarin?
"Pembunuhan itu dekat rumahku."
Riski tentu saja terkejut, ia juga pernah mendengar kejadian tersebut. Saya tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan orang-orang yang tinggal di dekat tempat pembunuhan itu terjadi.
"Apa? kamu serius?" tanya Riski dengan wajah kaget dan mata melotot. Sedetik kemudian, dia merasakan simpati pada Keisya. “Kamu pasti khawatir dan takut karena kamu baru saja pindah. Begitukah?"
Keisya mengangguk dan menambahkan dalam hatinya. Aku sendirian lagi, siapa yang tidak takut sih?
“Oh iya, aku mau ngasih tahu kalau di kelas kita tinggal satu tempat duduk lagi,” ucap Riski terlihat sangat hati-hati, seolah-olah pernyataan tersebut akan menyinggung perasaan Keisya.
Keisya yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk. “Berarti jumlah siswa di kelas kita ganjil dan aku jadi penggenap?
Riski membenarkan "Mmm...siswa yang duduk sendirian dan siapa yang akan menjadi teman satu mejamu itu agak.." Riski tidak melanjutkan, membuat Keisya mengerutkan keningnya bingung. “Saya harap kamu betah.” Pada akhirnya, hanya itu yang diucapkan Riski.
Melihat itu Keisya jadi semakin penasaran dengan teman sebangkunya itu. Apakah murid yang sebelumnya duduk sendiri itu nakal? Atau memiliki masalah seperti bau badan? Atau ada sesuatu? Sepertinya memang ada sesuatu yang tidak baik tersirat dalam ucapan Riski.
Sepertinya Riski dan Keisya sampai juga di kelas XII IPA 1. Riski memberi tahu teman-teman sekelasnya bahwa Keisya akan bergabung dengan kelas mereka mulai hari ini. Keisya pun memperkenalkan dirinya ke kelas.
"Karena kelas kita ganjil dan hanya tersisa satu kursi, Keysa akan duduk di sana bersama...Evan Mahendra." Riski menunjuk kursi di sisi kanan baris terakhir ruang kelas. Akhirnya Keisya bisa mengetahui siapa orang yang duduk di sebelahnya.
Keisya penasaran mengikuti jari telunjuk Riski. Keisya sedikit terkejut saat melihat sosok yang terlihat familiar.
Benar sekali, pria sombong itulah pemilik mobil merah itu dan yang kebetulan ditemuinya kemarin di halaman minimarket.
Apa pria kasar ini adalah teman sebangkunya? Sungguh awal yang indah untuk memulai hidup baru.
Dengan berat hati Keisya berjalan menuju kursi di sebelah pria sombong itu. Letakkan tas dan duduk. “Hei, jumpa lagi,” sapa Keisya dengan senyum yang dipaksakan dan suara yang berusaha terdengar ramah dan lembut.
“Ternyata kamu bukan tukang parkir,” kata Evan Mahendra, dengan nada yang mencibir.
Untuk kedua kalinya, laki-laki arogan ini ... benar-benar! Seketika Keisya menemukan alasan kenapa laki-laki ini duduk sendiri, tidak ada murid lain yang mau duduk dengannya. Selain Keisya yang tidak ada pilihan lain?
Kedua kalinya, pria sombong ini. sungguh! Keisya langsung mengetahui alasan dibalik kenapa laki-laki ini duduk sendirian, tidak ada murid lain yang mau duduk bersamanya. Selain Keisya, yang tidak punya pilihan lain?
Keisya memikirkan kejadian kemarin dan membuat Keisya berpikir untuk menanggapi perkataan pria itu. "Oh, jadi kamu juga pelajar?" Saya pikir kamu adalah seorang pembunuh?" Keisya menyeringai. "kamu tahu tidak kalau saat kita bertemu kemarin ada kejadian pembunuhan? OH! Haruskah aku menelepon polisi karena aku melihatmu di sana? Kamu juga tampaknya orang yang sangat mencurigakan."
