"Apa kamu kerja di bengkel mobil jadi bisa ganti-ganti mobil?" tanya Keisya saat orang itu mendekat. Lalu Keisya menyerahkan paperbag yang menjadi alasan utamanya menunggu orang itu.
"Nih, seragam kamu." Keisya mengatakan apa yang ada di dalam paper bag nya.
"Kenapa? Kamu jatuh cinta sama aku karena aku sering gonta-ganti mobil?" balas Evan dengan sangat percaya diri.
Keisya memutar bola matanya. Ingin merasa melempar Evan ke dunia lain, tetapi langsung merasa wajib untuk memaklumi karena yang mengatakan itu adalan Evan Mahendra. Jadi, tidak aneh juga.
Evan melepas tas punggungnya, lalu mengalungkan tasnya ke leher Keisya. Setelah itu menarik resleting jaket abunya ke bawah. Saat Evan melepaskan jaketnya, Keisya melihat Evan hanya memakai kaos putih polos di balik jaketnya itu.
"Apa kamu gak punya seragam lagi? Kamu sanggup ganti-ganti mobil tapi gak sanggup beli seragam ...aww!" perkataan Keisya terhenti saat dengan seenaknya Evan menyampirkan jaket yang sudah dilepasnya ke kepala Keisya.
Sekarang Keisya terlihat seperti tiang gantungan baju berjalan dari pada manusia. Dengan sebuah paperbag dan cokelat panas di kedua tangannya, tas milik Evan yang menggantung di lehernya, serta kepalanya yang tertutup jaket.
"Yakk!! Kamu ngapain sih?!"
"Sebentar ya," kata Evan dengan santai. Mengambil cokelat panas di tangan Keisya, menyeruputnya, dan meletakkannya kembali di tangan Keisya.
Setelah itu, Evan mengambil seragamnya dari paperbag. Sambil mengaitkan satu per satu kancingnya, Evan tiba-tiba tertawa sendiri saat melihat Keisya yang berdiri di depan tubuhnya tenggelam tertutup barang-barangnya.
Setengah wajah Keisya dari atas tertutupi jaket dan hanya menampakan bagian dari bibirnya ke bawah. Evan memperhatikan bagian bibirnya dan menyadari bahwa gadis itu memiliki bentuk bibir yang bagus.
"Kamu udah pake seragamnya atau belum sih?"
Pertanyaan Keisya membuat Evan tersadar, dia sudah mengaitkan kancing terakhirnya sekitar 30 detik yang lalu.
"Udah." Lalu Evan mengambil tas dan jaketnya kembali. Lalu, mengambil cokelat panas yang tadi sempat diseruput nya sedikit. "Ini buat aku?" tanya Evan sambil menunjukan cokelat panasnya dan kembali berjalan.
Keisya yang berjalan di samping Evan mengangguk.
"Jadi ini yang kamu maksud dengan traktirannya?"
Keisya menggeleng. "Itu permintaan maaf aku," kata Keisya dengan kepala tertunduk. Merasa sedikit bersalah.
"Maaf? Untuk?" Evan penasaran. Dia ingin mendengar penjelasan lebih lanjutnya.
"Aku udah ngomong kasar ke kamu." Sebenarnya Keisya juga merasa sedikit bingung, apa dia harus benar-benar seperti ini, merasa bersalah dan meminta maaf atau tidak.
Semenjak kemarin perasaannya campur aduk, ia masih marah dengan apa yang terjadi dua minggu lalu saat Evan membuatnya mendapat tamparan, Keisya juga marah dengan apa yang Evan lakukan, ciuman itu! Di saat yang sama Keisya merasa bersalah karena menuduh Evan begitu saja, tuduhan hanya berdasarkan apa yang dilihatnya yang tidak bisa dikatakan sebagai bukti kuat, dan Keisya mengasihani Evan karena mengetahui Evan tumbuh dalam situasi yang sulit saat mengingat apa yang dikatakan Evan tentang ayahnya yang dibunuh dan ibunya yang pergi.
Tiba-tiba saja Keisya merasa bisa tahu akar dari penyebab sikap dan ucapan Evan selama ini.
"Aku gak akan maafin kamu," ucap Evan langsung membuat Keisya melayangkan pukulan di punggungnya.
"Heh, aku berusaha bersikap baik! Apa cuma aku yang punya salah di sini?" suara Keisya meninggi dan matanya melotot.
Tapi, itu tidak membawa banyak pengaruh untuk Evan. Laki-laki itu malah bertanya, "Apa aku juga punya salah? Emang salah aku apaan?"
Mendengar pertanyaan itu, Keisya mengepalkan tangannya berusaha menahan diri untuk tidak menonjok Evan.
"Apa salah aku?" pancing Evan, pertanyaan itu membuat Keisya benar-benar ingin menghajarnya. Tanpa ragu Evan mendekatkan wajahnya ke samping Keisya, dia berbisik tepat di telinganya. "Apa soal ciuman itu hmm?"
Keisya melotot lalu mundur dan menendang tulang kering Evan. Beberapa orang di koridor mulai tertarik kedua orang itu dan memperhatikannya diam-diam.
Tendangan Keisya membuat Evan meringis sambil memegangi kakinya. Setelah puas melihat itu, Keisya melangkah lebih dulu. Evan segera menyusulnya dengan langkah yang sedikit terpincang. "Tapi aku gak merasa bersalah karena aku gak menyesal sama sekali."
"Terserah ya. Evan Mahendra!"
*****
Pada saat jam pelajaran ketiga, hampir semua kelas mendapatkan tugas belajar mandiri karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Termasuk kelas XXI IPS 1, guru geografi yang seharusnya mengisi kelas terpaksa memberikan 80 soal untuk dikerjakan selama dua jam pelajaran.
Saat Keisya sedang mengerjakan dengan soalnya di meja, Riski menghampiri untuk meminta perhatian Keisya, membuat gadis itu menyimpan pulpen dan menunda pekerjaannya sejenak.
" mmm ... ada yang mau aku omongin sama kamu," kata Riski. Suara Riski tak hanya terdengar oleh Keisya, tapi juga Evan yang duduk di sampingnya.
Evan melihat Riski dengan tatapan mengejek. "Cih, kata-kata klasik buat nembak cewek," cibirnya. Kemudian Evan mengetuk dua kali kepala Keisya dengan pulpen. "Aku kasih tahu, kamu sebentar lagi bakalan ditembak."
Keisya meringis. Membalas dengan memukul lengan Evan. "Diem kamu!" peringat nya sambil melotot kan mata.
Saat Keisya kembali memandang Riski, Keisya tersenyum, ekspresi yang jauh berbeda dari yang dia berikan pada Evan.
Riski tampak gelagapan. "Bukan. Bukan. Aku cuma mau minta tolong." Riski meralat tebakan Evan yang ternyata salah besar. "Ada kontes foto antar kelas di sekolah. Kalau kamu lewat mading, kamu pasti lihat posternya."
Keisya sering lewat mading, tapi tidak pernah benar-benar membaca pengumuman yang tertulis di mading sekolah. "Oh yang itu." Anggap saja ia tahu. Sekarang Keisya hanya perlu mendengar apa yang Riski inginkan darinya. "Terus gimana? Apa ada yang bisa aku bantu?"
Evan memperhatikan raut wajah Riski yang terlihat ragu untuk menyampaikan inti yang sebenarnya. Evan sempat melihat poster yang dimaksud Riski. Lalu ia tertawa karena tebakannya sendiri, "Hei! Jangan bilang kamu mau minta cewek jelek ini jadi modelnya!"
"Hah?" Keisya terkejut.
"Iya Key, kamu mau gak?" kali ini Riski membenarkan perkataan Evan.
Tawa Evan meledak membuat seisi kelas melihatnya dengan pandangan aneh. "Kamu bisa langsung kalah kalau pake wajah ini, aku kasih tahu kamu dari sekarang."
Keisya masih terkejut dengan apa yang diminta Riski. Ia ingin menolaknya, terlebih saat mendengar Evan berkata seperti itu, ia sama sekali tidak memiliki kepercayaan diri untuk membantu Riski. Namun, saat melihat raut wajah Riski yang memohon membuat Keisya merasa kasihan dan tak enak menolaknya.
"Temanya adalah Cerita Cinta di Sekolah jadi kamu gak bakal kesulitan," jelas Riski lebih lanjut.
Keisya sekarang malah lebih terkejut saat mendengar temannya. Bukankah itu akan lebih sulit karena dia pasti berpasangan? "Sama siapa?" Keisya akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Evan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Anawahyu Fajrin
horeee
2023-11-15
1