Oleh karena itu, Arnold memilih bercerai, daripada dia harus mengkhianati kakaknya demi mempertahankan hubungannya dengan Elena.
Di tempat lain.
"Jangan nangis terus bisa gak sih, diem dong!"
Di depan tenda Liana yang saat itu berusia 12 tahun sedang kesulitan menenangkan sepupunya, Evan yang saat itu juga masih berusia 8 tahun.
"Heh Adrian, kamu diemin nih adek kamu, nangis melulu!" bentak Liana pada Adrian. Anak laki-laki itu seumuran dengan Liana dan sedari tadi dia hanya bermain Playstation nya lalu masuk ke tenda melewati adik dan sepupunya itu. Padahal ini adalah momen liburan keluarga, Liana merasa tidak senang karena Evan yang terus menangis.
"Udah berapa kali aku bilang, Evan bukan adik aku," bentak Adrian. Adrian mematikan Playstation nya lalu mengambil posisi ujung dan memilih tidur menyamping membelakangi Evan dan Liana.
Sejak Evan lahir, Adrian tidak pernah peduli padanya. Bahkan seringkali menunjukan rasa benci secara terang-terangan. Evan adalah adik tiri Adrian. Ibu kandung Evan, Elena Rosalina adalah istri kedua ayahnya, mereka menikah setelah 4 bulan kematian ibu kandung Adrian. Belum kering kuburan sang ibunda, ayahnya sudah menikah lagi, semenjak itu Adrian tidak pernah menganggap Elena dan Evan adalah bagian keluarganya. Tidak akan pernah.
"Ish, Adrian!"
"Sayang, kenapa nangis hmm?" seorang gadis feminim menghampiri Evan. Rika Marks adalah kakak perempuan Liana, Rika terpaut usia 6 tahun dengan Liana.
"Kakak bisa gak bikin dia berhenti nangis? Rese banget, gak mau berhenti dari tadi sih!" Liana menyerahkan Evan pada Rika, lalu masuk ke dalam tenda mengambil posisi miring membelakangi Adrian.
Dengan sabar Rika mengeluarkan jurus andalannya untuk membujuk Evan, mulai dari memberikan Evan mainan sampai memberikan permen Yupi kesukaan Evan. Akhirnya dengan sebungkus permen itu membuat Evan kecil berhenti menangis. Rika bernafas lega.
"Sekarang kamu masuk ke dalam tenda yaa, tutup pintunya karena banyak nyamuk di luar. Nanti kakak kasih tau kalau udah selesai masak," kata Rika sambil mengusap kedua pipi Evan yang basah.
Setelah itu Rika pergi meninggalkan tenda dan ikut bergabung bersama ibunya untuk mempersiapkan makan malam mereka.
Di dalam tenda, Liana duduk di tengah-tengah dua anak laki-laki beradik itu. Liana memperhatikan wajah Evan yang sekarang lebih baik daripada tadi terus-terusan menangis.
"Jangan nangis lagi yaa, nanti kamu jelek!" nasehat Liana pada Evan.
Selang beberapa menit, tiba-tiba saja terdengar suara derap langkah kaki beberapa orang. Liana sangat penasaran ada keributan apa di luar sana, lalu mengintip dari jendela kecil di tendanya.
Liana membulatkan matanya tatkala melihat ada sekitar 20 orang berbaju serba hitam serta memakai topeng dan menyerang orang tuanya dengan benda-benda t@jam.
Liana tidak bisa menggerakkan badannya, saking terkejutnya. Seluruh badannya juga bergetar hebat.
"Ada apaan sih?" Adrian bangun kala tidurnya terusik dengan suara keributan dari arah luar. Dengan sisa tenaga, Liana mengisyaratkan Adrian dengan telunjuknya agar tidak berisik.
Kemudian Liana menunjuk arah jendela, Adrian terbelalak dan membeku kala melihat orang-orang berbaju serba hitam itu menus*k kedua orang tua Liana, ayahnya sendiri, juga kaka Liana, Rika.
"Ayah ..."
"Ssstt."
Liana langsung menutup mulut Evan lalu memeluknya, berusaha membuat Evan tidak melihat hal-hal mengerikan itu. Namun, Evan tetap bisa melihat kejadian itu.