Evan menyeringai. Lalu tanpa ragu dia menatap Keisya dengan sorot mata yang tajam, membuat Keisya ketakutan.
“Bagaimana jika kamu benar dan aku memang seorang pembunuh?”
Masih dengan senyuman puas, Evan mendekatkan wajahnya ke arah Keisya, membuat Keisya gugup dan dia pun segera mundur. Apa yang akan Evan lakukan di kelas?
Saat Evan sudah sangat dekat dengan wajah Keisya. Keisya memejamkan matanya merasa bingung juga takut. Diam-diam Keisya mengepalkan tangannya di bawah meja, siap memukul Evan jika berani macam-macam.
Lalu, apa yang terjadi selanjutnya di luar pikiran Keisya, menyebabkan seluruh tubuh Keisya membeku.
"Kamu anggap aja aku pembunuhnya."
Ya, hanya itu yang Evan katakan, namun Keisya langsung membuka matanya dan mengedipkan matanya beberapa kali.
Sementara Evan tersenyum semakin lebar, merasa puas dengan reaksi Keisya. Lalu Evan berbisik lagi, "Aku jamin kamulah orang berikutnya yang ku bunuh, karena kamu melihatku di sana."
Evan duduk kembali di kursinya setelah mengatakan itu. Evan terlihat sangat puas saat melihat Keisya membeku seperti balok es.
Setelah melihat Keisya tak mampu lagi merespon perkataannya, Evan mengeluarkan sepasang Airpods dari sakunya, lalu memasukkan masing-masing ke telinganya, lalu meletakkan tangannya di atas meja dan membenamkan kepalanya.
Sikap Evan tanpa sadar memberitahunya bahwa pembicaraan sudah selesai.
“Bagaimana dia bisa bercanda dan mengatakan hal seperti itu!” desis Keisya setelah hening beberapa saat. Keisya melihat Evan kini membelakanginya, mulutnya terbuka dan tak mampu berkata apa pun lagi.
Keisya baru 10 menit duduk di sana tapi dia sudah ingin pindah kelas saja.
Tiba-tiba kedua gadis yang duduk di depan Keisya berbalik dan memberikan Keisya selembar kertas bertuliskan: ayo kita ke kantin bersama nanti istirahat! -Nurul dan Keyla.
Keduanya segera kembali setelah menyerahkan kertas tersebut.
Mengapa mereka berdua harus menuliskannya di kertas? Apa karena mereka tidak bisa bicara? Atau...karena Evan Mahendra ini? Keisya langsung menatap Evan dengan tatapan sinis.
Selama di kelas, Keisya tidak memperhatikan Evan. Sejak jari mereka secara tidak sengaja bersentuhan satu sama lain, mereka akan menjauh sejauh mungkin tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Begitu seterusnya sampai waktu jam pelajaran berakhir dan sampai waktu istirahat.
“Kamu Nurul?" Keisya menunjuk gadis berkacamata dengan rambut diikat layaknya dua ekor kuda. “Dan Kamu, Keyla?” Gadis berambut sebahu di sebelah Nurul itu mengangguk.
Mereka bertiga kini sedang duduk di kantin sekolah. Untungnya, mereka menemukan meja selama jam istirahat yang sibuk ini.
Keisya meminum es teh lalu mengambil pisang gorengnya dari piring di atas meja.
"Maaf Key, kami tidak bisa ngobrol karena ada Evan" jelas Nurul merasa bersalah.
Keisya mengangguk, sesuai dugaannya. Lalu dia menepuk pundak Nurul. “Tidak apa-apa, aku tahu.”
Berdasarkan pantauan yang diterima Keisya hari ini, Evan mungkin akan merasa terganggu dan mungkin akan mengucapkan kata-kata yang tidak nyaman didengar jika mereka bertiga sedang asyik ngobrol di dekatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Madie 66
Aduh, terharu banget!
2023-09-25
1