Malam itu, disebuah tenda kecil, 3 anak itu menyaksikan sekelompok orang berbaju serba hitam itu menyerang orang tuanya secara sadis. Air mata Liana menetes saat melihat kakaknya Rika berlumuran d@rah berusaha kabur tapi tidak bisa, perut ibunya yang dihuj@mi pis@u, serta ayah dan pamannya yang berusaha menolong tetapi malah mendapat siksaan yang lebih kejam lagi.
Esok harinya, tepat tanggal 1 Januari 2007 Green Larry Agency dinyatakan mengalami kebangkrutan. Liana, Adrian dan Evan berhasil selamat dan diamankan oleh pihak kepolisian. Karena mereka tidak mempunyai kerabat lagi, akhirnya ketiga anak malang itu diserahkan ke panti asuhan.
Mereka bertiga tinggal di panti asuhan selama 7 tahun. Saat Evan berusia 16 tahun, Adrian dan Liana membawanya pergi dari sana. Kini mereka melakukan pekerjaan apapun untuk mendapat uang dan bertahan hidup. Dari mulai mencuri, terlibat dalam perdagangan narkoba, judi serta menjadi pembunuh bayaran.
Hanya ada satu hal yang membuat ketiga anak malang tersebut bertahan hidup. Hidup sebagai VICTIM 3112 2006 yang akan membalas dendam pada mereka yang terlibat memb*n*h orang tuanya dulu.
*****
"Sekarang kita bisa tinggal di tempat yang mewah. Siapa sangka dulu kita pernah tinggal di rumah kosong di tengah hutan," Liana tertawa hambar saat mengingat kembali. Hidup mereka secara finansial sudah jauh lebih baik. Berbeda ketika mereka baru pergi dari panti asuhan, mereka dulu tidak memiliki tujuan dan tempat tinggal.
Mereka sudah sampai di tempat tinggal Evan. Apartemen minimalis yang menjadi tempat tinggalnya sekarang, hasil pekerjaan kotor selama 7 tahun terakhir. Begitupun dengan Liana, dia pun memiliki apartemen yang lebih bagus dari Evan dan jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Evan.
"Mmm ... Soal Adrian, kamu gak pernah ketemu dia lagi sampai sekarang?" tanya Liana mendudukkan bokongnya ke sofa cokelat di ruang tengah.
Pertanyaan dari Liana membuat Evan tersentak. Satu nama yang selalu membuat Evan merasakan berbagai emosi saat mendengarnya. Arlan terdiam dan mengepalkan tangannya diam-diam. Sekujur tubuhnya menegang tetapi dia berusaha merilekskan tubuhnya.
"Aku gak ada alasan buat ketemu dia lagi."
Liana menunduk. Kemarin dia bertemu dengan Adrian yang sangat sulit ditemui semenjak dua tahun yang lalu. Dan Liana tidak berani bercerita pada Evan.
4 tahun setelah mereka keluar dari panti asuhan, ketiganya masih selalu bersama. Meskipun Adrian dan Evan tidak berinteraksi terlalu baik, Liana yang selalu berada di tengah-tengah menjadi jembatan komunikasi antara Adrian dan Evan.
Namun, ada sebuah kejadian 2 tahun lalu, kejadian yang sangat fatal yang membuat hubungan Adrian dan Evan yang buruk semakin buruk lagi. Sampai sekarang Evan selalu merasa sangat bersalah, karena sepenuhnya kejadian itu adalah salahnya. Evan sadar semenjak kehadirannya ke dunia ini selalu membuat Adrian menderita. Akan tetapi Evan sama sekali tidak masalah jika Adrian membencinya.
Dengan berat hati, Liana akhirnya mengatakan apa yang ingin dikatakannya. "Sebenarnya aku ketemu Adrian kemarin, dia juga ada di Bogor." Ucap Liana dengan sangat hati-hati menatap Evan yang sedang mengambil minuman kaleng dari kulkas.
"Aku udah tau, dia emang udah lama di sini," jawab Evan dengan santai. Evan tahu Adrian selalu mengawasinya, menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam. Evan sangat tahu itu.
Liana menghela nafas. "Aku udah kasih tahu dia tentang apa yang lagi kita lakuin sekarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments